Minggu, 14 April 2013

Cantrik Janaloka (Akhlak II)


Cantrik Janaloka (Akhlak II)
Sarlito Wirawan Sarwono  Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia
KORAN SINDO, 14 April 2013
  

Saya yakin tidak banyak orang yang pernah mendengar nama Cantrik Janaloka dalam dunia perwayangan. Namanya kalah populer dari Gatotkaca (alias Bambang Tutuka yang dijadikan nama pesawat produksi PT Dirgantara Indonesia), 

Srikandi (wanita kesatria sakti-mandraguna, istri Arjuna) dan Arjuna (suami Srikandi, merangkap suami 40 wanita lain, playboy Mahabarata yang jauh lebih perkasa dari Eyang Subur yang beristri 9). Tetapi dalam pakem wayang purwa, ada lakon tersendiri tentang cantrik satu ini. Cantrik (dalam kosakata sekarang: santri), dalam wayang, adalah seorang yang sedang belajar ilmu spiritual pada seorang begawan di sebuah pertapaan. 

Dalam lakon “Cantrik Janaloka” si cantrik yang bernama Janaloka ini sedang berguru kepada seorang begawan bernama Sidik Wacana di pertapaan Andong Sumawi. Begawan ini punya putri cantik bernama Endang Manuhara yang pernah dinikahi oleh Arjuna (tuh, playboy kan?) dan dari hasil pernikahan itu lahir dua dara kembar, Endang Pergiwa dan Endang Pergiwati (dalam bahasa Jawa, nama Endang selalu perempuan, dalam bahasa Sunda selalu laki-laki). 

Pada suatu hari, kedua dara cantik ini ingin menemui ayahnya yang playboy itu di Kerajaan Madukara. Maka, BegawanSidik Wacana memanggil cantriknya yang paling tepercaya, Janaloka, untuk mengantarkan kedua cucunya mengingat perjalanan ke Madukara cukup jauh dan berbahaya (waktu itu belum ada busway). 

Namun, sebelum berangkat, sang Begawan berpesan pada cantrik agar jangan sampai dia menyentuh, apalagi mengganggu kedua putri jelita itu. Maka, cantrik Janaloka yang setia itu pun mengangkat sumpah bahwa ia akan mematuhi semua titah Begawan dan bila melanggar dia akan terkena kutukan kehausan dan kelaparan sepanjang perjalanan dan akhirnya mati dibantai massa yang beringas, seperti pencopet yang tertangkap basah dan dihajar massa. 

Namun apa daya, di tengah perjalanan, di hutan yang sepi, Janaloka tak kuat melihat betis mulus dan dada ranum kedua cucu bosnya itu, berahinya pun muncul (adegan berikutnya disensor!). Akibatnya, sontak sepanjang perjalanan Janaloka tidak bisa makan-minum. Semua air kering waktu akan diminumdansemuabuahhilang dari pepohonan. 

Janaloka sangat menderita dan pada ujung perjalanan ketiga orang ini bertemu dengan rombongan prajurit Kurawa yang sedang mencari cewek-cewek untuk dijadikan pagar ayu di sebuah perkawinan di Istana Astinapura. Untung, Endang Pergiwa dan Endang Pergiwati berhasil diselamatkan oleh Gatotkaca dan Abimanyu (anaknya Arjuna dari istri yang lain lagi), tetapi Janaloka tertangkap oleh laskar Kurawa dan tewas dicincang oleh pasukan yang sedang beringas itu. Akhlak dari cerita ini adalah janganlah melanggar sumpah yang kita ucapkan sendiri. 

Mogok di Busway, Sopir Nissan March Hajar Transjakarta.” Headline tersebut saya kutip dari sebuah media online pada 10 April 2013. Kutipan selanjutnya, “Peristiwa ini berawal saat pengemudi Nissan March bernomor polisi B 1468 BOT sedang mengganti ban di jalur busway. Hal itu menyebabkan bus Transjakarta koridor IX jurusan Pluit-Pinang Ranti bernopol B 7250 IV, yang dikemudikan Marlinda (perempuan) tak dapat melintas. 

Pengemudi mobil sedan dan pramudi bus Transjakarta itu pun terlibat cekcok mulut. Tiba-tiba, pengemudi Nissan marah dan memecahkan kaca bus Transjakarta dengan menggunakan kunci roda. Marlinda mengalami luka di wajah karena terkena serpihan kaca bus yang pecah. Dia lalu dilarikan ke ruang poliklinik Mapolres Jakarta Barat untuk mendapatkan perawatan.
Ada persamaan antara cerita wayang cantrik Janalodra dengan sopir Nissan March, yaitu keduanya melanggar akhlak. Janaloka melanggar akhlak karena melanggar sumpahnya dan mencoba menggagahi cucu gurunya sendiri, sedangkan pengemudi Nissan March melanggar akhlak yang paling dasar dalam kehidupan bermasyarakat. Dia sudah salah (melanggar hukum) dengan menyerobot jalur yang bukan haknya, dia juga marah-marah pada sopir bus Transjakarta (dia yang salah, kok malah dia yang marah?), dan yang paling utama, dia melukai pramudi bus yang kebetulan perempuan.
Tetapi apakah bos pengemudi Nissan March akan menemukan hukum karmanya seperti cantrik Janaloka? Mungkin sekali tidak! Dalam cerita wayang, dewatalah yang menghukum Janaloka, tetapi di Provinsi DKI Jakarta, Allah Swt tidak memberikan hukuman bayar kontan seperti itu. Apalagi polisi. Berita tersebut berhenti hanya sampai si pengemudi Nissan March digelandang ke kantor polisi. Bagaimana urusan selanjutnya? No news, yang berarti good news buat si pelaku yang tidak berakhlak itu.
Jadi, memang gonjang-ganjingnya di negeri kita belakangan ini lebih karena banyaknya perbuatan yang melanggar akhlak, bukan melanggar hukum. KPK, polisi, dan kejaksaan, bahkan polisi kanun di Aceh hanya mengurus pelanggaran hukum, termasuk hukum syariah, bukan pelanggaran akhlak. 

Jadi siapa yang mengurus akhlak? Tidak ada! Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan, dua kementerian yang seharusnya mengurus pembinaan akhlak melalui agama dan pendidikan, malah dipenuhi dengan oknum tak berakhlak. Orang tua yang seharusnya menanamkan nilai-nilai akhlak malah membuat anaknya stres sehingga bunuh diri (takut UAN, misalnya), atau sebaliknya, anak justru melawan, menyerang, bahkan membunuh orang tua. 

Penerbitan sertifikat tanah ganda atau izin operasi atas sebidang tanah oleh instansi-instansi yang berbeda-beda, sehingga menyebabkan tawuran di lapangan, mungkin tidak melanggar hukum, tetapi melanggar akhlak. Agama mengajarkan akhlak, tetapi umatnya lebih suka berdebat tentang syariah atau fikih, sehingga muncul perbedaan-perbedaan, sekte-sekte, yang menyebabkan mereka saling berperang dan saling membunuh untuk membela keyakinan masing-masing, tetapi akhlak yang menjadi intinya agama malah dilupakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar