Haruskah
Selalu Menunggu Pidato Presiden?
Jimmly Asshiddiqie ; Mantan Ketua Mahkamah
Konstitusi
|
SUARA
KARYA, 09 Oktober 2012
Isi pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam merespons
perseteruan antara KPK dan Polri cukup bagus. Intinya, Presiden sepakat bahwa
penanganan kasus korupsi simulator SIM di Korlantas Mabes Polri dilakukan oleh
KPK. Yang kita harapkan, mudah-mudahan pidato Presiden efektif dan benar-benar
mampu menyelesaikan masalah polemik KPK vs Polri dengan baik. Dengan demikian,
kasus ini akan dapat terkuak secara terang benderang.
Namun, Presiden dalam bekerja menjalankan tugas-tugas kekuasaan
negara, seharusnya tidak perlu mengelolanya dengan cara stagnan melalui statement atau pidato-pidato. Sebagai
pekerjaan rutin, masalah seperti ini sebenarnya bisa diselesaikan secara lebih
ringan dan efektif.
Ada bejibun pekerjaan yang harus dipecahkan Presiden setiap
hari. Kalau pekerjaan yang sedianya bisa diselesaikan satu-dua hari, mengapa
harus sampai satu bulan setelah ramai menjadi perbincangan panas di media
massa?
Ini terkait dengan manajemen pemerintahan. Bagaimana kepala negara
me-manage pemerintahan agar efektif
dan efisien, tidak menghabiskan waktu dan energi yang melelahkan.
Kalau penyelesaian seluruh persoalan harus menunggu pidato
Presiden, melalui rapat berulang-ulang dengan melibatkan Menko Polhukam, para
menteri dan pihak-pihak lain, maka akan menjadi tontonan yang tidak efisien.
Memang, penyelesaian lewat pidato dapat membuat emosi masyarakat tersalurkan.
Presiden pun bisa mendapat credit point
tersendiri karena perannya menyelesaikan masalah.
Namun, masalah negara bukan urusan mengumpulkan kredit-kredit
poin. Yang diperlukan adalah penyelesaian masalah secara cepat, tepat, dan
bijaksana agar hasilnya efektif. Ini menjadi pelajaran berharga bagi semua
pihak.
Harapan kita, sekali lagi, mudah-mudahan pidato Presiden
benar-benar bisa menjadi solusi dalam memecahkan masalah KPK vs Polri. Dalam
hal ini, maka Kapolri dan jajarannya harus legowo menghormati pidato Presiden.
Polri pun perlu menyerahkan seluruh persoalan yang terkait
dengan kasus simulator ke KPK. Di lain pihak, pemeriksaan terhadap penyidik KPK
Novel Baswedan perlu dihentikan dulu supaya tidak terjadi dugaan yang
macam-macam.
Yang terpenting, kesungguhan memberantas korupsi di lingkungan
penegak hukum, baik Polri, kejaksaan, maupun Kementerian Kehakiman perlu
ditekankan. Mereka harus bekerja sungguh-sungguh di lingkungan masing-masing.
Jika perlu, jajaran Polri dan lain-lain perlu melakukan upaya-upaya untuk
pembersihan internal.
Di lain pihak, KPK perlu introspeksi untuk lebih serius bekerja
sebagaimana mestinya dalam memberantas korupsi. Para petinggi KPK perlu
mengurangi berbicara dan tidak terlalu terbuka melayani pers. Yang penting,
bekerja serius namun tidak melalui media massa karena hal ini bisa menjadi
kebiasaan dan sekaligus mendatangkan tekanan dari massa.
Bagaimanapun, penegakan hukum harus dilakukan dengan kepala dingin
dan menghindari pengaruh akibat tekanan massa. Dalam hal ini, KPK harus hati-hati
untuk tidak larut dalam emosi massa. Biasanya kalau sudah menyangkut perasaan
rakyat, pekerjaan bisa terbawa arus. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar