Kita dan
Gadget
Candra Malik ; Musikus
|
TEMPO.CO,
10 Desember 2013
Kita bercengkerama tentang kemanusiaan sambil mencolek pucuk es krim
sebelum tenggelam ke dasar gelas dan menyendok cheescake. Dengan gadget
terbaru, ada saja momen menarik yang bisa dikabarkan pada dunia. Kita kini
pemotret ulung. Semua harus tahu bahwa ada dua kakak-adik duduk di emper
jalan, yang kita temukan dari balik kaca kedai berkelas, yang di daun
pintunya bergantung papan bertulisan "pengamen dilarang masuk".
Asap
mengepul, menelusup ke relung-relung paru-paru siapa pun di sana, juga
mereka yang di ruang dengan penyejuk udara karena pintu dibuka-tutup melulu
oleh lalu-lalang orang. Di dalam situ, mungkin mereka juga ngobrol hal-hal
yang kurang lebih sama, mungkin soal alangkah baik jika bumi bebas dari
asap rokok. Entah apakah mereka menyinggung soal bahaya freon AC dan efek
rumah kaca bagi kehidupan. Di sini, segala tema bercampur aroma aneka
santapan dan parfum, pun gairah hedon kita.
Sambil
memesan menu tambahan, kita membahas tema terbaru tentang para pengemis
yang ternyata berpenghasilan lebih besar daripada gaji eselon ataupun
partikelir. Kita semakin yakin bahwa belas kasih kepada orang-orang yang
tampak melarat itu salah alamat. Lebih baik dana sedekah dipercayakan
kepada organisasi-organisasi yang konon nirlaba itu-dan memiliki akses
langsung ke loket pahala dan surga. Bisa minta nama kita dicantumkan.
Remaja
sekarang tak seperti kita dulu. Mereka memotret kecepatan mobil. Ini jelas
saja tak bisa kita lakukan. Bukan karena kita tak punya nyali. Menjawab
pesan pendek di telepon seluler saja sudah menyita banyak waktu. Tangan
kita cuma dua, yang satu harus fokus memegang setir, yang satu lagi masih
harus sibuk memencet tombol-tombol di gadget. Kita sama: tak terlalu suka
pada sopir. Tarif tutup mulutnya terlampau mahal, kan?
Seandainya
mengajak sopir, bagaimana bisa kita jumpa di jam kantor begini?
Rahasia-rahasia pejabat saja bocor ke penyelidik korupsi gara-gara para
sopir bisa dibeli, apalagi rahasia kita? Belum lagi kalau sopir mengadu ke
istri kita di mana kita tidur siang, bisa berabe. Bahkan kita harus
memikirkan ulang untuk tidak dulu ke rumah kos eksekutif yang sudah tahunan
kita sewa. Musim berita hari-hari ini sedang tak bagus untuk reputasi dan
karier kita.
Pun
harus berhenti dulu mengutip kata-kata mutiara, terutama yang bersajak dan
berima. Berhenti dulu berlagak flamboyan, merayu, bersikap manis, dan
bersilat lidah pada kenalan-kenalan dalam pergaulan. Kita kadangkala juga
harus ingat betapa kita sudah berumur. Sudah waktunya mulai merencanakan
pembangunan rumah ibadah untuk umat agar kesalehan sosial kita dikenang dan
darma tidak terputus. Sekaligus untuk mencuci uang kotor.
Jangan
terlalu pelit juga menaruh satu-dua lembar duit kertas lusuh di meja kedai.
Kita harus tahu berterima kasih kepada pramusaji yang sedari tadi sabar
kita goda. Besok, kita lanjutkan obrolan lagi di kafe lain, ya. Harus
tentang tema yang sedang panas. Dari mencampuri urusan rumah tangga orang
lain, misalnya, siapa tahu kita bisa menulis blog dan memenangi lomba
kepedulian. Tidak perlu terlalu perhatian pada tik-tok politik parlemen dan
Istana. Mereka sama saja.
●
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar