Mengapa UU
Bahasa Diabaikan?
S Sagala Tua Saragih ; Dosen Prodi Jurnalistik Fikom Unpad
|
REPUBLIKA,
01 November 2012
Adakah undang-undang (UU) yang tidak mencantumkan ketentuan
pidana? Apa yang bisa memaksa orang mematuhi sebuah UU bila di dalamnya tak
tercantum pasal-pasal tentang sanksi bagi pelanggarnya? Untuk apa dibuat UU
bila tidak untuk dipatuhi atau dilaksanakan?
Hingga kini tampaknya hanya UU Nomor 24 tahun 2009
tentang Bendera, Bahasa, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan yang benar-benar
aneh (tapi nyata). UU "4 dalam 1" ini jelas mengandung
diskriminasi. Siapa saja yang melanggar pasal-pasal yang menyangkut bendera,
lambang negara, dan lagu kebangsaan dihukum Rp 100 juta hingga Rp 500 juta
atau pidana penjara setahun hingga lima tahun. Anehnya, tak satu pasal pun
menjelaskan sanksi bagi pelanggar pasal-pasal tentang bahasa.
Pantaslah
ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berpidato resmi dengan bahasa
Inggris beberapa waktu lalu tak bisa dituntut secara hukum.
UU yang disahkan Presiden SBY pada 9 Juli 2009 ini
menyatakan, bahasa Indonesia berfungsi sebagai jati diri bangsa, kebanggaan
nasional, sarana pemersatu bangsa, serta sarana komunikasi antardaerah dan antar
budaya daerah. Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam informasi melalui media
massa. Media massa dapat menggunakan bahasa daerah atau bahasa asing yang
mempunyai tujuan atau sasaran khusus.
UU ini mewajibkan pemerintah mengembangkan, membina,
melindungi bahasa dan sastra Indonesia. Pengembangan, pembinaan, dan
pelindungan dilakukan secara bertahap, sistematis, dan berkelanjutan oleh
lembaga kebahasaan. Pemerintah juga wajib meningkatkan fungsi bahasa Indonesia
menjadi bahasa internasional secara bertahap, sistematis, dan berkelanjutan.
Tentang bahasa negara yang diatur dalam Bab III Pasal
25-45, penuh dengan kata wajib (ada 18 kata wajib dalam 17 pasal). Bahasa
Indonesia wajib digunakan dalam peraturan perundang-undangan, dokumen resmi
negara, dan pidato resmi presiden, wakil presiden, dan pejabat negara lain
yang disampaikan di dalam atau luar negeri.
Bahasa ini juga wajib digunakan sebagai bahasa
pengantar dalam pendidikan nasional, pelayanan administrasi publik di
instansi pemerintahan, dan dalam nota kesepahaman atau perjanjian yang
melibatkan lembaga negara, instansi pemerintah Indonesia, lembaga swasta
Indonesia, atau perseorangan warga negara Indonesia.
Bahasa Indonesia juga wajib dipakai dalam forum yang
bersifat nasional atau bersifat internasional di Indonesia, komunikasi resmi
di lingkungan kerja pemerintah dan swasta, laporan setiap lembaga atau
perseorangan kepada instansi pemerintah, penulisan dan publikasi karya ilmiah
di Indonesia, nama geografi di Indonesia, nama-nama bangunan atau gedung,
jalan, apartemen atau permukiman, perkantoran, kompleks perdagangan, merek
dagang, lem baga usaha, lembaga pendidikan, organisasi yang didirikan atau
dimiliki warga negara Indonesia atau badan hu kum Indonesia.
Bahasa nasional ini pun wajib digunakan pada rambu
umum, penunjuk jalan, fasilitas umum, spanduk, dan alat informasi lain yang
merupakan pelayanan umum, seperti informasi melalui media massa, dan
informasi tentang produk barang atau jasa produksi dalam negeri atau luar
negeri yang beredar di Indonesia.
Semua kata wajib dalam UU ini sama sekali tak
berpengaruh karena tidak mengikat, tanpa sanksi hukum. Dalam kehidupan
sehari-hari sangat mudah kita menemukan berbagai pelanggaran terhadap kata
wajib dalam UU ini.
Tentu saja tak pernah seorang pun yang terkena hukuman.
Lihatlah nama-nama pusat pertokoan, kompleks perumahan, lembaga-lembaga
pendidikan, judul-judul buku, film, sinetron, nama-nama program radio dan
televisi swasta, serta nama-nama rubrik di media massa cetak, dan dalam
jaringan. Mereka telah melanggar UU tersebut secara terang-terangan tanpa
merasa bersalah, apalagi takut.
Memang, pemerintah, menurut UU tersebut, wajib
mengembangkan, membina, dan melindungi bahasa Indonesia. Pengembangan bahasa
ini meliputi upaya memodernkan bahasa melalui memperkaya kosakata, pemantapan
dan pembakuan sistem bahasa, pengembangan laras bahasa, serta mengupayakan
peningkatan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional.
Pembinaan meliputi peningkatan mutu berbahasa melalui pembelajaran
bahasa di semua jenis dan jenjang pendidikan serta pemasyarakatan bahasa ke
berbagai lapisan masyarakat. Selain itu, pembinaan juga untuk meningkatkan
kedisiplinan, keteladanan, dan sikap positif masyarakat terhadap bahasa
Indonesia. Perlindungan bahasa meliputi upaya menjaga dan memelihara kelestarian
bahasa lewat penelitian, pengembangan, pembinaan, dan pengajarannya.
Melalui media ini kita mengusulkan agar pemerintah
(presiden) dan DPR segera merevisi UU tersebut. Bab III tentang Bahasa Negara
harus diatur secara normal, tidak diskriminatif, dan ada sanksi hukum bagi
para pelanggarnya (yang tak melaksanakan kewajibannya).
Namun, bila soal perilaku berbahasa dianggap tak perlu
diatur-atur oleh UU, mohon dicabut saja segera Bab III (Bahasa Negara) dari
UU tersebut. Jadi, UU itu cukup mengatur bendera, lambang negara, dan lagu
kebangsaan saja. Biarkanlah setiap warga negara ini berperilaku berbahasa
sesuka hati. Biarlah setiap orang bertanggung jawab secara moral dan sosial
belaka dalam hal berbahasa Indonesia. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar