Covid-19
pada Anak Penyandang Penyakit Jantung Sukman Tulus Putra ; Guru Besar Ilmu Kesehatan Anak FKUI,
Ketua Umum Perhimpunan Kardiologi Anak |
KOMPAS, 08 Juni 2021
Pandemi Covid-19 disebabkan
sindrom infeksi akut pernapasan virus korona (SARS-Cov-2) yang berasal dari
Wuhan, China, pada Desember 2019, telah menyebar dengan cepat secara global
ke seluruh penjuru dunia. Penyakit ini menyerang semua umur, termasuk bayi,
anak dan remaja serta orang dewasa dan usia lanjut. Meskipun gejala klinis
pada anak umumnya lebih ringan dibandingkan orang dewasa, kita tetap harus
waspada terhadap infeksi Covid-19 pada anak. Ada sebagian kecil anak
penderita Covid-19 dengan manifestasi klinis berat atau kritis yang dapat
menimbulkan kematian. Dilaporkan oleh Dong dkk
(2020), sekitar 5 persen anak sama sekali tak bergejala (asimtomatik) dan 55
pesen dengan gejala ringan seperti infeksi saluran napas bagian atas, 40
persen sedang dengan gambaran pneumonia pada pemeriksaan foto rontgen dan
kurang dari 1 persen merupakan kelompok yang kritis dengan gagal napas dan
syok yang perlu perawatan di ruang rawat intensif (ICU). Gejala klinis pada anak
meliputi panas, batuk, sesak napas dan lemas. Gangguan pencernaan seperti
muntah, diare dan sakit perut ditemukan pada 8-10 persen kasus Covid-19 anak.
Ini perlu diketahui dan diwaspadai oleh tenaga medis maupun orangtua dan
anggota keluarga. Gejala klinis pada anak
lebih ringan dibanding orang dewasa yang secara teori bisa diterangkan karena
lebih rendahnya jumlah reseptor ACE2 tempat terikatnya virus SARS-CoV-2.
Klasifikasi atau pembagian berat ringannya penyakit ini pada anak ada
beberapa tingkatan. Mulai dari tanpa gejala
(asimtomatik), ringan dengan gejala demam, batuk, lemas, sedang berupa
pneumonia dan sesak, berat yang meliputi panas, batuk dan sesak napas serta
kelihatan biru karena penurunan kadar oksigen dalam darah sampai kurang dari
92 persen; kemudian kelompok yang kritis, ditandai gagal napas dengan komplikasi
pembekuan darah dalam pembuluh darah, syok gagal jantung atau gagal ginjal. Secara global, prevalensi
Covid-19 pada anak lebih rendah secara bermakna dibandingkan orang dewasa. Di
China dilaporkan oleh Wu dan McGoogan terdapat 1,2 persen kasus berumur
kurang dari 19 tahun: 0,9 persen berumur kurang dari 10 tahun dan 1,3 persen
berumur 10-19 tahun. Umumnya di banyak negara proporsi kasus Covid 19 pada
anak dan remaja 1-5 persen. Di Italia, hanya 1,2 persen dari sekitar 22.500
kasus. Di Australia 1 persen dari
semua kasus berumur kurang dari 10 tahun dan 3 persen berumur 10-19 tahun.
Namun di Indonesia, Yogi Prawira dari Satgas Covid-19 IDAI melaporkan
proporsi Covid-19 pada anak kurang dari 18 tahun 12,4 persen dari seluruh
kasus yang berjumlah lebih dari 1,6 juta kasus. Ini berarti terdapat sekitar
200.000 anak dan remaja di Indonesia terinfeksi Covid-19 dengan angka
kematian 0,9 persen atau 45 kali lebih tinggi dari Amerika Serikat yang angka
kematiannya hanya 0,02 persen. Komorbiditas Seperti pada orang dewasa,
anak yang terinfeksi Covid-19 akan punya risiko menjadi berat bila terdapat
penyakit penyerta (komorbiditas) seperti diabetes, penyakit paru kronik,
kelainan jantung dan beberapa komorbiditas lain seperti penyakit ginjal,
hipertensi serta penyakit paru osbtruktif termasuk asma. Penelitian yang
dipublikasi pada JAMA (2020) menunjukkan anak dengan komorbiditas, khususnya
kelainan jantung yang kompleks, berisiko tinggi untuk menjadi kritis. Sekitar
sepertiga anak dengan penyakit penyerta saluran cerna memerlukan operasi
lambung (gastrostomi) dan operasi usus halus. Obesitas pada anak seperti juga
pada orang dewasa, berhubungan dengan beratnya kondisi anak yang terinfeksi
Covid-19. Pada April 2020, badan
pusat pengendalian dan pencegahan penyakit AS (CDC) melaporkan bahwa penyakit
paru kronik termasuk asma merupakan penyakit penyerta yang cukup banyak (50
persen), diikuti penyakit kardiovaskular/jantung (31 persen) dan pasien yang
memperoleh terapi imunosupresi (12,5 persen). Selain itu dilaporkan 83 persen
pasien yang berumur di bawah 21 tahun harus dirawat di ICU karena
komorbiditas. Sebagian besar penyakit
jantung pada anak adalah penyakit jantung bawaan (PJB) di samping penyakit
jantung yang didapat seperti penyakit jantung reumatik (PJR) dan akibat
infeksi lain. Sekitar 30 persen dari penyakit bawaan pada bayi merupakan
penyakit jantung bawaan di samping penyakit bawaan lain. Setiap tahun di
Indonesia lahir sekitar 45.000 bayi dengan PJB, dari yang ringan sampai berat
dan kompleks. Kemajuan ilmu dan
teknologi kedokteran saat ini telah memungkinkan sebagian besar anak
penyandang PJB punya harapan hidup lebih baik setelah dilakukan koreksi bedah
atau intervensi (koreksi non-bedah) sehingga bisa hidup sampai usia dewasa.
Namun demikian, mereka sangat rentan dan berisiko mengalami infeksi virus
saluran napas, termasuk infeksi Covid-19, khususnya PJB yang berat dan
kompleks. Meskipun anak yang
menderita Covid-19 menunjukkan gejala yang ringan dibandingkan orang dewasa,
mulai dari gejala flu sampai tak bergejala sama sekali, tetapi anak
penyandang PJB bila terinfeksi Covid-19 dapat serius dan berat karena
komplikasi terhadap jantung atau sistem kardiovaskular. Pada kondisi ini
dapat terjadi kekurangan oksigen dalam darah (hipoksemia) dan gangguan aliran
darah pada jaringan tubuh. Selain itu Covid-19 pada
pasien dengan PJB yang kompleks dapat meyebabkan gangguan kontraktilitas otot
jantung, peningkatan tekanan darah di paru yang akan mengakibatkan keadaan
kritis. Organisasi Jantung Bawaan Inggris (British Congenital Cardiac
Association), menyatakan, pasien PJB yang kompleks berada pada risiko
Covid-19 yang berat. Komplikasi yang bisa terjadi berupa gagal jantung,
gangguan irama jantung (aritmia) dan stroke. Ini penting diperhatikan,
terutama para orangtua anak penyandang PJB serta para dokter/tenaga kesehatan
lain. Apa
yang harus dilakukan Banyak penelitian yang
telah menekankan pentingnya pencegahan terhadap infeksi Covid-19 pada anak
termasuk anak penyandang penyakit jantung. Deteksi dini dan skrining terhadap
SARS-CoV-2 yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan maupun orangtua
merupakan kunci untuk terhindar dari penyakit yang mengancam jiwa ini.
Bersamaan dengan itu anak dan remaja penyandang PJB harus memperoleh edukasi
yang cukup untuk mengenali gejala dan tanda Covid-19. Juga penting mematuhi
protokol kesehatan yang meliputi menjaga jarak, mencuci tangan dan memakai
masker serta menghindari kerumunan, terutama ketika nanti mereka kembali ke
lingkungan sekolah. Kerja sama antara guru dan orangtua serta pihak lainnya
mutlak diperlukan. Anak-anak dan remaja di negeri ini adalah aset bangsa yang
perlu perhatian dan dijaga kesehatannya. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar