Dongeng
dan Bencana
Wahyudi Kaha ;
Aktif di Sukabaca Institut Yogyakarta
|
TEMPO.CO,
10 Maret 2014
Dongeng
bukan sekadar hiburan. Dongeng juga mengandung misi-misi kemanusiaan. Ratusan
pendongeng dari berbagai pelosok negeri yang tergabung dalam Gerakan Para
Pendongeng untuk Kemanusiaan (GePPuK) hadir sebagai bukti nyata. Aksi
mendongeng massal pertama di Indonesia itu dilakukan demi memberi penyembuhan
trauma kepada anak-anak pengungsi korban erupsi Gunung Sinabung, Sumatera
Utara.
Menurut
Danandjaja (1991), dongeng diceritakan terutama untuk hiburan, walaupun
banyak juga dongeng yang melukiskan kebenaran, berisi ajaran moral, bahkan
mengandung sindiran. Maka, mendongeng semestinya dipicu oleh cita-cita mulia.
Dongeng
adalah penawar bagi nasib yang nestapa. Dongeng ada di balik tanda tanya:
haruskah nasib buruk selalu diratapi dengan air mata? Meski, tentu saja,
dongeng seperti halnya air mata yang tidak bisa mencegat datangnya bencana.
Tapi, yang pasti, dongeng senantiasa menyediakan gairah baru bagi manusia.
Bahwa kepahitan hidup bukan untuk melulu disesalkan, melainkan harus
diperjuangkan. Bukankah berdiam diri dalam keterpurukan sama dengan menggali
lubang bagi kematian?
Kita
tentu masih ingat film Arabian Nights.
Dari sana kita tahu kedudukan dongeng yang istimewa. Ketika memutuskan
menikah dengan Sultan Scahriar yang gila, Scheherazade yakin setiap masalah
pasti ada jalan keluarnya. Padahal semua orang tahu siapa Sultan Scahriar.
Seorang gila paling buruk di dunia. Kegilaan itulah yang lantas memantik
keinginannya untuk menikah pada malam hari, lalu istrinya akan dibunuh
sebelum datangnya pagi. Scheherazade pun mengetahui rencana calon suaminya.
Dengan
apakah Scheherazade menghadapi kegilaan suaminya? Karena kecerdikan dan
kepekaannyalah Scheherazade mampu membuat suaminya (yang sebelumnya tidak
suka dongeng) terpikat oleh dongengnya. Scheherazade tahu, dongeng dapat
mengaduk sekaligus menata emosi penikmatnya. Setiap malam Scheherazade
mendongeng untuk suaminya, sambil tak lupa mengakhiri dongengnya dengan akhir
yang menggantung dan menegangkan.
Walhasil, selama seribu satu malam Sultan menangguhkan rencana pembunuhan
atas Scheherazade. Itu artinya, dongeng juga mampu memelihara hidup dan masa
depan seseorang.
Lantas
apa hubungan dongeng dan bencana? Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1994),
bencana diartikan sebagai sesuatu yang menyebabkan atau menimbulkan
kesusahan, kerugian, penderitaan, malapetaka, kecelakaan, dan marabahaya.
Dalam hidup, manusia pasti dihadapkan dengan bencana, baik dalam skala besar
maupun kecil. Walau demikian, berbeda-beda penyikapan manusia atas bencana
tersebut. Tokoh sufi seperti Ibn 'Arabi memandang bencana sebagai wujud
rahmat Allah karena rahmat Allah mencakup seluruh aspek kehidupan manusia.
Bencana tak ubahnya obat pahit yang dapat menyembuhkan penyakit (jiwa).
Harus
diakui, tidak semua dari kita semulia Ibn 'Arabi memandang bencana. Maka,
tidak berlebihan kalau kita sebut para pendongeng yang kini mendampingi
korban Gunung Sinabung di Sumatera Utara sebagai pasukan Scheherazade untuk
Indonesia. Melalui dongeng mereka berupaya agar bangsa kita selamat dari penyakit
lemah dan cengeng. Semoga. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar