Rabu, 13 Februari 2013

Merek Parpol dan Hubungan Konstituen


Merek Parpol dan Hubungan Konstituen
Saan Mustopa ;   Wakil Sekjen DPP Partai Demokrat,
Mahasiswa S-3 Ilmu Politik Universitas Indonesia
SINDO, 13 Februari 2013


Seorang konsumen yang membeli sebuah pakaian seringkali memperhatikan nama mereknya. Penampilan luar sebuah pakaian mencerminkan kualitas dan performa mereknya. 

Semakin bagus mereknya, semakin bagus pula kualitas pakaian itu sendiri. Jika ada merek bagus dan ternama ditempel di dalam pakaian kurang bagus, bisa jadi dalam hal ini mereknya palsu. Suatu merek jenis pakaian ternama akan dicerminkan dengan tingginya kualitas desain dan kualitas bahan pakaian luar itu.Antara nama merek yang sudah branded di pasar dengan kualitas desain dan bahan pakaian itu harus selaras. 

Jika tidak, pasti ada sesuatu yang tidak beres. Untuk kasus-kasus tertentu, ada juga konsumen membeli sesuatu bukan karena ingin memakai atau mengonsumsi “isi” produk tersebut. Bisa jadi mereka membeli suatu produk ternyata semata-mata mereka membeli produk tersebut hanya karena tertarik dengan desain luar dan karena alasan mereknya. Pembicaraan antara merek, desain produk, kualitas bahan sebuah produk, dan hubungannya dengan konsumen kalau kita analogikan produknya adalah institusi partai politik tidak akan jauh berbeda. 

Antara merek, desain, kualitas, dan hubungan yang terbangun atas jasa pelayanan partai politik terhadap konsumen tentu harus selaras dengan apa yang menjadi dasar ideologi, visi, misi, dan program-program yang selama ini dikampanyekan. Sebuah tagline iklan pencitraan partai politik adalah nafas penting yang mereprsentasikan apa yang menjadi keinginan, harapan, dan cita-cita sebuah partai politik. Yang kemudian sering menjadi masalah adalah hubungan dan kualitas hubungan antara konsumen dan institusi partai politik acapkali bermasalah. 

Hubungan komunikasi acapkali bersifat searah dan cenderung semata-mata berfokus pada pencitraan media lewat iklan bombastis. Fungsi iklan acapkali tidak merupakan bagian dari agenda pencerdasan dan pendidikan politik konsumen atau konstituen yang bersifat menjalin komunikasi dua arah. Hubungan komunikasi dan hubungan timbal balik yang seyogianya dibangun terus menerus baik yang terbangun secara formal maupun informal sering muncul hanya saat menjelang momen pemilu yang akan dilaksanakan. 

Hubungan antara yang mewakili dan diwakili hadir fluktuatif seiring dengan perubahan citra, komitmen, dan perubahan harapan yang terjadi pada lingkungan masyarakat. Termasuk perubahan komunikasi itu dipengaruhi ketika terjadi perubahan peta politik baik yang bersifat nasional maupun yang terjadi di daerah. Hubungan komunikasi yang baik antara yang mewakili dan siapa yang diwakili adalah diibaratkan hubungan dan eksistensi produk sebuah barang yang selalu hadir dan selalu disuplai terus-menerus oleh produsen. 

Produsen sebuah produk adalah ibarat institusi partai politik dan jajaran seluruh kader-kadernya baik yang menjadi pengurus maupun yang menjadi pejabat di lembaga pemerintahan (eksekutif) dan di lembaga perwakilan parlemen yang selalu terusmenerus memproduksi berbagai ide dan program yang bersifat prorakyat yang senantiasa menjadi kebutuhan masyarakat. Hanya, masalahnya, bagaimana memetakan peta aspirasi tersebut. 

Dalam konsep perwakilan, menurut Sansen Situmorang (2008), terdapat dua tipe yang dapat menjelaskan antara keterkaitan hubungan antara yang diwakili dan yang mewakili adalah sebagai berikut: Pertama, perwakilan tipe delegasi (mandat) memiliki konsep wakil rakyat terikat dengan keinginan rakyat yang di wakili. Bila wakil rakyat tidak sepaham dengan keinginan para pemilih,ia hanya memiliki dua pilihan yakni mengikuti keinginan para pemilih atau mengundurkan diri.

Sedangkan tipe yang kedua adalah tipe trustee (independen) berpendirian, wakil rakyat dipilih berdasarkan pertimbangan yang bersangkutan dan memiliki kemampuan mempertimbangkan secara baik (good judgement). Untuk itu, untuk dapat melakukannya, wakil rakyat memerlukan kebebasan dalam berpikir dan bertindak. Tipe perwakilan ini memiliki pemikiran bahwa para wakil rakyat memiliki tugas untuk memperjuangkan kepentingan nasional. 

Dalam konteks mengakomodasi kepentingan konstituen, saat ini posisi dan bargaining position konstituen semakin kuat.Lebih-lebih sistem pemilu proporsional terbuka membuat peta persaingan antarpartai politik dan antarcalon legislatif semakin kompetitif. 

Dengan sistem ini, seorang calon legislatif dituntut mampu mendapatkan dukungan suara terbanyak. Untuk mendapatkan dukungan suara terbanyak, seorang calon legislatif dipastikan harus sering datang berkunjung dan bersilaturahmi baik untuk memperkenalkan diri sebagai calon legislative maupun memperkenalkan partai politik yang mengusungnya. Hubungan antara siapa yang diwakili dan siapa yang mewakili pada akhirnya akan ditentukan oleh konstituen dan calon legislatif. 

Ketidakjelasan siapa yang mewakili dan siapa yang diwakili adalah potret gelap hubungan buruk di antara dua pihak tersebut. Apalagi jika modus untuk memenangkan pertarungan dan merebut suara dilakukan dengan cara-cara yang tidak fairness dan merugikan konstituen itu sendiri. 

Modus tersebut misalnya dengan melakukan money politic seperti melakukan “serangan fajar” yang dilakukan oleh tim suksesnya tanpa melakukan sosialisasi dan atau tanpa memperkenalkan calon legislatifnya. Pola hubungan komunikasi hanya dipahami dalam bentuk “serangan fajar” saat injury time dan setelah itu seorang calon legislatif tersebut saat menjadi anggota Dewan tidak pernah datang lagi. 

Jika pola komunikasi yang terjadi demikian, tidak salah pula jika ada pandangan bahwa anggota legislatif yang terpilih merasa tidak perlu memperjuangkan aspirasi konstituen di daerah pemilihannya manakala dia telah “membeli putus” harga per satu suara dengan money politic. Seyogianya hubungan yang mewakili dengan yang diwakili adalah hubungan kerja sama politik selama satu periode menjabat sebagai wakil rakyat dan selama partai politik yang menjadi kendaraannya dipercayai dan mendapat dukungan. 

Hubungan kerja sama politik yang baik dan komunikasi yang lancar antara dua pihak tersebut akan semakin memperjelas peta dukungan dan siapa pendukung loyal terhadap figur calon legislatif dan terhadap partai politik. Langkah itu akan semakin memperjelas siapa pendukung, partai politik semakin jelas siapa dan bagaimana “jenis kelamin” dan basis konstituen yang mendukung partainya. 

Semakin tahu siapa dan di mana basis pemilihnya,seorang wakil rakyat akan fokus dan bekerja keras untuk memperjuangkan aspirasi basis pemilihnya. Di samping itu, proses ideologisasi partai politik, pendidikan politik, dan pencerdasan wawasan konstituen akan semakin fokus dan terarah. Karena itu, kembali ke tema awal bahwa sebuah produk dengan merek dan kualitas bahannya yang terjaga baik, menurut hukum alam, akan mendapatkan tempat di hati konsumennya. 

Hal ini pun berlaku pula terhadap eksistensi partai politik yakni merek atau nama brandpartai politik akan mendapatkan perlakukan dan dukungan yang kuat manakala merek atau nama partai tersebut terbukti senafas dengan kenyataan dan harapan masyarakat. Untuk itu, tidak ada jalan lain,kecuali bagaimana caranya partai politik bisa bulat dan kompak memperkuat barisan dan melakukan komunikasi yang lancer didalam melakukan pendekatan dan penyerapan aspirasi masyarakat. 

Memperkuat barisan, menyamakan tujuan, dan menyelamatkan brand partai politik di masyarakat jauh lebih penting ketimbang memperbanyak perbedaan. Jauh lebih penting kita bersatu padu menggalang kekuatan, meningkatkan brand partai politik, dan membuat berbagai terobosan program agar rakyat menaruh kepercayaan terhadap partai politik. Dengan demikian, merek dan brand partai politik akan semakin tertanam kuat di benak konsumen saat setiap agen-agennya atau kader-kadernya mempraktikkan apa yang seharusnya dilakukan dalam memperkuat brand partai politik. 

Antara merek, brand, dan tagline iklan partai politik yang cerdas, santun, dan demokratis harus selaras diucapkan dan dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa menyelaraskan semua itu, konsumen atau konstituen yang cerdas dan terdidik bisa jadi akan semakin banyak yang meninggalkan kita. Semoga tidak terjadi. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar