Senin, 07 Juni 2021

 

Destinasi Kawasan Danau Toba Menunggu Dirigen Bertangan Dingin

Myra P Gunawan ; Anggota Tim Pelaksana ITM Kawasan Danau Toba 2018-2020

KOMPAS, 07 Juni 2021

 

 

                                                           

Sejak terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Kawasan Danau Toba telah diposisikan sebagai Kawasan Strategis Nasional dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan. Sebagai tindak lanjutnya, Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional Kawasan Danau Toba disusun dan diresmikan sebagai Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2014.

 

Selain PP tersebut, PP 50/2011 menetapkan Kawasan Danau Toba (KDT) sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN), bagian dalam Destinasi Pariwisata Nasional (DPN Medan-Toba dan sekitarnya). Pariwisata KDT dikaitkan dengan pintu gerbang internasional Kualanamu, Medan. Selain itu pembangunan kepariwisataan di kawasan KDT juga perlu diposisikan dalam konteks Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tujuh kabupaten dan RTRW provinsi.

 

Kemudian, pemerintah menetapkan KDT sebagai salah satu destinasi prioritas dalam rangka pengembangan 10 destinasi di luar Bali (2015), dan bahkan kemudian menetapkan KDT menjadi super-prioritas. Dibentuklah, Badan Otorita Pengelola Kawasan Pariwisata Danau Toba (BPODT) melalui Perpres 49/2016. Dalam posisi tersebut KDT melalui program kerja sama dengan Bank Dunia disusun Integrated Tourism Master Plan Kawasan Danau Toba 2020-2045 (ITMP- KDT).

 

Perencanaan terpadu untuk pengembangan kepariwisataan tersebut mencakup juga berbagai permasalahan: lingkungan, air bersih, sanitasi lingkungan, persampahan, sosial, kelestarian pusaka budaya, pengembangan kapasitas kelembagaan dan sumber daya manusia, transportasi maupun tata ruang, dengan fokus ke 31 kecamatan yang berbatasan langsung dengan Danau Toba. Pelaksanaan pembangunannya akan didukung oleh APBN, APBD, dan skema pinjaman Bank Dunia. Proses perencanaan berjalan sekitar 2 tahun dalam periode 2018-2020.

 

Sesaat sebelum penyusunan ITMP, KDT berkabung dengan suasana duka akibat kecelakaan kapal jenis roll on roll off (ro-ro) dalam perjalanan dari Simanindo-Samosir menuju Tuktuk-Simalungun, yang tenggelam bersama penumpangnya akibat pelanggaran praktik pengangkutan. Sebanyak 167 korban meninggal, 164 di antaranya sampai kini tak ditemukan. Tugu peringatan bagi para korban, di dekat pelabuhan Tigaras nanti akan dibuat taman, telah diresmikan pada Mei 2019.

 

Integrated Tourism Master Plan diawali dengan pemilihan skenario pengembangan. Skenario usulan Bank Dunia adalah konsentrasi pengembangan di empat Kawasan Wisata Utama, yaitu Parapat, Simanindo, Pangururan, dan Balige. Tim mengusulkan tambahan di utara, yaitu Merek di Kabupaten Karo dan di Barat Daya; Muara - Baktiraja di Kabupaten Tapanuli Utara dan Humbang Hasundutan.

 

Dengan mempertimbangkan berbagai aspek di luar pariwisata, yaitu lingkungan, tata ruang dan aspek lainnya; mobilitas penduduk, indeks iritasi, spekulasi lahan, perluasan layanan masyarakat dan lainnya, hasil penilaian menyimpulkan bahwa skenario pengembangan yang lebih tersebar dan tak terbatas kepada enam kawasan wisata utama merupakan alternatif yang lebih baik. Penyebaran mencakup wilayah 31 kecamatan sepanjang tepian danau.

 

Dari pertimbangan lingkungan, penyebaran tersebut diharapkan akan menjadi pendorong konservasi lingkungan. Kesempatan pengembangan produk wisata yang lebih luas dan pembagian beban serta pemerataan kesempatan bagi masyarakat serta pelestarian pusaka budaya, juga merupakan pertimbangan lain.

 

Dengan penyebaran ini, memang biaya infrastruktur menjadi lebih tinggi, tetapi skenario ini diperkirakan akan mengurangi dampak sosial dan beban lingkungan. Keenam kawasan wisata utama memiliki tema yang berbeda, untuk meningkatkan daya saing melalui diversifkasi maupun diferensiasi produk/pengalaman bagi wisatawan. Selain bahwa semua KWU memiliki geosite yang bervariasi jenisnya, Parapat dan sekitarnya diskenariokan untuk MICE dan rekreasi, Balige dikaitkan juga dengan Muara dan Baktiraja sebagai satu kesatuan jalur bagian selatan, dekat ke Bandara Silangit dan menyimpan jejak Si Singamangaraja XII.

 

Program reforestasi di Pulau Samosir merupakan salah satu usulan dalam ITMP, yang dikaitkan dengan voluntourism. Program reforestasi di luar kawasan (31 kecamatan dalam 7 kabupaten) diharapkan juga dilakukan dalam kaitan dengan RTRW provinsi maupun seluruh kabupaten terkait. Monyet yang berkeliaran di jalan menuju Parapat, merupakan indikasi gangguan terhadap habitatnya, pengembaliannya ke hutan juga merupakan salah satu program untuk keamanan wisatawan, meskipun sebagian justru menganggapnya sebagai daya tarik. ITMP KDT ini direncanakan diterbitkan dalam bentuk perpres.

 

Taman bumi

 

Dalam sidang Dewan Eksekutif UNESCO di Paris, 7 Juli 2020, KDT disetujui untuk ditetapkan sebagai UNESCO Global Geopark (UGG). Pengakuan yang membutuhkan proses panjang yang bertahap dan bersyarat, sejak pengusulannya tahun 2011 merupakan hasil perjuangan dan didasarkan atas komitmen pemerintah. Rencana Induk Geopark yang disepakati menjadi bagian dari persyaratan. Tinjauan lapangan tim UNESCO menelurkan berbagai persyaratan dan saran terkait dengan pengelolaan yang menjamin kelestarian lingkungan di kawasan Geopark KDT tersebut, serta manfaatnya bagi penduduk lokal.

 

Banjir di Parapat pada 13 Mei 2021 dan kecelakaan kapal sebelumnya mengingatkan kita bahwa pengembangan KDT sebagai destinasi pariwisata internasional dengan status sebagai UGG, menuntut efektivitas ketat dalam pelaksanaan penerapan berbagai peraturan. Diantaranya, adalah pelaksanaan program yang diindikasikan dalam Perpres 81/2014 tentang Rencana Tata Ruang KDT, maupun dalam RTRW Provinsi Sumatera Utara dan 8 kabupaten.

 

Selain itu, program usulan dalam ITMP yang perpresnya belum terbit, disertai pengawasan yang ketat dalam operasionalisasi. Tantangan besar tersebut membutuhkan kebersamaan antara semua pemangku kepentingan secara menyeluruh sampai ke berbagai desa wisata serta para akademisi, untuk mengubah pola pikir dan sikap terhadap perlindungan fungsi dan daya dukung lingkungan, mengambil langkah-langkah searah secara konsisten dan berkesinambungan, menuju kenormalan baru yang sesungguhnya.

 

Dalam proses penyusunan ITMP, dirasakan betapa pemerintah mempunyai harapan dan ambisi besar terhadap KDT sebagai destinasi super-prioritas untuk mendongkrak jumlah kunjungan, terutama wisatawan mancanegara. Padahal kunjungan wisatawan mancanegara sedang mengalami paceklik sejak dua puluhan tahun terakhir, sejak sebelum kehadiran Covid-19.

 

Dinamika wisatawan Nusantara lebih positif, dengan peningkatan wisatawan dari luar Sumatera Utara. Masalah infrastruktur dan akses serta kompetensi sumber daya manusia, yang selalu dijadikan alasan sebagai penghambat perkembangan destinasi pariwisata, akan tidak berarti sebelum masalah lingkungan teratasi.

 

Keamanan lingkungan, yang tak terbatas kepada longsor dan banjir, merupakan agenda super prioritas dalam masa kebangkitan, bersama dengan usulan ITMP terkait penyehatan ekosistem Danau Toba in-situ, yaitu kualitas air untuk kebutuhan masyarakat maupun perairan sebagai daya tarik wisata. Selain itu juga diusulkan dilakukan audit dan ‘penghijauan’ terhadap sarana pariwisata yang ada, yang sebagian cukup besar sudah kurang sehat dan tidak ramah lingkungan - sambil mendorong investasi untuk pembangunan yang baru.

 

Kawasan pariwisata yang menjadi wilayah otoritatif Badan Otorita Pengelola Danau Toba di Sibisa seluas 386,72 hektar juga sudah direncanakan secara khusus dalam Rencana Induk dan Rencana Detail Pengembangan dan Pembangunan Kawasan Pariwisata Danau Toba (di Sibisa) juga akan terganggu dengan masalah lingkungan di luar kawasan, seperti banjir. Walaupun kawasan wisata Sibisa bakal dapat dijangkau melalui udara, namun situasi sekitar dan di area perairan danau, tentu akan memengaruhi minat investor maupun wisatawan.

 

Dalam hal kepariwisataan juga ada Rencana Induk pengembangan Kepariwisataan Provinsi dan Kabupaten, sebagian sudah disahkan sebagai Peraturan Daerah masing-masing. Dapat dibayangkan betapa banyaknya (dokumen) perencanaan yang menyangkut kawasan Danau Toba, yang meliputi 8 kabupaten di provinsi Sumatera Utara, menanti pelaksanaan secara terarah dan terpadu, berkesinambungan.

 

Membenahi kekurangan

 

Meski ITMP disusun sebelum Covid-19, dalam skenario pengembangan, ITMP menetapkan tahap 2020-2025 sebagai fase kebangkitan; kemudian baru dilanjutkan dengan fase akselerasi (2025-2035) dan fase pemantapan (2035-2045). Pesan yang terkandung: sebelum memasuki tahap akselerasi, berbagai kekurangan harus lebih dahulu dibenahi.

 

Akselerasi hanya dimungkinkan kalau kondisi dasar sudah (di)beres(kan), termasuk berbagai sarana yang saat ini tidak memenuhi standar. Dengan pandemi Covid -19 yang hadir tepat pada awal tahap revival, beban untuk tahap kebangkitan ini menjadi makin berat, jauh melampaui protokol CSHE dan berbagai program standar lainnya. CSHE merupakan penerapan protokol kesehatan yang berbasis pada Cleanliness (Kebersihan), Health (Kesehatan), Safety (Keamanan), dan Environment Sustainability (Kelestarian Lingkungan).

 

Program prioritas ITMP dalam periode kebangkitan, mencakup antara lain: pemberdayaan SDM yang bersifat tailor made, pendidikan publik tentang lingkungan dengan aplikasi teknologi informasi, mobile house of learning untuk keliling dari satu desa ke desa lain, melanjutkan dan meningkatkan program rumah belajar yang sudah dirintis oleh wirausahawan sosial setempat, pembangunan suatu laboratorium air untuk memantau kualitas air danau secara rutin bersama dengan beberapa program lingkungan lain.

 

Laboratorium tersebut merupakan bagian ‘kecil’ dari program besar, yaitu  pemulihan ekosistem dan kualitas air danau, selain tentu saja program monitoring dan evaluasi dan pembentukan lembaga pengelola Danau Toba. Laboratorium merupakan bagian dari program monitoring.

 

Selain laboratorium juga diusulkan pengembangan pertanian lahan basah di tepian danau, ‘penaburan’ ikan untuk memakan kelebihan pakan ikan jaring apung yang mengganggu kualitas air, pertanian organik dan percontohan perikanan darat, sebagai bagian dari persiapan pengurangan keramba apung. Dalam laporan juga disebutkan bahwa pengelolaan Daerah Tangkapan Air Danau Toba mencakup pencegahan pembalakan liar, pengendalian kebakaran, reforestasi dan pengadaan biaya servis ekologi.

 

KDT ini juga menghadapi ancaman bahaya alam geologi, sehingga kemampuan Badan Penanggulangan Bencana perlu disiapkan dan ditingkatkan. Berlangsungnya kegiatan penambangan galian C, memenuhi kebutuhan pembangunan tanpa kendali yang ketat ditengarai mengganggu keutuhan lingkungan KDT sebagai UGG. Penambangan galian C, jaring apung dan sampah menjadi perhatian para penggiat lingkungan yang tak berhenti memperjuangkan kelestarian lingkungan, modal dasar pembangunan kepariwisataan.

 

Semoga musibah banjir dan kecelakaan yang lalu menjadi momentum introspeksi dan persiapan berbagai langkah strategis, menindaklanjuti permasalahan dan melaksanakan program penting, tidak sekedar menuju pemulihan menuju kondisi kepariwisataan pra Covid-19, namun untuk menyiapkan diri menghadapi tantangan untuk tahap akselerasi 2025-2035. Pekerjaan rumit, bersifat multi dimensi dan multi disiplin ini membutuhkan dirigen yang handal, kuat dan mumpuni untuk segera turun tangan memimpin orchestra yang harus dimainkan oleh berbagai kementerian dan para kepala daerah serta para pemangku kepentingan lain dengan berbagai program yang terpandu dan terpadu serta terkendali. ●

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar