Kamis, 04 Oktober 2012

RUU Ormas dan Masyarakat Madani


RUU Ormas dan Masyarakat Madani
Nurhasan Zaidi  ;  Anggota Panitia Khusus RUU Organisasi Kemasyarakatan DPR RI
REPUBLIKA, 03 Oktober 2012


Pembahasan RUU Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) di DPR berlangsung alot. Sampai pekan terakhir September ini, masih banyak pasal krusial yang belum disepakati. Beruntung, definisi ormas akhirnya sudah disepakati. Ormas ada lah organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.

Dalam sebuah diskusi dengan pakar, ada pertanyaan menggelitik dari seorang budayawan, apakah RUU Ormas ini sudah cukup untuk mewujudkan masyarakat madani? Pertanyaan itu sangat menyebalkan bagi anggota Pansus RUU Ormas yang ingin segera RUU ini disahkan. Toh, pembahasan terus berjalan. Akan tetapi, bagi saya sebagai anggota dewan dari partai Islam tentu sangat berkepentingan dengan jawaban pertanyaan ini.

Menurut pendapat beberapa pakar, ciri masyarakat madani yaitu adanya ruang publik yang bebas, demokratis, toleran, partisipatif, terorganisasi, plural, dan berkeadilan sosial. Masyarakat madani adalah masyarakat yang melandaskan hubungan antarwarganya dengan landasan nilai, terutama nilai agama.

Lalu, apakah rumusan RUU Ormas sudah sejalan dengan cita-cita masyarakat madani? Setelah menyelami pasal demi pasal, ada beberapa hal yang perlu dikritisi dalam RUU Ormas tersebut. Pertama, terkait dengan asas organisasi. Bagi sebuah organisasi, asas adalah landasan berserikat juga cita-cita perjuangan. Asas juga merupakan identitas organisasi. Jadi, urusan asas ini harus bebas karena ini bagian dari kemerdekaan mengungkapkan ekspresi dan gagasan.

Dalam pembahasan RUU Ormas disebutkan bahwa setiap organisasi ha rus berasas Pancasila dan boleh mencantumkan asas lainnya. Rumusan ini terkesan ambigu. Pemerintah ingin memaksakan asas Pancasila, tetapi tak berani juga membatasi ormas menggunakan asas lainnya. Bagi beberapa ormas agama yang berasas agama, rumusan ini akan aneh. Misalnya, asas organisasi Pancasila dan Islam. Rancu.

Kedua, sifat ormas. Dalam draf disebutkan bahwa ormas bersifat sukarela, sosial, mandiri, nirlaba, dan tidak berafiliasi pada partai politik. Dalam pembahasan terjadi perdebatan, apakah bisa membatasi sebuah organisasi berafiliasi kepada partai politik? Apa definisi afiliasi? Akhirnya, disepakati untuk sementara rumusan tersebut.

Ketiga, soal pendaftaran ormas. Dalam draf disebutkan bahwa setiap ormas baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum harus mendaftar kepada pemerintah. Mengapa harus mendaftar? Dalam pembahasan terungkap bahwa pemerintah ingin mendata, mengawasi, dan mengontrol aktivitas ormas. Draf tersebut juga menyodorkan berbagai persyaratan administratif yang harus dipenuhi oleh ormas untuk mendaftar.

Mungkin bagi ormas, untuk apa kami harus mendaftar? Jika jawabannya untuk mengontrol, jelas ini tidak sejalan dengan ciri masyarakat madani di mana setiap warga bisa berkegiatan, berserikat bebas tanpa dimata-matai oleh siapa pun termasuk negara. Sebenarnya ada alternatif jawabannya bahwa setiap ormas harus mendaftar untuk bisa mendapatkan dana APBN dan APBD. Atau, bisa juga mendaftar untuk bisa terlibat dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang). Gagasan ini sama sekali tidak terungkap dalam pembahasan rapat.

Keempat, tentang larangan ormas. Dalam draf disebutkan bahwa ormas dilarang melakukan kekerasan, mengganggu ketertiban dan merusak fasilitas umum. Ormas juga dilarang menyebarkan permusuhan antarsuku, agama, ras, dan antargolongan. Bagian ini sangat sesuai dengan cita-cita masyarakat madani.

Kelima, tentang pembubaran ormas. Dalam draf disebutkan bahwa pembubaran ormas hanya bisa dilakukan oleh pengadilan. Jadi, pemerintah tak lagi bisa semena-mena terhadap ormas. Ini adalah koreksi besar UU No 8/1985 yang dimanfaatkan Orde Baru untuk mem berangus ormas vokal. Namun demikian, bisakah ormas dibubarkan? Jangan sampai terjadi kriminalisasi ormas. Kita tahu supremasi hukum kita lemah.

Beberapa hal di atas adalah sekilas yang bisa dianalisis dari draf RUU Ormas yang sedang dibahas. Naskah akademis RUU Ormas tidak membahas sama sekali tentang desain besar bagaimana negara ini ingin membangun dunia keormasan. Draf ini hanya mengatur soal administratif saja.

Jika mencermati maraknya kekerasan yang dilakukan sedikit ormas, ini terjadi karena masih minimnya ruang partisipasi dalam pengambilan kebijakan publik. Mungkin perlu dipikirkan bagaimana caranya memperbanyak ruang interaksi antarkelompok masyarakat. Jika RUU ini ingin mewujudkan masyarakat madani, maka negara harus menyemai lebih banyak ormas karena ormas adalah sarana penyalur aspirasi, partisipasi, dan kaderisasi. Ini akan menjadi modal sosial yang berharga bagi bangsa Indonesia. Masyarakat yang berkelompok lebih baik daripada yang hidup sendiri-sendiri. ● 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar