Cetak
Biru Manusia Ahmad Arif ;
Wartawan Kompas |
KOMPAS, 09 Juni 2021
Sebuah konsorsium peneliti
internasional mengumumkan telah berhasil mengurutkan seluruh genom manusia.
Dengan ini, lengkaplah cetak biru manusia yang berisi manual instruksi
genetik tentang semua informasi yang dibutuhkan organisme untuk tumbuh dan
berkembang biak. Cetak biru ini diklaim telah meliputi semua segmen, termasuk
data genetik yang belum diungkap dari urutan genom manusia versi tahun 2001. Genom manusia yang lengkap
memiliki panjang 3,05 miliar pasangan basa. Ini berarti peneliti harus
memeriksa 3,05 miliar kode huruf untuk diidentifikasi, ditempatkan di wilayah
yang tepat sambil menghilangkan bagian yang tumpang tindih, lalu dijahit
menjadi satu untaian ”benang” yang sangat panjang. Ketika urutan genom
manusia pertama kali diumumkan dua dekade lalu oleh Human Genome Project dan
perusahaan biotek Celera Genomics, datanya ternyata tidak benar-benar lengkap. Sekitar 15 persen segmen
masih misteri: keterbatasan teknologi membuat para peneliti tidak bisa
mengetahui bagian-bagian tertentu dari DNA itu. Para ilmuwan memecahkan
beberapa teka-teki dari waktu ke waktu, tetapi genom manusia terbaru, yang
telah digunakan ahli genetika sebagai referensi sejak 2013, masih kekurangan
8 persen dari urutan penuh. Kini, para peneliti di
Konsorsium Telomere-to-Telomere (T2T), kolaborasi internasional yang terdiri
dari sekitar 30 institusi, mengisi celah itu. Dalam artikel pracetak di
bioRxiv pada 27 Mei berjudul ”The complete sequence of a human genome”,
peneliti genomik Karen Miga dari University of California, Santa Cruz, dan
rekan-rekannya melaporkan mereka telah mengurutkan sisanya. Urutan ini termasuk temuan
sekitar 115 gen baru. Secara total, genom yang baru diurutkan, dijuluki
T2T-CHM13, menambahkan hampir 200 juta pasangan basa ke versi 2013 urutan
genom manusia. Sekalipun demikian, tim T2T mengakui masih kesulitan
menyelesaikan beberapa urutan di kromosom, dan diperkirakan ada sekitar 0,3
persen data genom yang mungkin mengandung kesalahan. Seperti ditulis Karen
Miga, yang memimpin Konsorsium T2T ini, ”Perakitan genom manusia yang lengkap
ini menandai era baru genomik di mana tidak ada wilayah genom (manusia) yang
berada di luar jangkauan.” Ahli genomik dari Johns
Hopkins University School of Medicine, Francis S. Collins, dalam tulisannya
di Journal of the American Medical Association (2001) menulis, ”Proyek Genom
Manusia akan memiliki implikasi mendalam untuk pengobatan, memungkinkan kita
untuk memprediksi risiko penyakit seseorang dan memberi mereka obat-obatan,
yang menargetkan dan menghentikan penyakit sejak dari akarnya.” Urutan genom manusia
memberikan wawasan penting tentang cara kerja biologis di balik kondisi medis
yang tak terhitung jumlahnya. Dengan pengetahuan ini, personalized medicine
menjadi paradigma baru untuk mengelola penyakit pasien berdasarkan
karakteristik spesifik individu pasien, termasuk usia, jenis kelamin, tinggi
badan, berat badan, diet, genetika, dan lingkungan. Pengobatan berbasis
genomik dan bersifat personal ini bisa membantu mengatasi penyakit yang lebih
kompleks, seperti kanker, penyakit jantung, dan diabetes. Selama
bertahun-tahun, penyakit ini diyakini dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan
interaksinya dengan genom manusia. Sejumlah institusi medis tingkat atas kini
memiliki program pengobatan yang dipersonalisasi, dan banyak yang melakukan
penelitian dasar dan studi klinis dalam pengobatan genomik. Kelainan
genetik Selain penelitian medis
yang sedang berlangsung dan terapi yang lebih presisi, inisiatif baru yang
disebut Cancer Genome Atlas juga telah dimulai. Tujuannya untuk mengidentifikasi semua kelainan
genetik yang dapat ditemukan pada 50 jenis kanker. Di masa depan, dokter
mungkin dapat mengungkapkan penyakit genetik mana yang mungkin Anda
kembangkan di kemudian hari dengan setetes darah dan darinya bisa
menyesuaikan obat mana yang tepat. Namun, di balik peluang
untuk kemajuan pengobatan dan kesehatan, data genom utuh ini juga mengandung
tanggung jawab besar. Apalagi, teknologi untuk pengeditan genom melalui
clustered regularly interspaced short palindromic repeats (CRISPR) juga
semakin canggih. Data genom ataupun
teknologi pengeditan genom berpotensi guna ganda (dual use research of
concern) karena bisa memicu bencana kemanusiaan jika disalahgunakan,
sebagaimana dilakukan ilmuwan biofisika China, He Jiankui, dan timnya dengan
”menciptakan” dua bayi yang direkayasa DNA-nya pada tahun 2018. He berargumen, pengeditan
genom itu dimaksudkan untuk mengubah agar gen bayi kebal pada infeksi HIV
menonaktifkan gen CCR5, yang mengode protein dan memungkinkan HIV masuk sel.
Namun, penonaktifan gen memicu mutasi bagian lain genom dengan dampak
kesehatan tak terduga karena gen CCR5 melawan infeksi lain. Untuk membentengi
penyalahgunaan ini, pada Desember 2015 para ilmuwan menggelar Pertemuan
Internasional Pertama ”Pengeditan Gen” di Washington DC, Amerika Serikat, dan
merekomendasikan ilmuwan tak mengedit genom manusia diwariskan (embrio)
kecuali tercapai aspek keselamatan dan konsensus sosial. Pertemuan kedua pada
2018 menyimpulkan, pengeditan embrio manusia belum direkomendasikan, tetapi
mendukung pengembangannya, dan tantangannya tinggal soal etika. Di luar aspek keamanan
bayi dan etika ini, pengadilan di China menemukan He memakai dokumen etik
palsu selama perekrutan responden dan menukar sampel darah. Pada
akhirnya, pengadilan He divonis tiga
tahun penjara dan denda 3 juta yuan atau sekitar Rp 6 miliar. Namun, entah
sampai kapan benteng etik bisa menahan godaan membuka pandora rekayasa
penciptaan manusia. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar