Senin, 21 November 2011

Biaya Lebih Besar dari Keuntungan Sosial


Mendulang Tambang di Kab. Muara Bungo :

Biaya Lebih Besar dari Keuntungan Sosial

Marzuki Usman, MANTAN KETUA UMUM ISEI
Sumber : SINAR HARAPAN, 21 November 2011


Kabupaten Muaro Bungo, Jambi, sekarang ini seperti di Amerika Serikat abad ke-19 zaman Gold Rush (Gila Emas). Pada masa itu banyak sekali warga negara Amerika Serikat yang bermukim di Pantai Timur hijrah ke Colorado (Amerika Tengah) dan California, Pantai Barat Amerika, untuk mengadu nasib dengan mendulang emas.

Bedanya, di samping dipenuhi para penambang emas tanpa Izin alias PETI, Kabupaten Muaro Bungo juga dikeroyok para penambang batu bara alias emas hitam. Dengan begitu banyaklah orang desa sontak menjadi orang kaya baru (OKB), ketika di tanahnya ditemukan cadangan emas atau batu bara.

Di Desa Rantau Pandan, tidak jauh dari Kota Muaro Bungo, ada beberapa juragan batu bara hilir-mudik mengendarai mobil jip mewah Hummer.

Ketika terbang dari Jambi ke Jakarta beberapa waktu lalu, penulis duduk sebaris dengan salah seorang juragan batu bara dari desa itu. Ketika penulis bertanya, ada berapa uang tunai yang Anda miliki? Jawab yang bersangkutan, “Kalau Rp 100 miliar, ada.”

Dalam hal penambangan batu bara ini, segelintir warga Kabupaten Muaro Bungo sudah menjadi OKB, tetapi banyak rakyat yang hidupnya di bawah garis kemiskinan dan sekarang ditambah lagi derita akibat penambangan batu bara dan emas.

Air Sungai Batang Bungo tercemar, warnanya sudah seperti air susu karena kadar air raksanya yang tinggi dan pada gilirannya akan menimbulkan bermacam-macam penyakit, seperti penyakit kulit, kanker, dan penyakit perut.

Tanah mengalami kerusakan sehingga harus diperbaiki agar bisa diusahakan lagi sebagai ladang pertanian. Demikian juga jalan-jalan negara, provinsi, kabupaten, bahkan jalan desa sehingga ongkos dan waktu untuk transportasi darat bertambah.

Sementara itu, beberapa rakyat yang telah menjadi OKB banyak yang meraup uang sebesar Rp 4,6 juta sehari. Ini jauh lebih besar dari gaji seorang presiden Republik Indonesia.

Perbedaannya, Presiden Republik Indonesia berusaha mengayakan dan membahagiakan rakyat Indonesia, sedangkan si OKB kebanyakan hanyalah memperkaya diri sendiri tanpa berpikir untuk membahagiakan rakyat. Bahkan, kalau ada rakyat yang protes, si OKB dan perusahaan-perusahaan penambang akan bersatu membungkam suara rakyat yang tertindas itu.

Dari perhitungan biaya sosial (social cost) dan keuntungan sosial (social benefit), terlihat bahwa keuntungan sosial seperti tempat-tempat rekreasi, tempat beribadah, jalan dan infrastruktur, relatif tidak kelihatan.

Yang banyak dirasakan rakyat Kabupaten Muaro Bungo justru penderitaan demi penderitaan. Artinya, biaya sosial lebih besar dari keuntungan sosialnya. Maraknya kegiatan pertambangan membuat sebagian besar rakyatnya lebih menderita, karena tidak mendapat manfaat langsung yang bisa mereka nikmati.

Hal ini menjadi lebih jelas lagi ketika diketahui juga bahwa pendapatan asli daerah (PAD) juga tidak meningkat dengan berarti, bila dibandingkan dengan alam yang sudah rusak luar biasa.
Untuk mengembalikan alam ke keadaan semula, tentulah diperlukan uang yang banyak. Hal ini sulit dikerjakan segera, karena masih banyak proyek-proyek lain yang juga harus diprioritaskan.

Akhirnya, untuk membuat keuntungan sosial lebih besar dari biaya sosial, rakyat perlu diberi pilihan lain untuk menjadi kaya, misalnya melalui pemberian tanah seluas 2 hektare per keluarga untuk kebun karet, kebun kelapa sawit, dan kebun tanaman-tanaman berkualitas ekspor.

Semoga saja niat memberi tanah untuk rakyat dapat segera dituntaskan oleh pemerintah SBY dalam waktu dekat.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar