Nabi Orang Termiskin
Ahmad Syafii Maarif, MANTAN KETUS UMUM PP MUHAMMADIYAH
Sumber
: KOMPAS, 26 November 2011
Judul
yang lengkap sebenarnya adalah ”Asketik Hindu Nabinya the Poorest of the Poor
”. Ini adalah artikel refleksi kesaksian saya atas realitas spiritual seorang
asketik Hindu.
Asketik
berarti sederhana ekstrem. Saya mendapat undangan dari seorang asketik
spiritual untuk mengunjungi kota Bhubaneswar, Negara Bagian Orissa, India,
14-16 November 2011. Saya diajak menyaksikan proyek pendidikan, sosial, dan
kemanusiaan dahsyat yang telah digelutinya sejak 20 tahun lalu.
Sosok
itu bernama Dr Achyuta Samanta, lahir 20 Januari 1965. Ia berasal dari Desa
Kalarabanka, salah satu tempat tinggal suku termiskin di negara bagian itu.
Samanta yatim sejak berumur empat tahun. Ibunya yang kini 83 tahun tetap
tinggal di desa, sementara saudara-saudaranya tak seorang pun mengikutinya.
Melalui
perjalanan hidup yang sangat sulit, Samanta berhasil sekolah dan mendapatkan
beasiswa untuk meraih sarjana kimia dari Universitas Utkal.
Aneh
bin ajaib, ia melepaskan profesinya sebagai dosen dan kemudian beralih posisi
menjadi nabinya ”the poorest of the poor” (kalangan termiskin di antara yang
miskin). Nabi di sini hendaklah dipahami sebagai seorang pembebas dari
ketertindasan: kasta, ekonomi, pendidikan, sosial, dan politik.
Tuan
dan puan jangan kaget membaca kesaksian berikut dari saya (76) yang sudah
bersyahadat sejak usia sangat dini. Senin 14 November pagi pukul 07.19, Dr
Mahendra Prasad, Direktur Hubungan Internasional Universitas Kalinga Institute
of Industrial Technology (KIIT), menjemput saya di Bandara Biju Patnaik dengan
sebuah mobil cukup mewah.
Belum
ada lini penerbangan internasional langsung ke Orissa. Dengan demikian, saya
harus berjam-jam transit di Bandara Delhi yang sangat melelahkan.
Asketisme
Sampai
jam itu saya belum dikenalkan dengan nama asketik Hindu yang fenomenal itu,
otak dari semua proyek kemanusiaan yang mungkin hanya dia seorang saja di muka
Bumi ini dalam makna asketisme: tak terbayangkan di tengah aset proyek ratusan
juta dollar AS. Sebuah aset yang tidak akan diwariskan kepada keluarga,
melainkan untuk publik, seperti yang ia tegaskan kepada saya.
Dalam
perjalanan ke Hotel Trident, Prasad memberi saya beberapa informasi tercetak
tentang KIIT, Kalinga Institute of Social Sciences (KISS), dan tentang Samanta.
Di hotel secara selintas saya membaca informasi itu, termasuk sosok Samanta
yang beberapa jam kemudian datang menemui saya di kamar hotel.
Saya
terkejut bukan main, seorang humanis besar datang dengan baju putih lengan
panjang, celana jeans, dan sandal lusuh. Langsung saya berucap, ”Tak ada
gunanya Anda mengundang saya ke sini. Saya bukan siapa-siapa dibanding Anda.”
Dengan sikap penuh hormat sambil mengangkat kedua tangan ke dahi, Samanta
menjawab, ”Jangan berkata begitu.Saya mengagumi Anda.
”Terus
terang saya malu sekali karena dia tak punya alasan untuk mengagumi saya.
Syahadat usia dini tidak mengarahkan saya menjadi humanis yang berarti. Sewaktu
saya tanya tentang inti filosofinya, Samanta hanya menjawab, ”Untuk
membahagiakan orang lain.” Sebuah filosofi yang melawan sifat mementingkan diri
sendiri.
Hari
itu juga Samanta untuk kedua kalinya datang ke kamar saya. Pakaiannya tetap
saja tak berganti, itu-itu saja. Ia memberikan serangkai bunga berwarna merah,
lagi-lagi untuk menyatakan rasa hormat yang sebenarnya tidak patut saya terima.
Saya merasa kualitas spiritual saya jauh berada di bawah.
Sore
itu saya diajak keliling kota oleh pemuda Chitta Ranjan Panda, asisten liaison
officer (staf penghubung) Universitas KIIT. Kami mengunjungi Candi Surya,
peninggalan Kerajaan Kalinga, dan ke pantai melihat matahari terbenam dengan
mobil KIIT yang cukup mewah.
Sebaliknya
mobil Samanta yang sudah berusia 10 tahun tidak juga ditukar. Selasa 15
November pagi, saya diajak mengelilingi semua kampus KIIT dan KISS yang sedang
membangun gedung-gedung lain untuk pengembangan lebih lanjut.
Untuk
yang Miskin
Belum
berumur 20 tahun, KIIT dan KISS sudah tampil sebagai salah satu universitas
kelas dunia dengan 36.000 mahasiswa, termasuk mahasiswa asing. KISS dibangun
untuk mendidik anak-anak termiskin dari tingkat taman kanak-kanak sampai
perguruan tinggi. Ada 10.000 siswa dan mahasiswa miskin ditampung dan dididik
secara gratis oleh KISS.
Tuan
dan puan dapat membayangkan dana yang harus tersedia untuk menghidupi lautan
manusia papa itu. Samanta yang merasa hanya sebagai media Tuhan punya mimpi
untuk memberdayakan 2.000.000 anak miskin dalam beberapa tahun mendatang. KIIT
sekarang sudah punya 16 kampus, termasuk fakultas kedokteran dan fakultas
hukum, melengkapi fakultas lain dari berbagai cabang ilmu.
Gambaran
tentang sosok yang kita bincangkan ini belum lagi utuh sebelum tuan dan puan
mengikuti yang berikut ini. Samanta tetap membujang, tinggal di rumah sewaan,
berkantor di bawah pohon, dengan sebuah meja kuno dan beberapa kursi plastik.
Jika panas menerpa ”kan - tornya ”, ia bergeser ke sisi lain. Di sinilah dia
menerima tamu: presiden, menteri, gubernur, pemenang Hadiah Nobel, Hadiah
Magsaysay, pejabat KIIT/KISS, dan tokoh-tokoh dunia lainnya. Semua akan sampai
kepada kesimpulan: Samanta humanis yang belum ada duanya.
Pejabat-pejabat
KIIT dan KISS bekerja di ruangan ber-AC, mobil mewah, dan berdasi. Samanta
tetaplah Samanta, asketik Hindu. Di sebuah ruang di tempat tinggalnya, Samanta
pagi-sore bersemedi. Saya diajak menengok ruang ini.
Dua
kali dalam seminggu dia berpuasa. Dalam SMS-nya kepada saya tanggal 22
November, Samanta mengatakan akan tetap bertahan sebagai nabi orang miskin
dalam asketisme yang membuat saya merasa malu. Samanta adalah pengikut Mahatma
Gandhi, tokoh yang paling dikagumi pemikir sejarah AJ Toynbee.
Sore
hari 15 November, saya bersama tamu yuris dari Inggris, Prof J Martin Hunter,
dan dokter aktivis lingkungan, dr Shri Rajendra Singh, diminta berpidato di
depan 15.000 siswa dan mahasiswa miskin yang berdisiplin tinggi. Acara
berlangsung di lapangan terbuka kampus KISS.
Akhirnya,
tentu amatlah sulit bagi kita menjadi asketik seperti Samanta dengan karya
besarnya itu. Sekiranya kita mau hidup jujur dan lurus saja sudah lebih dari
cukup, pasti akan banyak sekali proyek pengentasan orang miskin yang dapat kita
laksanakan di Indonesia.
Mau
studi banding? Temuilah Samanta di KIIT dan KISS, tak perlu ke Yunani atau
negara industri lain. Jika memang mau menghalau kemiskinan dari bumi Nusantara,
halaulah secara sungguhan! ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar