Kehidupan
di Perusahaan Teknologi yang Menggiurkan Andreas Maryoto ; Wartawan (Penulis Kolom
“Industri Digital”) Kompas |
KOMPAS, 03 Juni 2021
Siapa tidak ingin bekerja
di Google? Siapa yang tidak ingin bekerja di Amazon? Perusahaan teknologi
menjadi impian banyak orang. Sementara di Indonesia, pencari kerja tentu
mengincar perusahaan seperti Tokopedia, Gojek, dan Traveloka. Berbagai gosip
dan impian bekerja di perusahaan teknologi menjadi sesuatu yang kerap
diobrolkan. Realitasnya? Orientasi para pencari
kerja memiliki masa. Pada masa lalu bekerja menjadi pegawai negeri sipil dan
aparat militer menjadi impian. Ketika pasar kerja berubah, bekerja di
perbankan sempat menjadi tren. Semua telah berubah sejak beberapa tahun lalu.
Orang lalu lebih melirik perusahaan teknologi. Perusahaan ini diburu seiring
dengan perkembangan penggunaan teknologi digital. Bekerja di perusahaan
teknologi makin menjadi impian ketika kita mendengar orang-orang yang bekerja
di dalamnya. Kemudian kita juga mendengar dari iklan-iklan yang disampaikan.
Perusahaan teknologi membius banyak kalangan. Tidak aneh apabila lamaran
pekerjaan ke perusahaan-perusahaan itu berjumlah ribuan tiap bulan. Pekerja
senior pun banyak yang pindah ke perusahaan teknologi. Untuk melihat seputar
kehidupan di perusahaan teknologi, ada baiknya kita membaca penjelasan
Richard Russel, seorang konsultan ternama yang pernah bekerja di Google dan
Amazon, di laman Inc beberapa waktu lalu. Dari penjelasan dia mungkin kita
bisa mengira-ngira pola pekerjaan di perusahaan teknologi Tanah Air dan juga
membayangkan kehidupan yang bakal dijalani ketika kita diterima di salah satu
perusahaan teknologi. Perusahaan teknologi
memiliki nilai-nilai yang kuat dan sangat menonjol sehingga mereka akan
memilih karyawan yang sangat cocok. Oleh karena itu, pertanyaan pertama saat
kita diwawancarai akan langsung menunjukkan kesiapan kita bekerja di
perusahaan itu. Jawaban kita akan langsung memberikan gambaran tentang kita
dan sangat mungkin merupakan ”pintu gerbang” untuk langkah selanjutnya. Russel menyebutkan
pertanyaan pertama di Google adalah seberapa cerdas Anda? Pertanyaan ini
muncul karena Google akan mempekerjakan orang dengan beban penuh dan juga
masalah yang tidak ringan. Mereka melengkapi kehidupan kerja dengan berbagai
fasilitas yang membuat karyawan nyaman dan senang sekaligus membuat mereka
bisa membuat karya yang hebat. Google tentu ingin
mendapat karyawan yang mampu bekerja keras, tetapi ini bukan yang utama.
Google ingin mendapatkan karyawan yang bekerja cerdas sehingga mereka ingin
mendapat gambaran sejak awal ketika wawancara terhadap calon karyawan
dilakukan. Kesalahan yang sering dilakukan adalah para calon karyawan lebih
menonjolkan kesanggupan bekerja keras dibandingkan bekerja cerdas. Sementara Russel
mengatakan, ketika orang ingin bekerja di Amazon, mereka akan ditanya, apa
yang telah Anda kerjakan selama ini? Amazon ingin mendapatkan karyawan yang
telah mampu mengerjakan banyak hal dengan harapan mereka juga akan
mengerjakan sejumlah beban ketika bekerja di Amazon. Mereka akan mendapat
banyak masalah sulit, tetapi juga banyak menerima kebebasan. Kisah Russel ini makin
menarik ketika ia menceritakan detail kehidupan di dua perusahaan teknologi
itu. Google berusaha menarik calon karyawan dengan memperlihatkan diri
sebagai tempat yang nyaman untuk bekerja. Sementara Amazon ingin
memperlihatkan diri sebagai tempat dan lingkungan yang pas untuk mereka yang
mau bekerja dengan beban banyak. Ketika ditanya tentang pilihannya, Russel
mengatakan, apabila urusan berkaitan dengan kenyamanan tempat kerja, ia
memilih Google. Namun, apabila sejak awal berniat untuk menaikkan karier dan
kemampuan, ia lebih memilih lingkungan Amazon. Russel juga bercerita tentang
fasilitas makanan, kepemimpinan, respons terhadap perubahan, gaya manajemen,
dan lain-lain. Masing-masing perusahaan teknologi itu memiliki ciri
tersendiri. Mereka juga memiliki sejumlah alasan terkait dengan pilihan
kebijakan masing-masing. Russel cukup adil menilai kedua perusahaan itu
dengan berbagai macam penjelasan. Pengalaman bekerja di kedua perusahaan itu
membuat ia mempunyai wawasan yang lengkap tentang kedua perusahaan teknologi
tersebut. Melihat dua contoh
perusahaan teknologi itu, maka lebih menarik apabila kita melihat kehidupan
di perusahaan teknologi dalam negeri. Indonesia termasuk memiliki perusahaan
teknologi dalam jumlah banyak. Kita hanya kalah dengan Amerika Serikat,
China, dan India. Sayang sekali, belum ada konsultan yang memiliki informasi
mencukupi tentang kehidupan di perusahaan-perusahaan teknologi di Indonesia.
Kita masih mengandalkan informasi dari media dan juga mungkin segelintir
karyawan yang berada di dalam perusahaan itu. Kehidupan bekerja di
perusahaan teknologi di Indonesia juga belum banyak menjadi bahan pemasaran
di kalangan mereka. Mereka masih cenderung mempromosikan produk saja.
Padahal, kehidupan di perusahaan teknologi semacam Life at Google atau Life
at Amazon bisa menjadi bagian pemasaran yang membuat nama-nama perusahaan itu
makin melambung. Perusahaan juga bisa memberi gambaran secara tidak langsung
mengenai karyawan yang dibutuhkan melalui materi-materi pemasaran berbasis
kehidupan di perusahaan teknologi. Kita bisa menilai mulai
dari para pendiri perusahaan teknologi itu. Siapakah mereka? Banyak wawancara
sudah dilakukan oleh media dan kita bisa mengorek latar belakang mereka,
visi, pengalaman hidup, pengalaman saat menghadapi masalah, dan bagaimana
mereka mengendalikan perusahaan. Informasi kecil di dalam wawancara itu
mungkin bisa menjadi informasi besar tentang gaya kepemimpinannya. Semisal,
tentang pandangan dia tentang kompetitor dan sikap menghadapinya. Lebih detail lagi kita
bisa mendapat informasi tentang kebebasan di dalam perusahaan teknologi.
Pilihan mereka untuk menetapkan waktu fleksibel atau jadwal yang ketat di
dalam bekerja. Komposisi karyawan di dalam perusahaan dari mulai jenis
kelamin, asal usul karyawan, pendidikan mereka, dan lain-lain. Data itu bisa
memberikan gambaran umum suasana kehidupan di perusahaan teknologi. Untuk lengkapnya kita
memang perlu bertemu dengan karyawan perusahaan teknologi yang kita incar.
Kita mendengarkan langsung dari orang dalam meski perlu hati-hati karena
mungkin saja ada bias. Semakin banyak kita mendapat informasi tentang
perusahaan itu, kita akan makin utuh mendapatkan gambarannya. Sekali-kali
kita tetap kritis dengan informasi yang diberikan. Ujungnya kita perlu
meyakinkan diri kita bahwa kita cocok di perusahaan A, bukan yang B atau yang
C. Mimpi bekerja di
perusahaan teknologi tentulah sesuatu yang baik, tetapi kesiapan bekerja
keras dan cerdas diperlukan. Bersiap menghadapi tantangan dan juga mau terus
belajar lebih diperlukan lagi. Perubahan di teknologi digital akan terus
terjadi sehingga potensi perubahan setiap saat harus disadari. Organisasi
perusahaan tidak akan kaku. Mereka bisa berubah setiap saat ketika
menyesuaikan perubahan kondisi internal dan eksternal. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar