Akal Sehat
dalam Politik
Sauqi Futaqi ; Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta
|
SINAR
HARAPAN, 01 November 2012
Politik merupakan bagian dari aktivitas manusia. Ini merupakan
konsekuensi logis dari potensi akal manusia yang memberikan ruang untuk
memikirkan bagaimana menata kehidupan.
Karena manusia memiliki akal, politik
dijadikan sebagai cara-cara untuk menciptakan kehidupan yang baik.
Sebagaimana yang dipahami para pemikir Yunani seperti Plato dan Aristoteles,
bahwa politik dipahami sebagai en dam
onia atau the good life
(kehidupan yang baik).
Jadi, politik pada hakikatnya merupakan
upaya membangun tatanan kehidupan yang manusiawi, karena keberadaannya
diciptakan manusia dan untuk kehidupan manusia; sehingga apa yang menjadi
harapan manusia bisa tercapai dengan menggunakan kerja politik. Maka yang
menjadi titik tolak di dalam menjalankan politik adalah kehidupan yang
manusiawi.
Namun, yang menjadi pertanyaan kenapa fakta
politik justru melahirkan ketidakmanusiawian (dehumanisasi)? Pada
kenyataannya, politik bergeser menjadi perebutan kekuasaan dan kekayaan, yang
dalam hal ini justru menjadikan manusia bermusuhan dan bertengkar satu sama
lain.
Dalam realitas politik, yang lebih dominan
adalah perang kepentingan dengan tingkat yang cukup tinggi. Maka, istilah
yang melekat di dalam politik adalah “siapa yang kuat, dialah pemenangnya”.
Politik yang melahirkan dehumanisasi juga
mendapat pendasarannya di dalam
perjalanan sejarah. Dalam fakta sejarah,
perang dan pembunuhan tidak jarang turut menghiasi politik.
Perang dunia pertama, perang dunia kedua,
perang di beberapa negara Timur Tengah, dan masih banyak lagi perang politik
lainnya, merupakan sebagian kecil dari fakta sejarah politik yang tidak bisa
ditutupi.
Dalam konteks Indonesia, berbagai tindakan
kekerasan dan pembunuhan pernah terjadi pada politik Orde Baru dan beberapa
pembunuhan di beberapa daerah lantaran dianggap mengancam kepentingan rezim.
Di samping perang dan pembunuhan, politik
sering kali ditampilkan dalam bentuk perampokan besar-besaran terhadap uang
negara. Kekuasaan dijalankan untuk merampas harta manusia (rakyat). Jabatan
dimanfaatkan sebagai alat untuk memperkaya diri dan menggeser kepentingan
rakyat.
Di negeri ini, korupsi pada kenyataannya
merupakan tindakan yang sepertinya sudah melekat dalam politik. Perang
kepentingan yang mengorbankan banyak manusia juga masih mendominasi fakta
politik. Akhirnya, cukup banyak jika mengurai kebobrokan dan fakta politik
yang jelas-jelas menegasikan aspek kemanusiaan manusia.
Batas Kemanusiaan
Akal merupakan komponen pembatas antara
manusia dan yang bukan manusia. Binatang tidak mempunyai akal sehingga tidak
harus memikirkan tentang sesuatu untuk menghadapi kehidupannya. Berbeda
dengan binatang, manusia diberi potensi akal yang berfungsi sebagai alat
untuk berpikir. Pekerjaan berpikir ini merupakan manifestasi dari aspek
kemanusiaannya.
Karena manusia diberi akan untuk berpikir,
manusia diberi tanggung jawab oleh Tuhan untuk memikirkan dunianya; menata
dan menyelamatkan sesama manusia, alam dan kehidupannya. Dengan demikian,
berpikir merupakan tugas utama manusia sebagai makhluk Tuhan.
Dalam konteks kehidupan di masyarakat,
manusia memiliki tugas dan fungsi yang sangat beragam. Ia tidak hanya
memikirkan bagaimana dia dapat menghidupi dirinya sendiri, melainkan juga
memikirkan bagaimana menjalin hubungan dengan Tuhan, manusia dan
lingkungannya.
Dalam hubungan dengan Tuhan, manusia
dituntut untuk berpikir tentang segala sesuatu yang dapat mendekatkan diri
kepada-Nya; melalui ayat-ayatnya, baik yang tersurat maupun yang tersirat.
Dalam hubungan sesama manusia, manusia
dituntut untuk memikirkan bagaimana menjaga komunikasi, saling menjaga nama
baik, dan menata kehidupan sosial yang lebih baik.
Dengan akal itulah manusia membentuk sebuah
budaya dan pada saat yang bersamaan manusia dituntut untuk menjaga dan
mengikuti budaya. Dalam relasi ini, manusia benar-benar menjadi subjek yang
berpikir, karena ia selalu memikirkan bagaimana menciptakan relasi
kemanusiaan yang kokoh di tengah kehidupan masyarakat.
Dalam hubungannya dengan lingkungan alam,
manusia sebagai subjek yang berpikir diberi tanggung jawab untuk memikirkan
bagaimana menjaga lingkungan agar tidak menimbulkan dampak negatif bagi
manusia dan merusak lingkungan itu sendiri. Akal yang menjadi batas
kemanusiaan manusia akan mendudukkan manusia sebagai makhluk yang ramah
terhadap lingkungan.
Politik yang Manusiawi
Aktivitas politik merupakan salah satu
konsekuensi dari kemanusiaan manusia yang memiliki akal berpikir. Aktivitas
politik ini merupakan bagian dari ketiga relasi manusia di atas. Oleh karenanya,
politik juga mengandung hubungan dengan Tuhan, manusia, dan lingkungan.
Jadi, politik adalah kesadaran kemanusiaan
dalam menjalin hubungan ketiganya. Ia tidak bisa dipahami hanya pada satu
hubungan dengan dirinya sendiri atau kelompoknya, melainkan melibatkan ketiga
relasi tersebut. Inilah yang menjadi keseluruhan kesadaran kemanusiaan di
dalam menjalankan politik.
Sebagai konsekuensinya, manusia yang
menjalankan politik harus mempertanggungjawabkannya di hadapan Tuhan,
manusia, dan lingkungannya. Ia berhubungan dengan Tuhan, karena aktivitas
politik merupakan tanggung jawab manusia sebagai makhluk Tuhan yang
ditugaskan untuk mengatur kehidupan di dunia.
Menjadi politikus merupakan pilihan yang
menuntut adanya pertanggungjawaban di hadapan-Nya. Ia berhubungan dengan
manusia, karena aktivitas politik melibatkan kepentingan antarsesama manusia,
oleh karenanya ia bertanggung jawab terhadap sesama manusia. Begitu juga
dalam hubungannya dengan lingkungan, politik dituntut untuk tidak merusak
lingkungan.
Politik yang didasarkan pada akal yang
berpikir akan melahirkan politik yang manusiawi. Ini mengandung pengertian
bahwa aktivitas politik merupakan salah satu aktivitas akal manusia yang
dipergunakan untuk menata kehidupan. Jika dalam konteks negara, politik
digunakan untuk menata kehidupan bernegara.
Dalam menata kehidupan negara, politik
memiliki hubungan erat dengan Tuhan, manusia, dan lingkungan. Jika realitas
politik mengarah pada perusakan terhadap kehidupan bernegara maka politik
sudah tidak lagi dijalankan dengan akal yang merupakan ciri khas
kemanusiaannya. Di sinilah peran akal sehat di dalam menjalankan politik. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar