Pulau
yang Dulu Dikira Tidak Maju
Dahlan Iskan ;
Menteri BUMN
|
JAWA
POS, 10 Maret 2014
Oh, Sumatera. Rencana jalan tol sudah
diperjuangkan lebih dari setahun lalu. Hasilnya: masih harus berjuang untuk
mendapatkan keputusan. Jaringan listrik lintas Sumatera yang dimulai pada
2008 belum tahu entah selesai kapan. Dua pembangkit listrik besar yang
dibangun, dua-duanya menjerit.
Pembangkit
listrik paling ramah lingkungan Asahan III di Sumatera Utara belum bisa
dimulai. Izin lokasinya kini sudah mau ulang tahun yang ke-3. Masih juga
berbentuk izin lokasi. Belum bisa bergerak. Bahkan, izin lokasi itu
menimbulkan kesengsaraan: bupati yang mengeluarkannya menjadi terdakwa. Saya
merasa bersalah. Terutama kepada Pak Bupati Toba Samosir. Sayalah yang
mendesak Pak Bupati agar segera mengeluarkan izin lokasi. Agar PLTA 180 MW
itu bisa segera dibangun. Agar kekurangan listrik di Sumut teratasi.
Dana
pembangunan PLTA itu sudah lama tersedia. Sudah tujuh tahun lalu. Bantuan
Jepang. Kita sungguh malu kepada Jepang. Diberi uang tidak bisa
menggunakannya. Saya lihat lokasi proyek itu juga sudah siap. Hasil studi
konsultan Jepang, Nippon Koy, menunjuk lokasi itulah yang tepat.
Uang
ada. Hasil studi ada. Pemenang tender sudah siap kerja. Penduduk setempat
juga sudah bersedia diberi ganti rugi. Uang sudah dibayarkan. Lokasi itu
memang berbentuk desa, tegalan, dan persawahan.
Lalu
terungkaplah bencana itu: menurut peta entah zaman apa, lokasi itu ternyata
termasuk hutan! Bupati dianggap memberikan izin lokasi PLTA di tanah hutan!
Bupati pun menjadi tersangka. Proyek langsung seperti kipas angin yang
dicopot kabelnya: berhenti berputar.
Kenapa
lokasi yang sudah berpuluh tahun menjadi pedesaan itu masih tercatat sebagai
hutan, tidak ada yang tahu. Nasib Sumut!
Demikian
juga pembangkit listrik raksasa di Pangkalan Susu 2 x 200 MW. Tiang listrik
untuk mengalirkan daya itu ke Medan belum bisa didirikan semua. Ruwet.
Mbulet. Sampai-sampai saya sering bertanya kepada diri sendiri: di Sumut ini
siapa sih sebenarnya yang perlu listrik?
Oh,
Sumatera! Pulau yang amat kaya energi! Pulau yang kekurangan energi!
Lihatlah
satu lagi yang ini: pemerintah sudah menetapkan proyek jaringan listrik 275
kv dari Palembang di Sumatera Selatan menuju Medan di Sumatera Utara.
Maksudnya agar listrik dari lumbung energi di Sumsel bisa dikirim dengan cara
murah ke Sumut. Uangnya sudah ada. Kontraktornya sudah ditentukan melalui
tender internasional. Jaringan itu mulai dibangun pada 2008.
Sampai
sekarang baru sebagian kecil yang jadi. Sebagian besar masih
terkatung-katung. Sekali lagi, penyebabnya sama: status tanah hutan. Jaringan
itu harus melintasi ribuan kilometer hutan. UU menyebutkan kegiatan seperti
jaringan listrik tidak diizinkan melintasi hutan. Meski jaringan itu cukup
lewat di atas hutan tanpa menebang hutannya.
Jumat
lalu saya kumpulkan direksi PLN dan direksi perusahaan-perusahaan kontraktor
BUMN. Untuk membahas apakah BUMN kontraktor bisa membantu mempercepatnya.
Kesimpulannya: tidak bisa. Persoalannya bukan di pekerjaan proyek, tapi di
perizinan.
Saya
tidak mau menyerah. Menunggu selesainya proyek jaringan 275 kv itu sungguh
merugikan Sumatera. Maka, saya kemukakan ide baru: membangun jalan tol listrik
yang lebih besar. Yakni, sistem 500 kv seperti di Jawa (dari Paiton di Jawa
Timur ke Suralaya di Banten).
Dasar
pemikiran saya: 1) sistem 275 kv itu tidak memiliki unsur kepastian kapan
bisa jadi. 2) rute jaringan 275 kv itu juga terlalu panjang. Palembang-PagarAlam-Kilimanjaro-Payakumbuh-Sidempuan-Tarutung-Medan.
3) sistem itu sudah tidak cocok dengan kemajuan ekonomi Sumatera belakangan
ini. Beban listrik di Sumatera sudah tidak akan mampu ditanggung oleh sistem
275 kv.
Maka,
forum itu menyetujui harus dibangun tol listrik dari Sumsel ke Sumut dengan
sistem seperti di Jawa. Saya tidak bermaksud mengoreksi perencanaan lama yang
sudah tidak relevan dengan kemajuan baru Sumatera. Sistem 275 kv itu
direncanakan 15-20 tahun lalu. Para perencana di masa lalu tentu tidak
menyangka kemajuan Sumatera sehebat ini.
Saya
minta segera distudi jalan tol listrik 500 kv Sumatera ini. Tiga bulan harus
sudah terlihat hasilnya. Tidak perlu utang luar negeri. Tidak perlu juga
APBN. Atasi dengan kemampuan sinergi BUMN. Jalurnya harus lebih pendek.
Palembang-Medan lewat pantai timur. Lewat Jambi.
Saya
juga bermaksud mengajak para bupati untuk menjadi pemegang saham. Agar
perizinan di lokasi-lokasi tapak tower menjadi bagian para bupati. Proyek ini
bisa menjadi konsorsium antara BUMN dan pemda. Seperti jalan tol atas laut di
Bali. PLN yang tidak punya uang itu cukup sebagai pengguna.
Begitu menantang keadaan ini! ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar