Empat Krisis Global
Aris Ananta, SENIOR
RESEARCH FELLOW DI INSTITUTE OF SOUTHEAST ASIAN STUDIES SINGAPURA
Sumber
: SINDO, 29 November 2011
Dunia dalam kondisi yang tidak
menentu. Dalam waktu yang sama, kita semua menghadapi empat macam krisis
global, yang bermuara dari lokasi geografis yang berbeda-beda.
Krisis tampak berlangsung dengan
pelan, tapi makin lama empat krisis ini makin meluas dan mendalam. Kalau empat
krisis ini menjadi makin dalam dan terjadi bersamaan, kekacauan sosial dan
politik dapat terjadi,selain malapetaka dari bencana alam dan kemiskinan.
Siapkah kita menghadapi hal ini? Pertama, krisis utang pemerintah. Dimulai di
Eropa Barat, dengan amat besarnya utang pemerintah di beberapa negara. Krisis
ini telah menyebabkan digantinya perdana menteri Yunani dan Italia.
Krisis belum berhenti dan tampaknya akan meluas ke berbagai negara di Eropa.Krisis di Eropa ini dapat menular ke China,Jepang, Amerika Serikat, dan sebagian besar negara yang sangat mengandalkan pada perdagangan dan keuangan internasional.Akhirnya, krisis dapat meluas ke seluruh dunia seperti yang terjadi pada 2008–2009. Kedua, krisis politik terhadap pemerintah yang otoriter, yang sering dikenal dengan Arab Spring. Bermula di Tunisia, diikuti oleh Mesir,dan Libya,lalu meluas ke beberapa negara Arab lainnya.
Gema perlawanan masyarakat terhadap pemimpin otoriter yang telah berkuasa lama ini tidak hanya berdampak di negaranegara Arab, tetapi juga meluas ke negara otoriter lainnya, terutama yang pemimpinnya telah lama berkuasa. Negara otoriter di Asia telah terus memperhatikan apa yang terjadi di negara-negara Arab agar hal serupa tidak terjadi di negara mereka. Ketiga, krisis politik akibat kemuakan pada dominasi sektor keuangan, yang penuh dengan kegiatan spekulasi, dan ketimpangan ekonomi yang amat mencolok di negara demokratis dengan ekonomi yang sudah maju.
Bermula dengan Occupy Wall Street di Amerika Serikat.Orang mengkritik Wall Street, salah satu simbol utama keuangan dunia. Masyarakat marah terhadap kesombongan para pelaku sektor keuangan yang menikmati keuntungan yang luar biasa besarnya, tetapi mereka juga yang menjadi sumber hampir semua krisis keuangan. Gerakan “Occupy....” ini meluas ke berbagai daerah di Amerika Serikat dan bahkan di banyak negara kaya yang demokratis lainnya. Gerakan ini akan terus bergulir,bahkan diam-diam telah masuk ke negara kaya dengan sistem otoriter.
Keempat, krisis perubahan iklim. Tidak jelas dari mana krisis ini terjadi.Namun, konsumsi masyarakat sedunia terhadap barang dan jasa yang dihasilkan dengan input dan proses yang tidak ramah lingkungan amat mungkin merupakan sumber utama rusaknya lingkungan, dan perubahan iklim yang amat cepat. Berbagai bencana alam, termasuk yang karena ulah manusia, makin sering terjadi, memperparah berbagai kondisi yang memang sudah rawan bencana. Banjir besar yang berlangsung berbulanbulan di Bangkok dapat saja terjadi di kawasan lain di Asia Tenggara.
Dampak bagi Indonesia
Apa yang akan terjadi di Indonesia? Indonesia, seperti pada 2008–2009, tampaknya tak akan banyak terkena dampak krisis utang pemerintah ini. Perekonomian Indonesia banyak disumbang oleh konsumsi domestik.(Ada yang mengatakan, sebagian dari konsumsi domestik ini berasal dari praktik korupsi,walau belum ada penelitian ilmiah mengenai hal ini). Selain itu, kita juga beruntung bahwa sistem keuangan Indonesia belum berhasil terhubungkan dengan baik ke sistem keuangan internasional.
Indonesia juga beruntung, karena ekspor Indonesia belum terlalu berhasil,sehingga Indonesia tidak terlalu bergantung pada ekspor. Arab Spring juga tak akan banyak berdampak ke Indonesia, karena Indonesia telah melakukan hal ini pada 1998. Dampak ini dapat menjadi penting bila Indonesia kembali ke sistem otoriter.Gema gerakan Occupy Wall Street juga tak akan terasa penting di Indonesia, karena di Indonesia masyarakat menganggap wajar bahwa orang menjadi kaya raya bila bekerja di sektor keuangan, ikut dalam kegiatan spekulasi. Orang lebih suka membeli rumah dan tanah untuk menabung, daripada pergi ke bank untuk menabung.
Menyimpan uang di bank menyebabkan uang makin rendah nilainya karena harga-harga naik dengan pesat. Namun, perubahan iklim tak dapat dihindarkan oleh Indonesia. Bila banyak negara di dunia mengalami kekacauan politik karena Arab Spring, bila banyak negara lain mengalami ketidakstabilan politik yang bermula dari Occupy Wall Street, bila banyak negara mengalami kemerosotan ekonomi gara-gara utang pemerintah di Eropa, bila semua negara menderita dari perubahan iklim, Indonesia pun akhirnya akan mengalami dampak yang tidak menguntungkan. Ketika tsunami terjadi di Aceh, Nias, dan Sumatera Barat, ketika gempa bumi terjadi di Yogya, dan ketika banyak bencana alam lainnya terjadi, Indonesia mendapat bantuan yang banyak dari berbagai negara lain.
Kalau bencana alam makin sering terjadi di Indonesia, dan makin dahsyat, sementara itu negara-negara lain juga sedang mengalami kesulitan di masingmasing negara mereka, siapa yang akan membantu Indonesia? Selain itu, seberapa jauh konsumsi domestik dalam negeri akan bertahan, ketika iklim makin tidak bersahabat dengan kita? Semoga semuanya berjalan dengan baik.Sekadar renungan di akhir tahun. ●
Krisis belum berhenti dan tampaknya akan meluas ke berbagai negara di Eropa.Krisis di Eropa ini dapat menular ke China,Jepang, Amerika Serikat, dan sebagian besar negara yang sangat mengandalkan pada perdagangan dan keuangan internasional.Akhirnya, krisis dapat meluas ke seluruh dunia seperti yang terjadi pada 2008–2009. Kedua, krisis politik terhadap pemerintah yang otoriter, yang sering dikenal dengan Arab Spring. Bermula di Tunisia, diikuti oleh Mesir,dan Libya,lalu meluas ke beberapa negara Arab lainnya.
Gema perlawanan masyarakat terhadap pemimpin otoriter yang telah berkuasa lama ini tidak hanya berdampak di negaranegara Arab, tetapi juga meluas ke negara otoriter lainnya, terutama yang pemimpinnya telah lama berkuasa. Negara otoriter di Asia telah terus memperhatikan apa yang terjadi di negara-negara Arab agar hal serupa tidak terjadi di negara mereka. Ketiga, krisis politik akibat kemuakan pada dominasi sektor keuangan, yang penuh dengan kegiatan spekulasi, dan ketimpangan ekonomi yang amat mencolok di negara demokratis dengan ekonomi yang sudah maju.
Bermula dengan Occupy Wall Street di Amerika Serikat.Orang mengkritik Wall Street, salah satu simbol utama keuangan dunia. Masyarakat marah terhadap kesombongan para pelaku sektor keuangan yang menikmati keuntungan yang luar biasa besarnya, tetapi mereka juga yang menjadi sumber hampir semua krisis keuangan. Gerakan “Occupy....” ini meluas ke berbagai daerah di Amerika Serikat dan bahkan di banyak negara kaya yang demokratis lainnya. Gerakan ini akan terus bergulir,bahkan diam-diam telah masuk ke negara kaya dengan sistem otoriter.
Keempat, krisis perubahan iklim. Tidak jelas dari mana krisis ini terjadi.Namun, konsumsi masyarakat sedunia terhadap barang dan jasa yang dihasilkan dengan input dan proses yang tidak ramah lingkungan amat mungkin merupakan sumber utama rusaknya lingkungan, dan perubahan iklim yang amat cepat. Berbagai bencana alam, termasuk yang karena ulah manusia, makin sering terjadi, memperparah berbagai kondisi yang memang sudah rawan bencana. Banjir besar yang berlangsung berbulanbulan di Bangkok dapat saja terjadi di kawasan lain di Asia Tenggara.
Dampak bagi Indonesia
Apa yang akan terjadi di Indonesia? Indonesia, seperti pada 2008–2009, tampaknya tak akan banyak terkena dampak krisis utang pemerintah ini. Perekonomian Indonesia banyak disumbang oleh konsumsi domestik.(Ada yang mengatakan, sebagian dari konsumsi domestik ini berasal dari praktik korupsi,walau belum ada penelitian ilmiah mengenai hal ini). Selain itu, kita juga beruntung bahwa sistem keuangan Indonesia belum berhasil terhubungkan dengan baik ke sistem keuangan internasional.
Indonesia juga beruntung, karena ekspor Indonesia belum terlalu berhasil,sehingga Indonesia tidak terlalu bergantung pada ekspor. Arab Spring juga tak akan banyak berdampak ke Indonesia, karena Indonesia telah melakukan hal ini pada 1998. Dampak ini dapat menjadi penting bila Indonesia kembali ke sistem otoriter.Gema gerakan Occupy Wall Street juga tak akan terasa penting di Indonesia, karena di Indonesia masyarakat menganggap wajar bahwa orang menjadi kaya raya bila bekerja di sektor keuangan, ikut dalam kegiatan spekulasi. Orang lebih suka membeli rumah dan tanah untuk menabung, daripada pergi ke bank untuk menabung.
Menyimpan uang di bank menyebabkan uang makin rendah nilainya karena harga-harga naik dengan pesat. Namun, perubahan iklim tak dapat dihindarkan oleh Indonesia. Bila banyak negara di dunia mengalami kekacauan politik karena Arab Spring, bila banyak negara lain mengalami ketidakstabilan politik yang bermula dari Occupy Wall Street, bila banyak negara mengalami kemerosotan ekonomi gara-gara utang pemerintah di Eropa, bila semua negara menderita dari perubahan iklim, Indonesia pun akhirnya akan mengalami dampak yang tidak menguntungkan. Ketika tsunami terjadi di Aceh, Nias, dan Sumatera Barat, ketika gempa bumi terjadi di Yogya, dan ketika banyak bencana alam lainnya terjadi, Indonesia mendapat bantuan yang banyak dari berbagai negara lain.
Kalau bencana alam makin sering terjadi di Indonesia, dan makin dahsyat, sementara itu negara-negara lain juga sedang mengalami kesulitan di masingmasing negara mereka, siapa yang akan membantu Indonesia? Selain itu, seberapa jauh konsumsi domestik dalam negeri akan bertahan, ketika iklim makin tidak bersahabat dengan kita? Semoga semuanya berjalan dengan baik.Sekadar renungan di akhir tahun. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar