Hari Minggu, 14 April 2013,
hanya sehari sebelum ujian nasional untuk SMA/SMK dan MA dilaksanakan
pada hari Senin, 15 April 2013, pemerintah, dalam hal ini Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh, mengumumkan, pelaksanaan UN untuk
SMA/SMK dan MA di 11 provinsi di wilayah Indonesia tengah diundur hingga
Kamis (18/4).
Ke-11 provinsi itu adalah
Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan,
Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Bali, Nusa
Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Ada sebanyak 1,1 juta siswa yang
akan mengikuti UN di 11 provinsi tersebut.
Mohammad Nuh mengemukakan,
perubahan jadwal itu disebabkan naskah soal belum sampai di 11 provinsi
itu. ”Itu murni masalah teknis. Ada
di percetakan. Peristiwa ini force majeure yang harus segera dicarikan
solusinya. Kami berharap masyarakat dapat memahami,” ujarnya.
Adapun di 22 provinsi lainnya,
UN untuk SMA/SMK dan MA tetap dilaksanakan sesuai jadwal semula, 15-18
April 2013. Kecuali di beberapa sekolah di Provinsi Sumatera Utara yang
belum memperoleh naskah soal.
Mengenai keterlambatan kedatangan
naskah soal UN di 11 provinsi itu, menurut Nuh, karena salah satu
percetakan tidak menyelesaikan pekerjaan sesuai waktu yang ditetapkan. Ia
menegaskan, ada enam percetakan pemenang tender yang mencetak naskah soal
UN. Sebanyak lima perusahaan sudah mendistribusikan naskah soal, tetapi
satu perusahaan belum mendistribusikannya. Masalahnya, satu perusahaan
percetakan itu, PT Ghalia Indonesia Printing, bertanggung jawab untuk
mencetak naskah soal UN dan mendistribusikannya ke 11 provinsi.
”Pencetakan naskah soal UN untuk 11 provinsi yang dilakukan PT
Ghalia Indonesia Printing yang berlokasi di Bogor sudah selesai, tetapi
ada kendala teknis dalam memasukkan naskah soal ke dalam boks sesuai
dengan sekolah tujuan,” ujar Nuh.
Pertanyaannya, mengapa Nuh baru
mengumumkan penundaan UN SMA di 11 provinsi itu pada H-1, atau satu hari
sebelum pelaksanaan UN. Padahal, menurut Ketua Badan Standar Nasional
Pendidikan (BSNP) M Aman Wirakartakusumah, sesuai prosedur standar
operasional, naskah soal jenjang pendidikan menengah seharusnya sudah
siap pada H-3. Untuk SMP dan sederajat pada H-6.
Ternyata, Nuh baru mendapatkan
laporan mengenai adanya ketidakberesan pada H-5. Hari Kamis (11/4),
Kepala BSNP dan Kepala Badan Litbang Kemdikbud Khairil Anwar Notodiputro
melaporkan adanya keterlambatan di percetakan milik PT Ghalia. Malamnya,
Nuh menghubungi KSAU untuk meminta bantuan pengiriman. Pesawat TNI AU pun
segera disiapkan. Namun, ternyata naskah soal sudah selesai dicetak, tapi
belum dimasukkan ke dalam boks sesuai dengan sekolah tujuan.
Melihat PT Ghalia tidak
mempunyai cukup orang untuk memasukkan naskah soal ke dalam boks sesuai
dengan tujuan sekolah, Nuh—yang berkunjung ke percetakan yang berlokasi
di Bogor itu—kemudian meminta bantuan 200-400 mahasiswa IPB. Namun,
melihat lambatnya proses memasukkan naskah soal UN ke dalam boks itu, Nuh
yakin pekerjaan itu tak dapat selesai pada waktunya.
Memasukkan naskah soal UN ke
dalam boks sesuai dengan sekolah bukanlah hal mudah mengingat ada 20 set
soal yang harus dipisah-pisahkan dan dikirimkan ke sekolah yang berbeda.
Di masa lalu, hanya lima variasi soal yang harus dipisah-pisahkan. Namun,
untuk mengurangi kebocoran dalam pelaksanaan UN SMK kali ini, soal
ditambah menjadi 20 variasi soal.
Hari Minggu, 14 April 2013, Nuh
mengundang BSNP rapat untuk mencari solusi. Pilihannya hanya dua, menunda
pelaksanaan UN SMA di seluruh provinsi (33 provinsi) atau hanya menunda
pelaksanaan UN SMA di 11 provinsi. Akhirnya dipilih untuk menunda di 11
provinsi. ”Kami pilih yang paling
kecil,” ujar Nuh.
Namun, persoalan tidak berhenti
di situ. Ternyata kertas naskah soal pun tidak sesuai dengan permintaan.
Kertas soal yang seharusnya adalah HVS 70 gram, tetapi yang digunakan HVS
40 gram sehingga kertas mudah robek saat siswa memperbaiki isian, dan jawaban
tidak dapat dipindai mesin. Untuk mengatasi itu, jawaban diperiksa secara
manual, yang tentunya rawan kesalahan.
Ternyata Meleset
Bukan itu saja, pada Kamis, 18
April 2013, UN untuk SMA/SMK dan MA di 11 provinsi juga tidak dapat
dilaksanakan secara serentak karena ada beberapa wilayah yang belum
mendapatkan kiriman naskah soal, antara lain di Sulawesi Utara,
Kalimantan Timur, dan Nusa Tenggara Timur. Akibatnya, diputuskan untuk
kembali menunda UN SMA. Ada pula wilayah yang telah menerima kiriman naskah
soal, tetapi jumlahnya tidak sesuai dengan jumlah siswa yang ada sehingga
naskah soal terpaksa difotokopi. Terdapat juga naskah soal yang tidak
sesuai dengan mata pelajaran yang diujikan pada hari itu.
Amburadul, kacau, dan tidak
profesional adalah kata yang paling tepat untuk mewakili penyelenggaraan
UN SMA 2013 ini. Hal itu diakui oleh Nuh. Ia menyatakan bertanggung
jawab. Namun, ia tidak menyebutkan seperti apa bentuk
pertanggungjawabannya itu.
Penyebab kekacauan itu bisa
macam-macam. Akan tetapi, pada saat ini yang terpenting bukan hanya
mencari penyebabnya, dan siapa yang bertanggung jawab, melainkan
memikirkan bagaimana kekacauan itu dapat ditebus.
Dalam kaitan itulah, pengunduran
diri Mendikbud bukan merupakan pilihan. Yang lebih penting adalah memikirkan
bagaimana mengurangi dampak buruk kekacauan UN SMA itu bagi siswa SMA/SMK
dan MA. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar