Akhir
pekan lalu sebuah media menceritakan tentang pertemuan Menteri BUMN
Dahlan Iskan bersama Direktur Utama PT Hutama Karya Tri Widjajanto,
dengan Bupati Bogor Rahmat Yasin.
Pertemuan itu
membicarakan rencana pembangunan waduk di Ciawi guna mengurangi potensi
banjir di Jakarta. Pembangunan waduk tersebut diperkirakan butuh dana Rp4
triliun–5 triliun. Jika waduk itu dibangun, banjir di Jakarta dapat
dikurangi hingga 30%. Sebagai kompensasinya, BUMN tersebut akan mengelola
air waduk itu. Pertemuan di atas merupakan hasil pemikiran di luar pakem
(out of the box) karena pada
umumnya pembangunan waduk adalah domain Kementerian Pekerjaan Umum.
Namun,
pemikiran tersebut didasarkan pada tingkat kecepatan eksekusi dari
pembangunan proyek jika ditangani oleh BUMN dibandingkan dengan jika
pemerintah yang membangunnya. Birokrasi, prosedur yang ruwet akhirnya
memang memunculkan berbagai hambatan yang mengakibatkan lambatnya
eksekusi sebuah proyek. Keluhan ini dengan ndremimil (diucapkan berulang-ulang) dilakukan oleh Jokowi
baru-baru ini mengenai hambatan pembangunan MRT yang harus terhambat oleh
“prosedur, birokrasi, prosedur,
birokrasi, prosedur, birokrasi dan seterusnya.”
Saya
yakin Hutama Karya sudah memiliki hitungan komersial pada saat mereka
memutuskan untuk melakukan pendekatan kepada Bupati Bogor. Pengelolaan
air yang akan disalurkan sebagai air baku jelas memiliki potensi bisnis
tersendiri. Kendati demikian, upaya tersebut akhirnya mampu memutus
lingkaran proses yang sangat panjang dengan suatu pendekatan bisnis yang
memungkinkan eksekusi dilakukan secara cepat. Istilahnya Jokowi, begitu
disetujui langsung cor beton. Munculnya Tri Widjajanto pada akhirnya juga
memunculkan jawara baru di BUMN.
Dalam
beberapa tahun terakhir memang mencuat namanama yang kemudian berkembang
menjadi jawara-jawara BUMN yang luar biasa. Bahkan dengan usia yang masih
muda, kontribusi mereka bagi pembangunan negara masih panjang. Peran
mereka sebagai role model akhirnya menarik kaderkader yang baru untuk
mengikuti jejak mereka sehingga semakin lama semakin banyak lagi para
jawara yang bermunculan. Karena itu, kalau beberapa nama dimunculkan di
sini, itu tidak berarti daftar panjang tersebut berhenti sampai di sini.
Masih banyak
jawarajawara lain yang namanya belum begitu mencuat di media, namun
memiliki kontribusi yang besar bagi pengembangan BUMN yang dipimpinnya
dan ujung-ujungnya juga sumbangsih mereka kepada negara ini. Emirsyah
Sattar jelas memiliki kualifikasi sebagai orang yang tampil sebagai
jawara BUMN. Lama berkecimpung di dunia perbankan, akhirnya Emirsyah
ditunjuk sebagai direktur keuangan Garuda pada saat presiden direkturnya
Abdulgani. Setelah sempat jeda sebentar, bintang Emirsyah melambung pada
saat beliau memimpin perusahaan penerbangan pelat merah tersebut.
Dengan
strategi quantum leap, akhirnya terjadi suatu transformasi besar-besaran
di perusahaan penerbangan ini. Dari sebuah perusahaan yang sangat sering
mengalami kerugian, Garuda akhirnya tampil sebagai sebuah perusahaan yang
mengantongi keuntungan di atas Rp1 triliun pada 2012, di saat perusahaan
penerbangan di kawasan ASEAN justru sedang kerepotan. Akhirnya bahkan
mulai muncul fenomena hijrahnya pilot Malaysian Airlines dan Singapore
Airlines ke perusahaan penerbangan Indonesia karena semakin bersinarnya
hoki dari industri penerbangan Indonesia.
Garuda juga
berhasil menduduki peringkat “Perusahaan
Penerbangan Regional terbaik di Asia dan di Dunia” menurut Sky Trax
yang dikenal sebagai otoritas di bidang pemeringkatan tersebut. Dalam airshow di Langkawi baru-baru ini,
Garuda juga memperoleh penghargaan sebagai Perusahaan Penerbangan Terbaik
di ASEAN oleh Frost and Sullivan. Minggu lalu saya menulis tentang
kemajuan dunia perkeretaapian Indonesia. Dari sebuah perusahaan yang juga
selalu mengalami kerugian, PT Kereta Api Indonesia mengalami transformasi
besar sehingga banyak sekali kemajuan yang dicapai.
Tahun lalu PT
Kereta Api Indonesia memperoleh laba bersih sebesar Rp385 miliar, di
tengah minimnya subsidi dari pemerintah. Jika untuk angkutan barang PT
Kereta Api Indonesia pun harus membeli solar yang tanpa subsidi, harus
bersaing dengan truk-truk yang solarnya bersubsidi, toh PT kereta Api
Indonesia masih mampu memetik keuntungan sebesar itu. Adalah Ignasius
Jonan yang merupakan jawara dalam proses transformasi BUMN kereta api.
Jonan juga berpengalaman melakukan transformasi PT Bahana yang nyaris
bangkrut menjadi perusahaan sekuritas yang disegani.
Ternyata
tangan dinginnya memberikan begitu banyak manfaat bagi mereka yang setiap
hari harus bergulat dengan transportasi ke tempat kerja. Secara
diam-diam, PT Kereta Api Indonesia, melalui anak perusahaan PT Kereta
Commuter Jabotabek, mulai mewujudkan diri sebagai basis transportasi
massal Ibu Kota yang sudah lama kita tunggu. Pada transportasi laut, kita
juga melihat bangkitnya seorang jawara baru yaitu RJ Lino. Pelabuhan
Tanjung Priok yang selama 140 tahun baru mampu menangani 3 juta kontainer
setiap tahun, di tangan Lino mengalami transformasi sehingga meningkat
dua kali lipat dalam tiga tahun.
Untuk
mengejar keterbatasan kapasitas, RJ Lino akhirnya berjuang untuk
membangun pelabuhan Kalibaru menjadi New Priok. Guna pengembangan
pelabuhan tersebut Pelindo II juga merangkul operator-operator canggih
dunia untuk bekerja sama sehingga pada akhirnya pelabuhan Tanjung Priok
akan menjadi pelabuhan yang sangat besar dan mampu bersaing dengan
pelabuhan dunia lainnya.
Untuk
mengurangi biaya transportasi daratdanagarjangansampaiterjadi
kelambatan-kelambatan, Pelindo II yang dipimpinnya bekerja sama dengan PT
Jasa Marga dan PT KBN (Kawasan Berikat Nusantara) untuk mengembangkan
jalan tol khusus truk yang menghubungkan Pelabuhan Tanjung Priok dengan
kawasan industri di daerah Bekasi sampai Cikampek. RJ Lino
pulayangmengembangkankonsep Pendulum Nusantara yang memungkinkan
dicapainya penurunan biaya angkut dengan membangun beberapa hub
(pelabuhanbesar) diMedan, Batam, Tanjung Priok, Tanjung Perak, Makassar,
dan Sorong. Konsep tersebut dewasa ini sungguhsungguh mulai dikembangkan.
Di luar itu,
kita tentu mengetahui prestasi yang dihasilkan Karen Agustiawan yang
memimpin Pertamina maupun jawaranya jawara, yaitu Dahlan Iskan, yang
setelah sukses memimpin PLN akhirnya memimpin Kementerian BUMN itu
sendiri. Kita mengapresiasi kinerja dan prestasi para jawara kita,
sekaligus menunggu munculnya jawara-jawara baru. ●
|
wah bagus banget menambah pendapatan negara melaui peningkatan laba BUMN, namun sayangnya sering mengorbankan perut rakyat, seperti pembongkaran para pedagang stasiun di Jabotabek...tanpa ada solusi baik....
BalasHapus