Jumat, 19 April 2013

Curhat Unas Siswa SMA


Curhat Unas Siswa SMA
Gusti Indira Vikanaswari Peserta Unas dari SMA Negeri 1 Denpasar
JAWA POS, 19 April 2013
  

Kegaduhan terjadi karena penundaan pelaksanaan ujian nasional (unas) untuk sekolah menengah atas (SMA). Saya sebagai siswi kelas XII yang tinggal di daerah yang terkena kebijakan penundaan tersebut merasa terpanggil untuk dapat angkat bicara secara langsung, guna menyuarakan aspirasi hati nurani saya.

Memang telah menjadi kesadaran bersama bahwa tanggung jawab siswa adalah belajar, belajar, dan terus membelajarkan diri. Kami selaku siswa disebut-sebut sebagai generasi muda harapan pembangunan bangsa ke depan. Bangsa yang besar ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya. Kami adalah bagian dari generasi muda itu yang akan mendedikasikan diri untuk kemajuan bangsa di masa mendatang.

Terkait dengan pelaksanaan unas sebagaimana siswa lainnya, saya pun tetap giat belajar untuk mencapai persiapan yang optimal sebelum pelaksanaan unas dimulai. Bahkan, jauh-jauh hari saya telah belajar keras untuk dapat meyakinkan diri bahwa saya akan bisa lulus dengan nilai yang memuaskan. Saya ingin dapat diterima di fakultas kedokteran untuk dapat mewujudkan cita-cita saya sebagai seorang dokter.

Saya sangat menyadari untuk bisa lulus unas 2013 ini memang tidak mudah, mengingat pemerintah telah menerapkan aturan yang sangat ketat dengan keberadaan 20 paket soal yang berbeda. Kemandirian dalam pengerjaan soal memang tampak sangat ditekankan oleh pemerintah untuk meminimalkan kecurangan-kecurangan dalam praktik pengerjaan unas, baik oleh siswa maupun pihak-pihak lain yang berpotensi melakukan kecurangan tersebut.

Info Simpang Siur 

Saya memang telah sangat siap dengan segala konsekuensi peraturan tersebut. Termasuk 20 paket soal dan peraturan-peraturan lain sudah secara jelas diterangkan oleh sekolah. Namun, kekhawatiran saya muncul ketika mendapat SMS dari teman teman-teman pada H-2, menjelang tengah malam pada Sabtu (13/4) yang meminta untuk mengecek jadwal perubahan unas terbaru. 

Dari informasi online saya dapatkan pengumuman bahwa unas tingkat SMA di daerah saya, Bali, diundur menjadi Rabu. Spontan saya terkejut dan tidak percaya atas pengumuman mendadak yang sangat tidak masuk akal tersebut. Namun, saya kembali diyakinkan dengan SMS kedua yang muncul sebagai pengumuman bahwa seluruh siswa berkumpul pada Minggu pagi untuk mendapatkan informasi terkait teknis pelaksanaan unas terbaru dari sekolah.

Berdasarkan pengumuman pihak sekolah pada Minggu pagi disampaikan penundaan unas menjadi Rabu karena berkaitan dengan permasalahan teknis. Itu adalah perkembangan ter-update yang saya terima pagi itu. Namun, alangkah terkejutnya ketika Minggu sore saya mendapatkan SMS terbaru bahwa unas di daerah saya akan dimulai secara pasti pada Kamis. 

Ada beberapa hal yang menjadi perhatian saya terkait kejadian ini. Saya selaku siswa yang menjadi objek kebijakan merasa sangat dirugikan dengan kejadian tersebut. Terus terang, setelah pengumuman perubahan beruntun tersebut, konsentrasi saya menjadi buyar dan secara psikologis mental saya down. Hal ini juga menjadi keluh kesah teman-teman di sekolah. Bahkan, teman dari sekolah lain juga mengirimkan SMS yang mengungkapkan nada kekesalan dan kekecewaan mereka atas ketidakprofesionalan yang ditunjukkan oleh pemerintah. Pemerintah telah mengorbankan perasaan dan mental kami selaku anak bangsa.

Kami Dituntut Profesional 

Parahnya lagi, setelah saya mengikuti pemberitaan di media, ternyata kondisi yang kami rasakan juga dialami anak-anak SMA di 11 provinsi di Indonesia. Bahkan, di beberapa daerah ada siswa yang tidak mendapatkan pengumuman yang pasti, sehingga mereka tetap datang ke sekolah pada Senin untuk mengikuti unas. 

Saya sebagai anak bangsa yang merasakan langsung dampak kebijakan spontan yang tidak profesional tersebut merasa miris membayangkan kondisi bangsa saat ini. Pemerintah menuntut kami agar bisa profesional, mandiri, dan belajar secara sungguh-sungguh. Sementara, pemerintah sendiri tidak bisa memberikan contoh profesionalisme dan kesungguhannya kepada kami. Terlepas dari apa pun dalih yang disampaikan pemerintah, saya sebagai anak bangsa sangat tidak dapat memaklumi kejadian tersebut. Namun, apa boleh buat, nasi telah menjadi bubur. 

Saat ini yang dapat kita lakukan hanyalah belajar dari peristiwa yang telah terjadi. Pemerintah hendaknya benar-benar merenungkan dan memetik hikmah dari peristiwa yang sangat memalukan tersebut. Faktanya, kejadian itu telah sangat mencoreng citra pemerintah, khususnya Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang justru bertanggung jawab terhadap kualitas pendidikan Indonesia. 

Jangan sampai peristiwa serupa terulang kembali kepada adik-adik kami di jenjang pendidikan sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah dasar (SD) yang secara berturut-turut akan memulai unas pada 22 April dan 6 Mei 2013. Apa pun alasannya, hal tersebut tidak boleh terulang kembali. Cukup kami saja, anak-anak SMA di 11 provinsi, yang menjadi korban. Semoga anak-anak bangsa yang lain dapat mengikuti pelaksanaan unas dengan tenang tanpa beban psikologis seperti kami. Mohon doa restu. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar