Kamis, 25 April 2013

Membelah Kesatuan Regionalisme ASEAN


Membelah Kesatuan Regionalisme ASEAN
Rene L Pattiradjawane ; Wartawan Kompas
KOMPAS, 24 April 2013

  
Sejumlah negara dunia selama ini terkesima dengan laju pertumbuhan yang dialami negara-negara anggota ASEAN. Pertumbuhan di kawasan ASEAN terus terjadi saat ada penurunan pertumbuhan di Amerika Serikat akibat krisis keuangan 2008 yang belum selesai; penurunan laju pertumbuhan ekonomi negara-negara BRICS, yaitu Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan; melemahnya sektor manufaktur China beserta penurunan target pertumbuhan; serta kebangkitan Abenomics di Jepang yang melemahkan kurs mata uang yen.

Para pemimpin negara-negara ASEAN dalam konferensi tingkat tinggi di Bandar Seri Begawan, Brunei, mulai hari ini diharapkan mampu mengantisipasi persoalan global yang berdampak regional, terutama terkait persoalan keamanan di Laut China Selatan, kebijakan poros Washington mereposisi kembali kekuatannya di Asia, dan perumusan Komunitas Ekonomi ASEAN (AEC) pada akhir 2015.

Dari situasi global pada umumnya, kita mulai melihat adanya persoalan struktural dalam ekonomi BRICS, dimulai dengan menurunnya pertumbuhan Rusia dan India ataupun penurunan drastis Brasil yang diperkirakan hanya tumbuh 2 persen dari sebelumnya sempat 7 persen dan 5 persen.
Hal itu bercampur dengan persoalan pemulihan ekonomi mengatasi krisis keuangan di AS dan krisis zona euro. Dikhawatirkan, ASEAN akan terkontaminasi berbagai persoalan keuangan dunia.

Ada dua faktor yang menjadi perhatian kita. Pertama, melihat kebijakan poros AS melakukan perimbangan ulang di kawasan Asia, kita cemas masalah ini hanya terfokus dan lebih berat pada masalah keamanan dan tidak memadai dalam mengembangkan kerja sama ekonomi.

Kedua, ada upaya AS dalam merumuskan perimbangan ulang di bidang ekonomi menggunakan strategi ”adu domba” ketika Presiden Barack Obama meluncurkan inisiatif yang disebut sebagai E3 (US-ASEAN Expanded Economic Engagement) sebagai kerangka baru kerja sama ekonomi.
Ini menjadi pilihan membingungkan karena E3 seolah menjadi kerja sama ekonomi yang dirancang Washington sebagai pakta perdagangan ”kelas dua” di luar Kemitraan Trans-Pasifik (TPP) yang sedang dibahas.

Gagasan E3 diluncurkan pada KTT ASEAN di Phnom Penh, Kamboja, tahun lalu, sebagai upaya memfasilitasi perdagangan dan pergerakan barang lintas batas dan mendorong investasi. Gagasan E3 menunjukkan kebuntuan AS dalam memformulasikan perimbangan baru ekonomi di kawasan yang paling dinamis di dunia saat ini.

Selama ini sudah ada mekanisme inisiatif perdagangan ASEAN-AS dalam perjanjian yang disebut Trade and Investment Framework Agreement dalam pembicaraan tahunan ASEAN. Akibatnya, E3 menjadi rancu dan kita melihatnya sebagai upaya memecah belah kesatuan kerja sama ekonomi dan perdagangan ASEAN, khususnya terkait dengan mekanisme perdagangan bebas ASEAN-China. Usaha yang sia-sia!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar