SBY Akhirnya
Memimpin
Teten Masduki ; Sekretaris Jenderal Transparency
International Indonesia (TII)
|
KOMPAS, 10 Oktober 2012
Di luar dugaan khalayak ramai, Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono cukup berani mengambil sikap tegas dalam menyelesaikan
perseteruan antara Komisi Pemberantasan Korupsi dan Polri. Kebijakan itu,
antara lain (1) kasus simulator SIM ditangani oleh KPK; (2) proses hukum
penyidik Novel Baswedan tidak tepat dari segi waktu dan cara; (3) waktu
penugasan penyidik Polri di KPK akan diatur dalam peraturan pemerintah; (4)
revisi UU KPK kurang tepat dilakukan saat ini.
Secara substansial kebijakan yang diambil SBY
itu cukup menjawab persoalan yang dikeluhkan masyarakat bahwa seolah SBY
membiarkan proses pelemahan KPK oleh DPR dan polisi berlangsung.
Barangkali untuk sementara waktu ini bisa
menjadi pelipur emosi masyarakat yang terkoyak oleh kepongahan DPR dan polisi
yang melakukan perlawanan terhadap harapan masyarakat dalam pemberantasan
korupsi. Bisa jadi kalau SBY lebih cekatan mengambil kebijakan tersebut sejak
benih isu itu mencuat, tentu masalah perseteruan KPK dengan DPR dan polisi
tidak akan menjadi isu politik yang sedemikian ruwet.
Implementasi di Lapangan
Yang masih dikhawatirkan, pelaksanaan
kebijakan itu akan melahirkan masalah baru, sebab banyak kejadian di mana
kebijakan Presiden tidak serta-merta dipatuhi oleh jajaran aparat di bawahnya.
Selalu ada strategi menunda-nuda (buying time) sampai masyarakat lelah menuntut
atau jajaran aparat akhirnya hanya menjalankan perintah Presiden ala kadarnya.
Masih ingat, dalam kasus kriminalisasi
Bibit-Chandra, ketika SBY mengimbau agar kasus itu dihentikan, tetapi yang
terjadi malah dideponering oleh kejaksaan sehingga menjadi problem hukum yang
rumit. Atau pembangkangan polisi terhadap perintah SBY agar hasil pemeriksaan
rekening gendut sejumlah perwira polisi dibuka kepada publik.
Pembangkangan juga ditunjukkan terkait
permintaan SBY kepada polisi agar penganiayaan terhadap aktivis Indonesia
Corruption Watch (ICW), Tama S Langkun, diinvestigasi.
Masalahnya kemudian, kekecewaan masyarakat
mencuat kembali ketika Presiden tidak mengambil tindakan apa pun terhadap
aparatnya yang mengabaikan perintahnya.
Karena itu, barangkali belum waktunya gerakan
sosial antikorupsi mengendurkan pengawasan terhadap implementasi kebijakan
Presiden tersebut. Kita berharap Presiden juga berani tegas mencopot Kapolri
jika ia tidak menjalankan kebijakan itu.
Sesungguhnya sudah lama publik mengharapkan
SBY memenuhi janjinya untuk memimpin langsung agenda pemberantasan korupsi
sehingga masalah kepemimpinan dan koordinasi yang menjadi penyebab lambatnya
perbaikan di pemerintahan segera diatasi. Masyarakat juga ingin Presiden tampil
represif dalam berhadapan dengan elite predator yang terus berusaha
menggagalkan upaya pemberantasan korupsi.
Harus diakui selama ini ada sejumlah
kebijakan antikorupsi yang dikeluarkan SBY, tetapi tidak efektif karena kurang
direspons oleh kementerian dan kelembagaan. Pada masa SBY pula lahir Strategi
Nasional Pemberantasan dan Pencegahan Korupsi, sebuah rencana jangka menengah
dan panjang sehingga keberlanjutan kebijakan antikorupsi relatif bisa
dipertahankan, meskipun tentu implementasinya akan sangat diwarnai oleh dinamika
politik yang berkembang.
KPK adalah salah satu produk reformasi yang
relatif berhasil, meskipun belum memuaskan sehingga mendapat dukungan
masyarakat luas. KPK boleh dikatakan lahir dari gerakan sosial antikorupsi yang
telah lahir lebih awal. Maka, berbeda dengan pengalaman di Korea Selatan dan
Nigeria, ketika KPK-nya dibubarkan, masyarakatnya tidak marah.
Akan tetapi, di sini, setiap upaya pelemahan
KPK pasti akan mendapat perlawanan sengit masyarakat. Mestinya ini menjadi
peringatan bagi Presiden dan DPR untuk memberikan dukungan politik dan sumber
daya yang besar kepada KPK, bukan sebaliknya.
Penguatan KPK
Penguatan KPK yang paling penting adalah
memberikan kekuasaan yang luas agar ada kemudahan untuk mengurai korupsi yang
sudah melembaga dan membudaya. Bukan sebaliknya, malah mau dipangkas kewenangan
penyadapan dan penuntutan yang sudah terbukti efektif untuk menopang kerja KPK.
Kita sebenarnya ingin pendekatan asas
pembuktian terbalik untuk memudahkan proses hukum bagi koruptor cerdik yang
bisa mengaburkan aspek kriminal dari hartanya yang tidak masuk akal kalau itu
diperoleh dari pendapatan resminya. Meski demikian, memang benar situasi
politik yang dikuasai kepentingan politisi, pejabat, dan pengusaha busuk
membuat saat ini bukanlah waktu yang tepat untuk merevisi undang-undang.
Langkah KPK membersihkan kepolisian adalah
langkah strategis untuk memulihkan penegakan hukum sehingga harus mendapat
dukungan politik yang kuat. Independent
Commission Against Corruption (ICAC) yang dibentuk di Hongkong tahun 1973
dan menjadi model pembentukan KPK di banyak negara, memulai misinya dengan
fokus pada pembersihan kepolisian yang korupsinya merajalela di seluruh
hierarki selama kurun tahun 1960 hingga awal 1970.
Polisi bagian dari sindikat candu, perjudian,
pelacuran, pemerasan. Tidak tanggung-tanggung, yang pertama ditangkap ICAC
adalah Peter Godber, Kepala Kepolisian Hongkong yang sudah melarikan diri ke
Inggris saat diperiksa kekayaannya yang dinilai tidak masuk akal dilihat dari
pendapatan resminya.
Gebrakan ICAC ini menggetarkan seluruh
jajaran kepolisian yang sejauh itu kebal terhadap hukum dan hasilnya kepolisian
Hongkong dikenal sebagai yang paling efektif dan tidak korup di Asia
(Klitgaard, 1998).
Dari pengalaman Hongkong, kebijakan
antikorupsi akan efektif kalau ditopang oleh penegakan hukum. Sistem demokrasi
yang diperjuangkan susah payah akan dibajak oleh para politisi busuk kalau
hukum tidak tegak. Reformasi birokrasi dan kebijakan untuk mencegah terjadinya
penyimpangan hanya akan berjalan bila hukum menjadi ancaman bagi pejabat yang
resisten terhadap agenda perubahan. Dan, kini telah terbuka lebar untuk
mengulang sukses seperti di Hongkong guna membersihkan kepolisian dari para
perwira mereka yang nakal.
SBY yang terpilih menjadi presiden dengan
dukungan pemilih lebih dari 60 persen, semestinya tidak gamang lagi bersinergi
dengan KPK dan masyarakat antikorupsi untuk membersihkan negeri ini dari
korupsi. KPK harus membayar dukungan masyarakat yang luar biasa ini dengan
kinerja yang lebih baik.
Ada sejumlah kasus besar yang melibatkan
elite politik di negeri ini masih menggantung dan masyarakat ingin menyaksikan
bagaimana KPK menjadi pendekar hukum yang sesungguhnya. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar