Selasa, 02 April 2013

Mencermati Spirit UU Ormas


Mencermati Spirit UU Ormas
Misbahul Ulum ;   Dosen Stebank Islam Mr Sjafruddin Prawiranegara Jakarta
SUARA KARYA, 02 April 2013


Pemerintah bersama DPR dalam waktu dekat ini akan segera mengesahkan rancangan undang-undang (RUU) ormas, yang sejak tahun 2000-an telah dilakukan berbagai persiapan dan penyesuaian. Pengesahan RUU ormas ini dinilai semakin penting mengingat kebebasan yang berkembang selama ini telah mulai mengganggu HAM.

Pro-kontra pun muncul mewarnai pengesahan RUU ini. Disatu sisi banyak masyarakat yang menunggu RUU ini segera disahkan agar menjadi payung hukum bagi ormas untuk melakukan aktivitasnya, Namun, disisi lain tak sedikit pula kelompok yang menyuarakan penolakan karena menilai RUU ormas terlalu membatasi hak kontitusional seseorang untuk berkumpul dan berserikat serta membuka peluang intervensi pemerintah atas ormas.

Setidaknya, dalam beberapa hari terakhir, demontrasi menentang disahkannya RUU ini terjadi berkali-kali di gedung DPR RI Jakarta. Para demonstran menuntut RUU ormas yang masih dibahas di DPR ini segera dibatalkan. Mereka menilai, RUU ormas hanya akan membatasi gerak seseorang untuk membentuk organisasi kemasyarakatan. Bahkan, lebih jauh akan memberikan keleluasaan bagi pemerintah untuk melakukan tindakan represif kepada ormas. Terlepas dari pro-kontra, ide dan spirit RUU ormas sesyngguhnya adalah upaya untuk menjaga keutuhan dan stabillitas NKRI dari intervensi asing. Selain itu, juga upaya pemerintah untuk memberdayakan ormas secara lebih baik melaui berbagai fasilitas. Mulai dari fasilitas kebijakan, penguatan kelembagaan, hingga bantuan pembiayaan kegiatan ormas. Dengan RUU inilah nantinya pemerintah bisa menyusun program nasional pemberdayaan ormas dengan memberikan bantuan pendanaan bagi ormas melalui APBN.

Penolakan dari berbagai kelompok atas RUU ini sebenarnya adalah ketakutan yang berlebihan. Sebab, hanya berkutat pada persoalan hak konstitusional seseorang yang nantinya terbatasi oleh undang-undang. Selain itu RUU ini juga dianggap bertentangan dengan hak asasi manusia yang menuntut jaminan kebebasan berserikat tanpa intervensi negara. Akhirnya muncul argumentasi bahwa jika RUU ini disahkan hanya akan merampas kebebasan seseorang dalam berserikat, berkumpul, dan berorganisasi, serta membuka peluang bagi negara untuk melakukan intervensi, bahkan represi.

Berkaitan dengan kekebasan warga negara itu, RUU ormas memang membatasi hak dan kebebasan warga negara, akan tetapi pembatasan itu tetap didasarkan pada UUD 1945 yakni Pasal 28 J ayat 1 dan 2 yang menyatakan bahwa setiap orang wajib menghormati hak asasi orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dalam menjalankan hak dan kebebasannya itu, setiap orang wajib tunduk pada pembatasan yang ditetapkan oleh UU dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain.

Jika melihat pasal di atas, memang ada pembatasan atas kebebasan seseorang. Akan tetapi pembatasan itu bertujuan untuk melindungi hak dan kekebasan orang lain. Sebab, jika tidak diatur dengan benar maka seseorang bisa melakukan hal-hal yang merugikan orang lain dengan dalih hak dan kebebasan yang melekat pada dirinya. Demikian pula sebaliknya.

Pada titik inilah kebebasan perlu dibatasi. Bukan untuk membungkam dan menekan, tetapi untuk menghargai hak dan kebebasan orang lain. Kebebasan harus dimaknai secara utuh. Kebebasan bukan berarti bebas melakukan segala hal. Disaat yang bersamaan ada hak dan kebebasan orang lain yang perlu untuk dijaga kebebasannya.

Jika RUU ini dianalisis lebih dalam, ada beberapa poin penting yang justru sangat dibutuhkan demi terciptanya perubahan ormas ke arah yang lebih baik. Pertama, ide RUU Ormas ini sebenarnya adalah untuk perbaikan kelembagaan ormas. Hal itu tercermin dalam RUU Ormas Bab XIII tentang pemberdayaan ormas, yang menegaskan bahwa pemerintah memiliki tanggungjawab untuk meberikan layanan kebijakan, penguatan kelembagaan hingga penghargaan yang meliputi tanda penghargaan, bantuan pendidikan dan pelatihan serta insentif pengembangan organisasi. Pada titik inilah ormas yang benar-benar menjalankan program pengembakan kemasyarakatan justru akan merasa terlindungi dan terbantu oleh pemerintah. Selain itu, penataan sistem informasi ormas (Bab XIII pasal 38) juga turut membendung munculnya ormas abal-abal yang hanya akan menggangu stabilitas negara.

Kedua, RUU ormas ini dirancang untuk mencegah intervensi asing dan sekaligus menjaga keutuhan NKRI. Ide ini tercermin dalam pasal XIV RUU ormas tentang ormas asing. Dalam pasal ini dijelaskan bahwa ormas asing yang boleh berkegiatan di Indoensia adalah ormas asing yang telah berbadan hukum asing atau yang tercatat di negara yang memiliki hubungan diplomatik dengan Indonesia.

Hal ini tentu sangat bernilai positif bagi stabilitas negara. Sebab, hanya ormas asing yang sejalan dengan negara Indonesia yang bisa berkegiatan di Indonesia. Ini juga, sekaligus menutup jalan bagi ormas abal-abal yang selama ini berafiliasi dengan asing untuk mengobok-obok kedaulatan NKRI.
Selain itu, ada aturan main yang juga mengatur perihal pendanaan Ormas asing. Yakni setiap lembaga asing atau lembaga nasional yang berafiliasi asing harus melaporkan dananya kepada pemerintah dan juga mengumumkannya melalui media massa. Hal ini selain menunjukkan prinsip tansparansi, juga dimaksudkan untuk mencegah intervensi asing dalam mengarahkan opini publik melalui ormas-ormas yang ada.

Namun, RUU ini tampaknya masih belum difahami secara utuh oleh masyarakat. Padahal RUU ini dibuat sebenarnya dengan semangat untuk terus memupuk demokrasi dan mendorong agar kebebasan berkumpul, berserikat serta menyatakan pendapat sejalan dengan kemaslahatan masyarakat. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar