Sabtu, 26 November 2011

Nabi Orang Termiskin (53)


Nabi Orang Termiskin

Ahmad Syafii Maarif, MANTAN KETUS UMUM PP MUHAMMADIYAH
Sumber : KOMPAS, 26 November 2011


Judul yang lengkap sebenarnya adalah ”Asketik Hindu Nabinya the Poorest of the Poor ”. Ini adalah artikel refleksi kesaksian saya atas realitas spiritual seorang asketik Hindu.

Asketik berarti sederhana ekstrem. Saya mendapat undangan dari seorang asketik spiritual untuk mengunjungi kota Bhubaneswar, Negara Bagian Orissa, India, 14-16 November 2011. Saya diajak menyaksikan proyek pendidikan, sosial, dan kemanusiaan dahsyat yang telah digelutinya sejak 20 tahun lalu.

Sosok itu bernama Dr Achyuta Samanta, lahir 20 Januari 1965. Ia berasal dari Desa Kalarabanka, salah satu tempat tinggal suku termiskin di negara bagian itu. Samanta yatim sejak berumur empat tahun. Ibunya yang kini 83 tahun tetap tinggal di desa, sementara saudara-saudaranya tak seorang pun mengikutinya.

Melalui perjalanan hidup yang sangat sulit, Samanta berhasil sekolah dan mendapatkan beasiswa untuk meraih sarjana kimia dari Universitas Utkal.
Aneh bin ajaib, ia melepaskan profesinya sebagai dosen dan kemudian beralih posisi menjadi nabinya ”the poorest of the poor” (kalangan termiskin di antara yang miskin). Nabi di sini hendaklah dipahami sebagai seorang pembebas dari ketertindasan: kasta, ekonomi, pendidikan, sosial, dan politik.

Tuan dan puan jangan kaget membaca kesaksian berikut dari saya (76) yang sudah bersyahadat sejak usia sangat dini. Senin 14 November pagi pukul 07.19, Dr Mahendra Prasad, Direktur Hubungan Internasional Universitas Kalinga Institute of Industrial Technology (KIIT), menjemput saya di Bandara Biju Patnaik dengan sebuah mobil cukup mewah.

Belum ada lini penerbangan internasional langsung ke Orissa. Dengan demikian, saya harus berjam-jam transit di Bandara Delhi yang sangat melelahkan.

Asketisme

Sampai jam itu saya belum dikenalkan dengan nama asketik Hindu yang fenomenal itu, otak dari semua proyek kemanusiaan yang mungkin hanya dia seorang saja di muka Bumi ini dalam makna asketisme: tak terbayangkan di tengah aset proyek ratusan juta dollar AS. Sebuah aset yang tidak akan diwariskan kepada keluarga, melainkan untuk publik, seperti yang ia tegaskan kepada saya.

Dalam perjalanan ke Hotel Trident, Prasad memberi saya beberapa informasi tercetak tentang KIIT, Kalinga Institute of Social Sciences (KISS), dan tentang Samanta. Di hotel secara selintas saya membaca informasi itu, termasuk sosok Samanta yang beberapa jam kemudian datang menemui saya di kamar hotel.

Saya terkejut bukan main, seorang humanis besar datang dengan baju putih lengan panjang, celana jeans, dan sandal lusuh. Langsung saya berucap, ”Tak ada gunanya Anda mengundang saya ke sini. Saya bukan siapa-siapa dibanding Anda.” Dengan sikap penuh hormat sambil mengangkat kedua tangan ke dahi, Samanta menjawab, ”Jangan berkata begitu.Saya mengagumi Anda.

”Terus terang saya malu sekali karena dia tak punya alasan untuk mengagumi saya. Syahadat usia dini tidak mengarahkan saya menjadi humanis yang berarti. Sewaktu saya tanya tentang inti filosofinya, Samanta hanya menjawab, ”Untuk membahagiakan orang lain.” Sebuah filosofi yang melawan sifat mementingkan diri sendiri.

Hari itu juga Samanta untuk kedua kalinya datang ke kamar saya. Pakaiannya tetap saja tak berganti, itu-itu saja. Ia memberikan serangkai bunga berwarna merah, lagi-lagi untuk menyatakan rasa hormat yang sebenarnya tidak patut saya terima. Saya merasa kualitas spiritual saya jauh berada di bawah.

Sore itu saya diajak keliling kota oleh pemuda Chitta Ranjan Panda, asisten liaison officer (staf penghubung) Universitas KIIT. Kami mengunjungi Candi Surya, peninggalan Kerajaan Kalinga, dan ke pantai melihat matahari terbenam dengan mobil KIIT yang cukup mewah.
Sebaliknya mobil Samanta yang sudah berusia 10 tahun tidak juga ditukar. Selasa 15 November pagi, saya diajak mengelilingi semua kampus KIIT dan KISS yang sedang membangun gedung-gedung lain untuk pengembangan lebih lanjut.

Untuk yang Miskin

Belum berumur 20 tahun, KIIT dan KISS sudah tampil sebagai salah satu universitas kelas dunia dengan 36.000 mahasiswa, termasuk mahasiswa asing. KISS dibangun untuk mendidik anak-anak termiskin dari tingkat taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi. Ada 10.000 siswa dan mahasiswa miskin ditampung dan dididik secara gratis oleh KISS.

Tuan dan puan dapat membayangkan dana yang harus tersedia untuk menghidupi lautan manusia papa itu. Samanta yang merasa hanya sebagai media Tuhan punya mimpi untuk memberdayakan 2.000.000 anak miskin dalam beberapa tahun mendatang. KIIT sekarang sudah punya 16 kampus, termasuk fakultas kedokteran dan fakultas hukum, melengkapi fakultas lain dari berbagai cabang ilmu.

Gambaran tentang sosok yang kita bincangkan ini belum lagi utuh sebelum tuan dan puan mengikuti yang berikut ini. Samanta tetap membujang, tinggal di rumah sewaan, berkantor di bawah pohon, dengan sebuah meja kuno dan beberapa kursi plastik. Jika panas menerpa ”kan - tornya ”, ia bergeser ke sisi lain. Di sinilah dia menerima tamu: presiden, menteri, gubernur, pemenang Hadiah Nobel, Hadiah Magsaysay, pejabat KIIT/KISS, dan tokoh-tokoh dunia lainnya. Semua akan sampai kepada kesimpulan: Samanta humanis yang belum ada duanya.

Pejabat-pejabat KIIT dan KISS bekerja di ruangan ber-AC, mobil mewah, dan berdasi. Samanta tetaplah Samanta, asketik Hindu. Di sebuah ruang di tempat tinggalnya, Samanta pagi-sore bersemedi. Saya diajak menengok ruang ini.

Dua kali dalam seminggu dia berpuasa. Dalam SMS-nya kepada saya tanggal 22 November, Samanta mengatakan akan tetap bertahan sebagai nabi orang miskin dalam asketisme yang membuat saya merasa malu. Samanta adalah pengikut Mahatma Gandhi, tokoh yang paling dikagumi pemikir sejarah AJ Toynbee.

Sore hari 15 November, saya bersama tamu yuris dari Inggris, Prof J Martin Hunter, dan dokter aktivis lingkungan, dr Shri Rajendra Singh, diminta berpidato di depan 15.000 siswa dan mahasiswa miskin yang berdisiplin tinggi. Acara berlangsung di lapangan terbuka kampus KISS.

Akhirnya, tentu amatlah sulit bagi kita menjadi asketik seperti Samanta dengan karya besarnya itu. Sekiranya kita mau hidup jujur dan lurus saja sudah lebih dari cukup, pasti akan banyak sekali proyek pengentasan orang miskin yang dapat kita laksanakan di Indonesia.
Mau studi banding? Temuilah Samanta di KIIT dan KISS, tak perlu ke Yunani atau negara industri lain. Jika memang mau menghalau kemiskinan dari bumi Nusantara, halaulah secara sungguhan! ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar