Kamis, 04 Oktober 2012

Tantangan Ketenagakerjaan


Tantangan Ketenagakerjaan
Fithra Faisal Hastiadi  ;  Staf Pengajar FEUI
REPUBLIKA, 03 Oktober 2012


Di tengah gemuruh krisis global, Indonesia masih tampak kokoh dengan pijakannya. Betapa ti dak, selama lima tahun terakhir (2007-2011), ekonomi Indonesia mampu tumbuh rata-rata sebesar 5,9 persen (yoy), lebih tinggi jika dibandingkan lima tahun sebelumnya (2002-2006) yang tumbuh sebesar 5,1 persen (yoy).

Tekanan inflasi pun sudah mulai melunak sebagai konsekuensi dari turunnya tren harga-harga komoditas di pasar internasional. Hal ini pada gilirannya diprediksikan bisa menekan laju inflasi pada tahun 2012 hingga mencapai kisaran 4,0 persen (yoy). Data pengangguran di Indonesia selama lima tahun terakhir juga semakin menjustifikasi kinerja perekonomian Indonesia yang tengah mengangkasa.

Data BPS menunjukkan bahwa Tingkat Partisipasi Angkatan kerja telah mengalami peningkatan dari 66,16 persen pada 2006 menjadi 69,96 persen pada 2011. Sementara itu, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) mengalami penurunan dari 10,45 persen pada 2006 menjadi 6,56 persen di tahun 2011.

Dengan kegemilangan Indonesia dalam memangkas angka pengangguran, apakah kini perekonomian Indonesia sudah semakin inklusif?

Pertumbuhan Ekonomi

Secara terminologi, pertumbuhan ekonomi yang inklusif adalah pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan dengan melibatkan sebanyak mungkin penduduk di dalam aktivitas perekonomian. Apakah perekonomian Indonesia sudah inklusif?

Dari hasil kalkulasi penulis menggunakan data BPS, setiap satu persen pertumbuhan ekonomi mampu menyerap 513 ribu tenaga kerja pada 2010, namun anjlok menjadi 209 ribu tenaga kerja pada 2011. Artinya, pertumbuhan ekonomi Indonesia belum bisa dimasukkan dalam kategori inklusif.

Laporan ILO tahun 2010 menegaskan bahwa pasar tenaga kerja Indonesia memiliki potensi-potensi yang belum tergali untuk menghasilkan lapangan kerja yang produktif. Tingkat pengangguran telah menurun. Namun, indicator-indikator pasar tenaga kerja lainnya memperlihatkan gambaran lain dari kinerja pasar tenaga kerja Indonesia. Kualitas lapangan kerja masih tertinggal dari pertumbuhan jumlah lapangan kerja.

Meski terjadi perluasan ekonomi dan kerja, kondisi lapangan kerja informal, yang kerapkali dikenal sebagai pekerjaan dengan produktivitas dan pendapatan yang rendah serta kegiatan kerja yang tidak aman, belum mengalami perubahan. Kesempatan kerja bagi kaum muda belum berkembang.

Memang pengangguran di Indonesia telah men capai angka yang cukup baik (6,56 persen pada 2011). Dibanding dengan negara maju seperti Jerman yang masih memiliki pengangguran hingga delapan persen, Indonesia bahkan bisa semakin bertepuk dada. 

Tetapi, jika kita melihat kontribusi pekerja keluarga yang tidak dibayar, data menunjukkan bahwa Indonesia memiliki jumlah pekerja keluarga yang cukup signifikan (17 persen dari total pekerja) dibanding dengan Jerman (0,6 persen dari total pekerja) atau bahkan negara tetangga, seperti Singapura (0,6 persen dari total pekerja), Malaysia (4,4 persen dari total pekerja), dan Filipina (12 persen dari total pekerja). Hal ini menunjukkan bahwa masih ba nyak pekerja di Indonesia yang belum dibayar secara layak.

Hasil analisis Bank Dunia dalam Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia (Bank Dunia, 2010) memberikan berbagai dimensi permasalahan ketenagakerjaan di Indonesia, antara lain: (i) Indonesia belum menciptakan pekerjaan yang baik dalam jumlah yang memadai, (ii) peraturan tenaga kerja yang kaku telah menghambat penciptaan lapangan kerja dan gagal memberikan perlindungan bagi pekerja yang paling rentan, (iii) upaya reformasi ketenagakerjaan telah menemui kebuntuan.

Permasalahan ketenagakerjaan tersebut tentunya akan menyulitkan Indonesia untuk mencapai tujuan bersama di tingkat internasional dan telah disepakati dalam Deklarasi Millenium, yang dikenal sebagai Sasaran Pembangunan Millenium (Millenium Development Goals atau disingkat MDGs), yaitu menanggulangi kemiskinan dan kelaparan (BappenasUNDP, 2008). Kurang kondusifnya iklim bekerja di Indonesia dapat dilihat dari jumlah migrasi neto dari Indonesia ke luar negeri yang terus meningkat dari sebanyak 775.921 pada 2000 hingga mencapai 1.293.089 di tahun 2010.

Celakanya, jumlah penempatan tenaga kerja Indonesia di sektor informal lebih besar dibandingkan dengan di sektor formal yakni 71 persen di sektor informal dan 29 persen di sektor formal. Tentunya ini jadi masalah, karena pekerja informal lebih rawan dilanggar haknya.

Permasalahan yang dihadapi TKI cukup beragam. Mulai dari gaji tidak dibayar majikan, dipekerjakan tidak sesuai perjanjian kontrak kerja, disakiti majikan, hingga pelecehan seksual. Berdasarkan BNP2TKI, dari 15 negara penempatan terdapat 5 (lima) negara yang cukup besar jumlah TKI bermasalahnya. Dari 1.410 TKI yang bermasalah selama lima bulan (JanuariMei 2012) diketahui bahwa Arab Saudi sebagai negara yang memiliki jumlah TKI bermasalah paling banyak, yaitu 776 orang kemudian disusul Malaysia sebanyak 252 orang, Suriah 196 orang, Yordania 84 orang, dan Uni Emirat Arab 70 orang. Hal ini tentunya berkorelasi dengan banyaknya jumlah TKI informal di negara-negara tersebut.

Mengatasi Tantangan

Dalam studi terbaru dari Asian Development Bank Institute (belum dipublikasikan), Indonesia digadanggadang akan menjadi pemimpin informal ASEAN menuju 2030. Integrasi ekonomi di kawasan ini membutuhkan peran dominan dari Indonesia, mengingat pelbagai potensi ekonomi yang ada di Indonesia.

Hasil studi dari penulis pada 2011 menunjukkan populasi penduduk Indonesia yang besar dapat menopang terjadinya integrasi ekonomi di ASEAN karena penduduk yang besar berarti pasar yang besar bagi produk-produk ASEAN, dan juga sebagai penyedia sumber daya manusia yang signifikan untuk ekspansi produksi.

Menurut proyeksi Lembaga Demografi Universitas Indonesia, rasio dependensi akan mencapai titik terendah (45,5 persen) pada 2025. Artinya, beban ekonomi populasi usia produktif yang menopang penduduk usia tidak produktif mencapai klimaksnya pada 2025. Sebuah potensi besar bila bisa dimanfaatkan dan dipersiapkan dari sekarang. ● 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar