Senin, 07 Juni 2021

 

Kapitalis, Pelanggar Pasar Bebas

Kris Mada ; Wartawan Kompas

KOMPAS, 07 Juni 2021

 

 

                                                           

Perang teknologi antara Amerika Serikat dan China menunjukkan, tidak ada pasar bebas tanpa intervensi pemerintah. Washington dan Beijing sama-sama menunjukkan wajah kapitalisme dengan intervensi negara.

 

Di bawah Donald Trump maupun Joe Biden, AS tetap konsisten melancarkan perang teknologi dengan China. Di era Trump, Washington menekan sekutunya agar menolak akuisisi oleh perusahaan-perusahaan China terhadap perusahaan teknologi AS dan Eropa. Washington juga menekan sekutunya agar menolak perusahaan China dalam proses lelang pengembangan teknologi.

 

Selain alasan keamanan, AS menuding perusahaan China mendapat subsidi dan dukungan pendanaan lain dari Beijing. Dukungan pendanaan itu membuat perusahaan swasta dari negara lain tidak mampu bersaing dengan perusahaan China.

 

Washington dan sekutunya menuding China melanggar prinsip pasar bebas karena menggelontorkan subsidi besar-besaran untuk pengembangan teknologi. Para penganjur pasar bebas sangat anti pada segala bentuk subsidi.

 

Lewat inisiatif 150 miliar dollar AS yang digelontorkan beberapa tahun lalu, China memang menyalurkan subsidi. Tujuannya agar setidaknya 70 persen kebutuhan semikonduktor domestik bisa dipasok dari dalam negeri. Saat ini, China hanya bisa memenuhi 30 persen kebutuhan semikonduktornya dari pasokan domestik.

 

Namun, bukan hanya Beijing dan perusahaan teknologi China yang bermain-main dengan urusan subsidi. Uni Eropa dan AS juga melakukan hal sama.

 

Pada Maret 2021, Intel meminta subsidi 9,7 miliar dollar AS kepada Uni Eropa sebagai syarat agar produsen semikonduktor terbesar AS itu membangun pabrik di Uni Eropa. Pada 28 Mei 2021, Kongres AS menyetujui rencana Biden menggelontorkan subsidi 174 miliar dollar AS guna meningkatkan kapasitas produksi semikonduktor AS. Dana terbesar akan dikucurkan untuk riset, 120 miliar dollar AS.

 

Inisiatif ini diluncurkan setelah industri manufaktur AS lumpuh karena kelangkaan semikonduktor. Salah satu perusahaan otomotif AS, Ford, memperkirakan akan memangkas produksi hingga 1,1 juta unit sepanjang 2021. Hal itu membuat Ford kehilangan hingga 2,5 miliar dollar AS.

 

Pemangkasan produksi berarti pemangkasan jam kerja dan upah. Oleh karena itu, kekurangan pasokan semikonduktor menjadi perhatian khusus Biden, Presiden Perancis Emmanuel Macron, dan Kanselir Jerman Angela Merkel.

 

Mereka paham, keinginan memulihkan perekonomian akan sulit jika pabrik memangkas produksi. ”Masuk akal jika pemerintah bertindak. Hal ini akan menjadi masalah sampai setengah tahun ini,” kata Presiden American Automotive Policy Council AS Matt Blunt.

 

Tekanan

 

Pelanggaran prinsip pasar bebas oleh Washington dan sekutunya bukan hanya berupa subsidi. Pada 2019, AS menekan Belanda agar tidak mengizinkan ekspor mesin cetak semikonduktor ke China. Di masa Biden, tekanan untuk tidak mengekspor ke China diperluas ke Jepang.

 

Belanda dan Jepang nyaris memonopoli pasar mesin cetak semikonduktor. Tanpa mesin litografi buatan ASML Belanda atau Nikon serta Canon Jepang, nyaris mustahil mencetak semikonduktor generasi terbaru. AS-China sama-sama bergantung pada Belanda, Jepang, dan sejumlah negara lain untuk memasok mesin itu.

 

Karena peran pentingnya, Washington mengajak sekutunya tidak menjual mesin itu kepada Beijing. Rekomendasi larangan ekspor, antara lain, dibuat Komisi Keamanan Nasional untuk Kecerdasan Buatan (NSCAI) AS yang diketuai Eric Schmidt.

 

Sebelum jadi ketua komisi itu, Schmidt memimpin Google yang merupakan kapitalisme internet terbesar global. Sampai sekarang, Google tidak diizinkan beroperasi di China yang menjadi salah satu pasar digital terbesar dengan pengguna internet hampir 1 miliar orang.

 

Larangan kepada Google adalah bentuk penolakan pasar bebas dari Beijing. Sementara ajakan tidak mengekspor ke China adalah bentuk intervensi pasar bebas oleh Washington dan sekutunya.

 

Pemimpin ASML, Peter Wennik, mengeluhkan hambatan dagang tersebut. Pada 2020, ASML mendapatkan 2,76 miliar dollar AS dari ekspor ke China atau 17 persen dari pendapatan global ASML. Konsumen terbesar ASML adalah Taiwan Semiconductor Coorporation (TSMC). Hingga 31 persen pendapatan ASML pada 2020 didapat dari penjualan ke TSMC.

 

Seperti ASML, TSMC juga nyaris mendekati monopoli pada produk jadi semikonduktor. Bersama Micron Taiwan dan Samsung-SK Hynix Korea Selatan, TSMC memasok sedikitnya 80 persen kebutuhan semikonduktor global.

 

Bahkan, untuk semikonduktor berukuran di bawah 5 nanometer, TSMC nyaris dapat disebut pemain tunggal. Sebab, produsen lain tidak dapat memproduksi semangkus TSMC. Di jagat semikonduktor, semakin kecil ukuran, semakin mangkus kinerjanya. Semakin kuat semikonduktor, semakin canggih teknologi bisa diterapkan.

 

Pimpinan TSMC, ASML, Hynix, dan Samsung tentu sangat ingin menjual produk sebanyak-banyaknya kepada siapa pun yang mampu dan mau membeli. Mereka menerapkan ajaran dasar kapitalisme. Namun, wajah kapitalisme terkini ternyata jauh dari propagandanya. Intervensi negara justru makin agresif. ●

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar