RUU Ormas dan
Masyarakat Madani
Nurhasan Zaidi ; Anggota Panitia
Khusus RUU Organisasi Kemasyarakatan DPR RI
|
REPUBLIKA,
03 Oktober 2012
Pembahasan RUU Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) di DPR
berlangsung alot. Sampai pekan terakhir September ini, masih banyak pasal
krusial yang belum disepakati. Beruntung, definisi ormas akhirnya sudah
disepakati. Ormas ada lah organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh
masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan,
kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi
tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan
Pancasila.
Dalam sebuah diskusi dengan pakar, ada pertanyaan menggelitik dari
seorang budayawan, apakah RUU Ormas ini sudah cukup untuk mewujudkan masyarakat
madani? Pertanyaan itu sangat menyebalkan bagi anggota Pansus RUU Ormas yang
ingin segera RUU ini disahkan. Toh, pembahasan terus berjalan. Akan tetapi,
bagi saya sebagai anggota dewan dari partai Islam tentu sangat berkepentingan
dengan jawaban pertanyaan ini.
Menurut pendapat beberapa pakar, ciri masyarakat madani yaitu
adanya ruang publik yang bebas, demokratis, toleran, partisipatif,
terorganisasi, plural, dan berkeadilan sosial. Masyarakat madani adalah
masyarakat yang melandaskan hubungan antarwarganya dengan landasan nilai,
terutama nilai agama.
Lalu, apakah rumusan RUU Ormas sudah sejalan dengan cita-cita
masyarakat madani? Setelah menyelami pasal demi pasal, ada beberapa hal yang
perlu dikritisi dalam RUU Ormas tersebut. Pertama, terkait dengan asas
organisasi. Bagi sebuah organisasi, asas adalah landasan berserikat juga cita-cita
perjuangan. Asas juga merupakan identitas organisasi. Jadi, urusan asas ini harus bebas karena ini bagian dari kemerdekaan mengungkapkan
ekspresi dan gagasan.
Dalam pembahasan RUU Ormas disebutkan bahwa setiap organisasi ha
rus berasas Pancasila dan boleh mencantumkan asas lainnya. Rumusan ini terkesan
ambigu. Pemerintah ingin memaksakan asas Pancasila, tetapi tak berani juga
membatasi ormas menggunakan asas lainnya. Bagi beberapa ormas agama yang
berasas agama, rumusan ini akan aneh. Misalnya, asas organisasi Pancasila dan
Islam. Rancu.
Kedua, sifat ormas. Dalam draf disebutkan bahwa ormas bersifat
sukarela, sosial, mandiri, nirlaba, dan tidak berafiliasi pada partai politik. Dalam
pembahasan terjadi perdebatan, apakah bisa membatasi sebuah organisasi
berafiliasi kepada partai politik? Apa definisi afiliasi? Akhirnya, disepakati
untuk sementara rumusan tersebut.
Ketiga, soal pendaftaran ormas. Dalam draf disebutkan bahwa setiap
ormas baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum harus mendaftar
kepada pemerintah. Mengapa harus mendaftar? Dalam pembahasan terungkap bahwa pemerintah
ingin mendata, mengawasi, dan mengontrol aktivitas ormas. Draf tersebut juga menyodorkan
berbagai persyaratan administratif yang harus dipenuhi oleh ormas untuk
mendaftar.
Mungkin bagi ormas, untuk apa kami harus mendaftar? Jika
jawabannya untuk mengontrol, jelas ini tidak sejalan dengan ciri masyarakat
madani di mana setiap warga bisa berkegiatan, berserikat bebas tanpa
dimata-matai oleh siapa pun termasuk negara. Sebenarnya ada alternatif
jawabannya bahwa setiap ormas harus mendaftar untuk bisa mendapatkan dana APBN
dan APBD. Atau, bisa juga mendaftar untuk bisa terlibat dalam Musyawarah
Perencanaan Pembangunan (Musrenbang). Gagasan ini sama sekali tidak terungkap
dalam pembahasan rapat.
Keempat, tentang larangan ormas. Dalam draf disebutkan bahwa ormas
dilarang melakukan kekerasan, mengganggu ketertiban dan merusak fasilitas umum.
Ormas juga dilarang menyebarkan permusuhan antarsuku, agama, ras, dan
antargolongan. Bagian ini sangat sesuai dengan cita-cita masyarakat madani.
Kelima, tentang pembubaran ormas. Dalam draf disebutkan bahwa
pembubaran ormas hanya bisa dilakukan oleh pengadilan. Jadi, pemerintah tak
lagi bisa semena-mena terhadap ormas. Ini adalah koreksi besar UU No 8/1985
yang dimanfaatkan Orde Baru untuk mem berangus ormas vokal. Namun demikian,
bisakah ormas dibubarkan? Jangan sampai terjadi kriminalisasi ormas. Kita tahu
supremasi hukum kita lemah.
Beberapa hal di atas adalah sekilas yang bisa dianalisis dari draf
RUU Ormas yang sedang dibahas. Naskah akademis RUU Ormas tidak membahas sama
sekali tentang desain besar bagaimana negara ini ingin membangun dunia
keormasan. Draf ini hanya mengatur soal administratif saja.
Jika mencermati maraknya kekerasan yang dilakukan sedikit ormas,
ini terjadi karena masih minimnya ruang partisipasi dalam pengambilan kebijakan
publik. Mungkin perlu dipikirkan bagaimana caranya memperbanyak ruang interaksi
antarkelompok masyarakat. Jika RUU ini ingin mewujudkan masyarakat madani, maka
negara harus menyemai lebih banyak ormas karena ormas adalah sarana penyalur
aspirasi, partisipasi, dan kaderisasi. Ini akan menjadi modal sosial yang
berharga bagi bangsa Indonesia. Masyarakat yang berkelompok lebih baik daripada
yang hidup sendiri-sendiri. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar