Setelah menunggu lama,
akhirnya Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono memiliki akun jejaring
sosial Twitter dengan nama @SBYudhoyono.
Konon niat untuk memiliki akun jejaring
sosial itu sudah lama direnungkan SBY, baik secara pribadi maupun
kelembagaan presiden. Juru Bicara Presiden J Pasha menyebutkan pilihan
kepada jejaring sosial Twitterland bukan sekadar latah atau Presiden
hendak ‘bernarsisria’ ala masyarakat Indonesia lainnya dengan berbagai
jenis jejaring sosial.
Hal itu semata-mata untuk membangun
komunikasi dengan seluruh rakyat Indonesia tanpa pandang bulu secara
online-interaktif. Selama ini telah banyak media komunikasi yang
dikembangkan Presiden Yudhoyono, tetapi jejaring sosial Twitter dinilai
‘mewakili’ suara kebanyakan rakyat Indonesia di samping jejaring sosial
lain seperti Facebook, Two, dan Hi5.
Diakui atau tidak, pengaruh jejaring
sosial di dunia maya memang telah mewabah ke semua relung kebutuhan
pribadi-pribadi manusia di berbagai belahan dunia. Presiden Amerika
Barack Obama ialah sosok figur global yang dapat disebut pemimpin dunia
pertama yang dipopulerkan, bahkan nasibnya diubah, berkat peran jejaring
sosial, seperti Facebook dan sejenisnya. Berawal dari seorang imigran
biasa yang tak pernah dipandang sebagai sosok yang memiliki kemampuan
memimpin bangsa sebesar Amerika, impian menjadi presiden negara adidaya
Amerika terwujud berkat jejaring sosial tersebut.
Cerita ‘sukses’ pemanfaatan jejaring
sosial memang amat ditentukan kondisi ‘mental sosial’ para penggunanya. Pakar
teknologi informasi dari Northern Illinois University, AS, Sigmund
Murray, dalam Beyond Unlimited Information
(2009), menyebutkan bahwa masyarakat-bangsa yang cerdas secara
komunikasi-informasi telah mengambil manfaat luar biasa atas perkembangan
jejaring sosial.
Hal itu terbukti tidak hanya mampu
mendongkrak aset dan laju investasi di berbagai bidang, tetapi juga
menjadi media marketing yang amat mujarab.
Sebaliknya, jejaring sosial yang tumbuh
subur dalam masyarakat-bangsa dengan mental ‘cekak’, alias terbelakang
secara teknologi, tidak hanya menjadi media perusakan mental sosial,
tetapi juga menjadi media paling produktif dalam memicu kekacauan,
konflik, kekerasan, fitnah hingga trigger
disharmoni pribadi dan sosialnya. Peluang itu, seperti disebutkan Murray,
bahkan jauh lebih mudah tumbuh subur jika dibandingkan dengan kemudahan
dan manfaat sosialnya.
Atas dasar demikian, di negara-negara
maju Asia Selatan seperti Jepang dan Korea, jejaring sosial melulu
dibatasi untuk kepentingan ‘individu’, tanpa melibatkan simbol, label,
dan wibawa kelembagaan, apalagi selevel pejabat negara/ pemerintahan.
Nah, berangkat dari hal demikian, launching
jejaring sosial `pribadi' Susilo Bambang Yudhoyono semestinya bukan
dijadikan sebagai `milik negara/pemerintah sah' seperti asumsi pihak
pemerintahan SBY selama ini. Namun, itu sekadar media pembantu presiden
dalam `membaca, memahami, dan menerapkan' prinsip-prinsip keterbukaan
informasi dan komunikasi di era digital selama ini.
Siap
Mental
Klarifikasi demikian menjadi penting dan
strategis dalam lingkaran Presiden Yudhoyono. Sebab diakui atau tidak,
jika seseorang telah `berani bermain-main' dalam dunia maya (digital surfing), ia harus
mempersiapkan mental `sosial' dengan bugil (naked information). Artinya, para pelaku dalam dunia maya
harus merelakan diri dan identitas pribadi mereka menjadi konsumsi publik
serta rela dicaci maki, dicemooh, bahkan dinistakan (Murray, 2009).
Karena itu, persiapan `mental' presiden
jauh lebih urgen dilakukan ketimbang sibuk mempersiapkan `jawaban'
sporadis dari para pembantunya. Hemat penulis, ada dua langkah mendesak
terkait persiapan mental Presiden ketika sudah berani memutuskan surfing di dunia maya semacam
jejaring sosial.
Pertama, sesuai fungsi dasar sebagai `jembatan pribadi', meskipun
berbagai isi jejaring sosial itu bernada `fitnah' dan caci maki', SBY
harus menerjemahkannya sebagai risiko politik dari sosok yang juga
kebetulan menjadi orang nomor satu di Indonesia.
Kedua, terkait dengan keberanian untuk
berselancar tanpa batas (borderless)
dalam jejaring sosial, regulasi dan aneka aturan protokoler dalam sistem
pemerintahan/kenegaraan juga harus berani ‘menyesuaikan diri’ dengan
lanskap jejaring sosial. Dalam level itu, UU atau regulasi negara,
seperti dalam KUHP/ KUHAP tentang ‘penghinaan’ dan ‘penistaan’ terhadap
presiden (selaku kepala negara dan pemerintahan) yang sedang digodok DPR
bersama pemerintah (Kemenkum dan HAM RI), harus diformat ulang dengan isu
aktual presiden membuka jejaring sosial pribadinya.
Tanpa langkah tersebut, kehadiran
Presiden Yudhoyono dalam jejaring sosial hanya akan melahirkan kisruh
komunikasi dan informasi yang pada gilirannya hanya akan menambah
‘kesibukan’ baru yang tak produktif bagi kerja dan kinerja SBY selaku
kepala negara dan pemerintahan serta ketua umum parpol.
Maksud hati hendak menyapa dengan lembut
rakyat Indonesia sepanjang waktu, justru yang diperoleh ialah aneka
kritik pedas yang tak jarang menciptakan disharmoni komunikasi.
Oleh karena itu, jejaring sosial presiden
harus dicegah ke arah penyebaran berita dan informasi ‘sampah’ (hoax),
seperti sekadar latah, informasi tanpa makna, dan basa-basi pengangguran.
Itu jelas butuh analisis kritis yang jujur dan adil dari para pembantu
presiden dan jajarannya. Jangan sampai sedikit-sedikit dimaknai
penghinaan atau pelecehan terhadap presiden! Justru yang harus dikembangterapkan
secara masif lewat jejaring sosial ialah agenda-agenda serta langkah
nyata Presiden Yudhoyono dalam merespons semua saran, kritik, dan masukan
dari rakyat langsung itu dengan lebih cepat, cekatan, dan tuntas. Pun
bukan sekedar jawaban `ngambang' normatif seperti jawaban asbun (asal
bunyi) di Twitterland rakyat kebanyakan selama ini.
Jadi, jadikan jejaring sosial Presiden
Yudhoyono itu sebagai media `kepastian' merespons harapan dan kebutuhan
publik Indonesia di berbagai bidang kehidupan berbangsa dan bernegara.
Diharapkan, Presiden tahu dan paham berita dan informasi langsung dari
tangan pertama (rakyat), dan selanjutnya segera meresponsnya dengan
kebijakan dan tindakan nyata sesuai kebutuhan dan harapan rakyat. So, selamat datang Pak Presiden ke
Twitterland yang penuh kebuasan itu! Siapkan mental Anda...! ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar