Sabtu, 13 Oktober 2012

Kelanjutan Pidato SBY


Kelanjutan Pidato SBY
Ari Sentani ;  Wakil Ketua Pusat Kajian PPI Prancis,
Mahasiswa S-2  Travaux Publics et Maritimes di Universite de Nantes  
SUARA MERDEKA, 12 Oktober 2012



PENGUSUTAN kasus dugaan korupsi pada pengadaan simulator mengemudi (simulator SIM) membawa KPK dan Polri dalam situasi yang saling berhadap-hadapan. Edisi ke-2 persinggungan dua lembaga penegak hukum itu mengundang banyak perhatian, sekaligus mempertaruhkan nama KPK di bawah kendali Abraham Samad. 

Sejauh ini, kinerja komisi antikorupsi tersebut belum memuaskan publik karena belum bisa menuntaskan beberapa kasus besar, di antaranya terkait bail out Bank Century. Kasus simulator SIM di satu sisi melambungkan nama KPK, namun di sisi lain bisa jadi makin menenggelamkan institusi kepolisian. 

Tidak aneh bila terjadi tarik-menarik kepentingan di antara dua institusi tersebut. Yang menjadi catatan dari eskalasi konflik pada Jumat (5/10) malam itu adalah adanya dua versi konferensi pers yang bertolak belakang. Situasi yang memanas malam itu tentu saja mengundang simpati masyarakat. Hanya dalam hitungan jam, berbagai dukungan mengalir ke KPK. 

Bahkan hashtag #savekpk menjadi trending topic di Twitter. Realitas tersebut  memperlihatkan bahwa masyarakat sudah jenuh dengan tindakan koruptif elite pemerintah. Kebetulan KPK adalah simbol dari perjuangan untuk memberantas korupsi. Ketika simbol itu dicitrakan diserang layaknya teroris tentu saja masyarakat bereaksi. Merespons hal ini, SBY pada Senin (8/10) menggelar konferensi pers. Presiden menekankan sebaiknya KPK dan Polri bersinergi memberantas korupsi. Presiden menyesalkan upaya penangkapan paksa Novel Baswedan yang dianggap dilakukan tidak pada waktu yang tepat. 

Mengenai kasus dugaan korupsi simulator SIM yang melibatkan Irjen Djoko Susilo, ia memerintah KPK untuk menangani. Terkait revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, ia memintanya untuk menunda. Walaupun dianggap terlambat, pidato SBY cukup melegakan masyarakat. Seolah-olah Presiden menjawab keresahan masyarakat dalam beberapa hari terakhir. Yang perlu dicermati adalah tindakan nyata pemerintah setelah pidato Presiden itu. Selama ini pemerintah cenderung memoles diri lewat pencitraan dan lebih banyak berbicara ketimbang melakukan tindakan nyata. 

Konkretnya, apakah Kapolri dan jajarannya benar-benar menaati perintah Presiden. Ataukah kita masih akan mendengar kilah pucuk pimpinan Polri yang menyatakan tidak memberi perintah penangkapan paksa Novel. Bisakah publik menerima alasan bahwa dalam kasus yang menyita perhatian publik itu lepas dari kendali Kapolri, dalam arti ia tidak tahu rencana itu?

Terlepas dari itu, Pidato SBY kali ini sepertinya hanya ingin memuaskan arus besar masyarakat yang menganggap KPK sebagai objek kriminalisasi. Sementara itu, di sisi lain tidak ada evaluasi terhadap kinerja KPK yang juga masih lamban. Upaya pemberantasan korupsi selama ini dirasakan tebang pilih. Contohnya kasus Century , yang sampai sekarang masih belum ada kejelasannya. 

Ketidakberimbangan pidato Presiden kali ini makin menegaskan bahwa memang ada sesuatu di balik kejadian pada Jumat malam itu. Pemerintah membutuhkan citra yang baik menjelang Pemilu 2014. Jangan lupa bahwa SBY juga menjadi Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, yang citranya lagi terpuruk karena banyak elite partai itu terjerat kasus korupsi. Kesempatan itu rupanya dimanfaatkan dengan baik oleh SBY untuk mendongkrak kepercayaan masyarakat terhadap dirinya, sekaligus terhadap partai yang dia pimpin. 

Kepentingan Politik

Mencermati situasi yang berkembang, tampaknya upaya penegakan hukum terhadap pemberantasan korupsi ditunggangi banyak kepentingan, terutama menjelang 2014. Banyaknya tokoh yang berdatangan ke gedung KPK malam itu juga perlu diperhatikan, dan pemberitaan media yang kurang berimbang tidak boleh diabaikan, serta pidato SBY terkait hal ini tidak bisa begitu saja dianggap menyelesaikan masalah.

Korupsi merupakan mata rantai yang saling mengait di antara elite politik. Apakah mereka yang ikut mendukung KPK malam itu adalah orang-orang yang bersih dari kepentingan? Bisa kita lihat nanti seiring makin memanasnya konstelasi politik menuju 2014. Penuntasan korupsi tentu saja terkait erat dengan kepentingan politik masing-masing pihak.

Ada baiknya ke depan KPK bisa menjadi lebih independen tanpa ada tujuan politik dari pihak tertentu, baik dari pemerintahan maupun parpol di DPR. Selama pemerintahan dan DPR belum bersih dari korupsi, sejauh itu pula KPK tidak bisa benar-benar bersih. Padahal dalam pemberantasan korupsi diperlukan upaya yang kuat dan tindakan yang tidak tebang pilih. 

KPK bisa digunakan sebagai alat pencitraan dalam upaya meraih simpati masyarakat, terutama menjelang Pemilu 2014. Kejadian malam itu mulai memperlihatkan ada upaya beberapa pihak untuk menunggangi dan memanfaatkan komisi antikorupsi itu. Dukungan masyarakat yang begitu deras kepada komisi itu tentu saja merupakan potensi pencitraan yang luar biasa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar