Buruk
Muka, Cermin Dihancurkan
JE Sahetapy ; Guru Besar Hukum Pidana
|
KOMPAS,
26 Maret 2014
AKHIR-akhir
ini pers sibuk memuat berita atau komentar pro dan kontra tentang revisi
KUHAP dan atau revisi KUHP. Bukan saja dari wakil-wakil rakyat di Senayan,
melainkan juga beberapa pakar hukum yang tampak seperti membela konsep revisi
Kitab UU Hukum Pidana (KUHP) dan atau revisi Kitab UU Hukum Acara Pidana
(KUHAP).
Dari
kalangan pemerintah ada yang tidak setuju, ada pula yang setuju dengan
berbagai argumentasi. Saya lalu teringat pepatah kolonial: Wiens brood men eet, diens woord men
spreekt.
Artinya
secara bebas: karena kedudukannya yang enak dengan gaji aduhai, dapat
dimengerti kalau yang bersangkutan memperdengarkan his master voice. Kalau yang berkicau demikian adalah pakar
keilmuan, dapat dimaafkan dan disesalkan. Itu namanya pakar berpakaian
bunglon.
Banyak
orang sudah lupa, KPK dibentuk karena kepolisian dan kejaksaan tidak becus
dan amburadul. Namun, konglomerat koruptif dan para politikus (yang buruk),
tanpa berpikir ke arah masa depan, mencari lubang-lubang hukum untuk menjebol
atau membobol atau meng-krowoki
KPK.
Mereka
mungkin lupa, Niet alleen regeren, maar
ook wetenschap bedrijven moet voor uit zien (Bianchi, 1980). Terjemahan bebasnya, tidak hanya memerintah harus melihat ke masa depan, juga prospek
keilmuan harus melihat ke masa depan.
Dengan
menyadari dan mempertimbangkan semua fakta yang ada dewasa ini, dan betapa
KPK (sudah) berhasil menangkap para koruptor besar di birokrasi pemerintahan
dan menangkap basah AM sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi, tampaknya kursi
mereka yang tidak jujur mulai panas. Mereka ibarat the frog in the kettel (Barna, 1990).
DPR mendatang
Beberapa
catatan untuk disimak: ”Korupsi SKK
Migas Sistemik, Melibatkan Banyak Orang” (Forum Keadilan, 2-9-2013), ”Hakim
Minta Pelacur Cungkok” (Forum
Keadilan, 8-9-2013), ”Advokat Bagian dari Mafia Peradilan” (Forum Keadilan, 3-11-2013), ”Sulit
Hilangkan Pegawai MA Nakal” (Kompas,
28-6-2007), dan ”173 Kepala Daerah Tersangkut Korupsi” (Jawa Pos, 16-4-2012).
Kalau
ingin membersihkan para koruptor tanpa pandang bulu, cout que cout alias dengan cara apa pun KPK harus dipertahankan.
Keberatan terhadap penyadapan, misalnya, haruskah tetap dipertahankan? Apa
bisa cekal ketua MK tanpa penyadapan? Amboi! Strategi harus ten koste van alias dengan harga apa saja, KPK harus lex specialis derogat legi generali.
Kalau itu sudah disepakati, baru pasal-pasal yang menjegal KPK dikeluarkan
dari revisi KUHP/KUHAP, dan bukan sebaliknya.
Mungkin
ada rasa takut kalau tak dipilih lagi, KPK akan mudah menjangkau mereka.
Mereka dan para konglomerat hitam lupa, yang dipertaruhkan adalah nasib masa
depan bangsa dan negara kalau tidak mau berjejak di bekas masa lampau VOC
yang ludes dan bangkrut.
Untuk
itu, RI-1 harus tegas dan tak kompromistis, apalagi dengan politik
pencitraan, bila ingin nama cemerlang dalam sejarah Nusantara.
Waktu
pemilu sudah dekat. Jangan ragu: revisi KUHP dan KUHAP serahkan kepada DPR
masa depan. Jangan seperti pepatah kolonial: Gooi geen oude schoenen weg, voordat je een niewe heb (Jangan buang sepatu lama sebelum ada
sepatu yang baru). Untuk itu, ada kata-kata bijak dan bermutu dari
Perancis: Qui vivra verra alias waktu
akan mengajar yang terbaik. Belajarlah
dari sejarah karena semua itu ada waktunya (Pengkhotbah 3:1).
●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar