Kegaduhan terjadi karena penundaan pelaksanaan ujian nasional (unas) untuk
sekolah menengah atas (SMA). Saya sebagai siswi kelas XII yang tinggal di
daerah yang terkena kebijakan penundaan tersebut merasa terpanggil untuk
dapat angkat bicara secara langsung, guna menyuarakan aspirasi hati
nurani saya.
Memang telah menjadi kesadaran bersama
bahwa tanggung jawab siswa adalah belajar, belajar, dan terus
membelajarkan diri. Kami selaku siswa disebut-sebut sebagai generasi muda
harapan pembangunan bangsa ke depan. Bangsa yang besar ditentukan oleh
kualitas sumber daya manusianya. Kami adalah bagian dari generasi muda
itu yang akan mendedikasikan diri untuk kemajuan bangsa di masa
mendatang.
Terkait dengan pelaksanaan unas
sebagaimana siswa lainnya, saya pun tetap giat belajar untuk mencapai
persiapan yang optimal sebelum pelaksanaan unas dimulai. Bahkan,
jauh-jauh hari saya telah belajar keras untuk dapat meyakinkan diri bahwa
saya akan bisa lulus dengan nilai yang memuaskan. Saya ingin dapat
diterima di fakultas kedokteran untuk dapat mewujudkan cita-cita saya
sebagai seorang dokter.
Saya sangat menyadari untuk bisa lulus
unas 2013 ini memang tidak mudah, mengingat pemerintah telah menerapkan
aturan yang sangat ketat dengan keberadaan 20 paket soal yang berbeda.
Kemandirian dalam pengerjaan soal memang tampak sangat ditekankan oleh
pemerintah untuk meminimalkan kecurangan-kecurangan dalam praktik
pengerjaan unas, baik oleh siswa maupun pihak-pihak lain yang berpotensi
melakukan kecurangan tersebut.
Info
Simpang Siur
Saya memang telah sangat siap dengan
segala konsekuensi peraturan tersebut. Termasuk 20 paket soal dan
peraturan-peraturan lain sudah secara jelas diterangkan oleh sekolah.
Namun, kekhawatiran saya muncul ketika mendapat SMS dari teman
teman-teman pada H-2, menjelang tengah malam pada Sabtu (13/4) yang
meminta untuk mengecek jadwal perubahan unas terbaru.
Dari informasi online saya dapatkan pengumuman bahwa
unas tingkat SMA di daerah saya, Bali, diundur menjadi Rabu. Spontan saya
terkejut dan tidak percaya atas pengumuman mendadak yang sangat tidak
masuk akal tersebut. Namun, saya kembali diyakinkan dengan SMS kedua yang
muncul sebagai pengumuman bahwa seluruh siswa berkumpul pada Minggu pagi
untuk mendapatkan informasi terkait teknis pelaksanaan unas terbaru dari
sekolah.
Berdasarkan pengumuman pihak sekolah pada Minggu
pagi disampaikan penundaan unas menjadi Rabu karena berkaitan dengan
permasalahan teknis. Itu adalah perkembangan ter-update yang saya terima pagi itu.
Namun, alangkah terkejutnya ketika Minggu sore saya mendapatkan SMS
terbaru bahwa unas di daerah saya akan dimulai secara pasti pada Kamis.
Ada beberapa hal yang menjadi perhatian
saya terkait kejadian ini. Saya selaku siswa yang menjadi objek kebijakan
merasa sangat dirugikan dengan kejadian tersebut. Terus terang, setelah
pengumuman perubahan beruntun tersebut, konsentrasi saya menjadi buyar
dan secara psikologis mental saya down. Hal ini juga menjadi keluh kesah
teman-teman di sekolah. Bahkan, teman dari sekolah lain juga mengirimkan
SMS yang mengungkapkan nada kekesalan dan kekecewaan mereka atas
ketidakprofesionalan yang ditunjukkan oleh pemerintah. Pemerintah telah
mengorbankan perasaan dan mental kami selaku anak bangsa.
Kami
Dituntut Profesional
Parahnya lagi, setelah saya mengikuti
pemberitaan di media, ternyata kondisi yang kami rasakan juga dialami
anak-anak SMA di 11 provinsi di Indonesia. Bahkan, di beberapa daerah ada
siswa yang tidak mendapatkan pengumuman yang pasti, sehingga mereka tetap
datang ke sekolah pada Senin untuk mengikuti unas.
Saya sebagai anak bangsa yang merasakan
langsung dampak kebijakan spontan yang tidak profesional tersebut merasa
miris membayangkan kondisi bangsa saat ini. Pemerintah menuntut kami agar
bisa profesional, mandiri, dan belajar secara sungguh-sungguh. Sementara,
pemerintah sendiri tidak bisa memberikan contoh profesionalisme dan
kesungguhannya kepada kami. Terlepas dari apa pun dalih yang disampaikan
pemerintah, saya sebagai anak bangsa sangat tidak dapat memaklumi
kejadian tersebut. Namun, apa boleh buat, nasi telah menjadi bubur.
Saat ini yang dapat kita lakukan hanyalah
belajar dari peristiwa yang telah terjadi. Pemerintah hendaknya
benar-benar merenungkan dan memetik hikmah dari peristiwa yang sangat
memalukan tersebut. Faktanya, kejadian itu telah sangat mencoreng citra
pemerintah, khususnya Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang justru
bertanggung jawab terhadap kualitas pendidikan Indonesia.
Jangan sampai peristiwa serupa terulang
kembali kepada adik-adik kami di jenjang pendidikan sekolah menengah
pertama (SMP) dan sekolah dasar (SD) yang secara berturut-turut akan
memulai unas pada 22 April dan 6 Mei 2013. Apa pun alasannya, hal
tersebut tidak boleh terulang kembali. Cukup kami saja, anak-anak SMA di
11 provinsi, yang menjadi korban. Semoga anak-anak bangsa yang lain dapat
mengikuti pelaksanaan unas dengan tenang tanpa beban psikologis seperti
kami. Mohon doa restu. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar