Revolusi Baru
Pembentuk Dunia
Laode M Kamaluddin ; Rektor Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang
|
SUARA
MERDEKA, 01 Oktober 2012
BRASIL, Rusia, India, dan
China yang lebih dikenal dengan sebutan BRIC saat ini telah menjadi negara yang
sangat berperan dalam perkembangan ekonomi dunia. Para ekonom memercayai mereka
bakal memimpin perkembangan ekonomi dunia melalui produk domestik brutonya.
Namun akhir-akhir ini para ekonom kita kembali berdebat tentang terminologi baru, yaitu Emerging and Growth Leading Economies (EAGLEs) yang akan meliputi negara Korea Selatan, Indonesia, Turki, Mesir, dan Taiwan, selain negara-negara BRIC.
Perdebatan itu juga dengan mendasarkan bahwa perputaran ekonomi dunia telah bergeser dari negara-negara maju ke negara-negara berkembang. Hal ini telah meningkatkan pasar dan minat beberapa negara untuk tergabung dalam negara-negara BRIC. Tapi para ekonom juga memperdebatkan bahwa konsep BRIC saat ini mulai usang, dan mereka melilih mengusung paham baru, yakni konsep EAGLEs yang bisa melampaui batas-batas BRIC.
Para ekonom memercayai bahwa ke depan negara-negara EAGLEs akan memberikan kontribusi separuh dari pertumbuhan dunia pada dekade berikutnya. Kontribusi mereka diperkirakan mencapai angka lebih dari 10 triliun dolar AS. Pertumbuhan yang sama diberikan oleh negara-negara, seperti Jepang, Inggris, Jerman, Prancis, dan Italia, yang diperkirakan mencapai angka 6 triliun dolar AS (New York Times; 2012).
Fakta itu memberikan gambaran nilai yang kurang antara ukuran pertumbuhan ekonomi dan populasi jumlah penduduk, dan hal itu bisa menjadi sebuah prediksi yang menyesatkan. Bagaimanapun analisis tersebut akan memberikan gambaran kepada kita bahwa Asia akan menjadi pemimpin ekonomi dunia. Lalu bagaimana hubungan hal itu dengan dunia pendidikan tinggi, dan perkembangan zaman yang telah membawa kita pada era digital?
Marilah kita melihat perkembangan dunia saat ini, yaitu era ketika Twitter, Google, Ipad, dan Facebook (TGIF) menjadi tren dunia. Kita mungkin bisa dibuat terperangah oleh data sebagaimana disampaikan Rinie (2006) yang menyebutkan bahwa tiap tahun 5.000 jam dihabiskan orang untuk bermain game online, 250.000 pertukaran email, pesan singkat (SMS) tidak dapat dihitung lagi, 10.000 jam pemakain telepon seluler, dan 3.500 jam orang berinteraksi online. Gambaran angka itu akan meningkat tiap tahun.
Kita sepakat revolusi dalam dunia digital ini bisa dan telah mengubah cara pandang seseorang dalam menjalani kehidupan yang sangat canggih saat ini. Sebuah teknologi yang membuat perubahan besar kepada seluruh dunia, dari membantu mempermudah segala urusan sampai membuat masalah karena tidak bisa menggunakan fasilitas digital yang makin canggih dengan baik dan benar.
Dalam pandangan bisnis, kondisi itu adalah sebuah pasar yang sangat menjanjikan mengingat secara ekologi perubahan tersebut akan membawa kita kepada green environment. Dari sudut pandang dunia pendidikan tinggi, realitas itu adalah sebuah perubahan besar, yakni era dimulainya revolusi sistem dan metode pendidikan.
Poros Perekonomian
Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) telah mengantisipasi perubahan zaman tersebut dengan mengembangkan teknologi digital yang dikenal dengan terrestrial-digital multimedia broadcasting (T-DMB). Aplikasi teknologi yang pada awalnya diperkenalkan oleh Korea Selatan memungkinkan menyelenggarakan pendidikan dengan jangkauan yang lebih luas dan berbiaya lebih murah.
T-DMB adalah jaringan berbasis terestrial, dan telepon seluler bisa menerima siaran melalui sistem terestrial yang dipancarkan melalui antena pemancar dengan menara cukup tinggi. Layanan ini mensyaratkan penggunaan frekuensi sangat tinggi (very high frequency/VHF).
Teknologi ini memang memiliki kesamaan pita frekuensi sebagaimana diterima oleh televisi-televisi di rumah kita, tapi dalam konteks dunia pendidikan tinggi, materi siaran tersebut sarat dengan konten-konten perkuliahan yang dikemas secara menarik. Revolusi dalam bidang pendidikan ini mau tidak mau harus kita hadapi dengan menyusun sejumlah strategi yang jitu dan cerdas.
Bagi generasi muda Asia, kondisi itu merupakan tantangan sekaligus peluang. Kita perlu mengembangkan sebuah strategi untuk lebih mempersiapkan generasi muda Asia, di antaranya dengan mengembangkan kapasitas kampus dengan menerapkan mobile learning berbasis sistem DMB. Dengan mempersiapkan generasi muda Asia sejak dini menghadapi revolusi teknologi, kami meyakini dan optimistis bahwa ASIA, termasuk Indonesia, kembali menjadi poros perekonomian dunia. ●
Namun akhir-akhir ini para ekonom kita kembali berdebat tentang terminologi baru, yaitu Emerging and Growth Leading Economies (EAGLEs) yang akan meliputi negara Korea Selatan, Indonesia, Turki, Mesir, dan Taiwan, selain negara-negara BRIC.
Perdebatan itu juga dengan mendasarkan bahwa perputaran ekonomi dunia telah bergeser dari negara-negara maju ke negara-negara berkembang. Hal ini telah meningkatkan pasar dan minat beberapa negara untuk tergabung dalam negara-negara BRIC. Tapi para ekonom juga memperdebatkan bahwa konsep BRIC saat ini mulai usang, dan mereka melilih mengusung paham baru, yakni konsep EAGLEs yang bisa melampaui batas-batas BRIC.
Para ekonom memercayai bahwa ke depan negara-negara EAGLEs akan memberikan kontribusi separuh dari pertumbuhan dunia pada dekade berikutnya. Kontribusi mereka diperkirakan mencapai angka lebih dari 10 triliun dolar AS. Pertumbuhan yang sama diberikan oleh negara-negara, seperti Jepang, Inggris, Jerman, Prancis, dan Italia, yang diperkirakan mencapai angka 6 triliun dolar AS (New York Times; 2012).
Fakta itu memberikan gambaran nilai yang kurang antara ukuran pertumbuhan ekonomi dan populasi jumlah penduduk, dan hal itu bisa menjadi sebuah prediksi yang menyesatkan. Bagaimanapun analisis tersebut akan memberikan gambaran kepada kita bahwa Asia akan menjadi pemimpin ekonomi dunia. Lalu bagaimana hubungan hal itu dengan dunia pendidikan tinggi, dan perkembangan zaman yang telah membawa kita pada era digital?
Marilah kita melihat perkembangan dunia saat ini, yaitu era ketika Twitter, Google, Ipad, dan Facebook (TGIF) menjadi tren dunia. Kita mungkin bisa dibuat terperangah oleh data sebagaimana disampaikan Rinie (2006) yang menyebutkan bahwa tiap tahun 5.000 jam dihabiskan orang untuk bermain game online, 250.000 pertukaran email, pesan singkat (SMS) tidak dapat dihitung lagi, 10.000 jam pemakain telepon seluler, dan 3.500 jam orang berinteraksi online. Gambaran angka itu akan meningkat tiap tahun.
Kita sepakat revolusi dalam dunia digital ini bisa dan telah mengubah cara pandang seseorang dalam menjalani kehidupan yang sangat canggih saat ini. Sebuah teknologi yang membuat perubahan besar kepada seluruh dunia, dari membantu mempermudah segala urusan sampai membuat masalah karena tidak bisa menggunakan fasilitas digital yang makin canggih dengan baik dan benar.
Dalam pandangan bisnis, kondisi itu adalah sebuah pasar yang sangat menjanjikan mengingat secara ekologi perubahan tersebut akan membawa kita kepada green environment. Dari sudut pandang dunia pendidikan tinggi, realitas itu adalah sebuah perubahan besar, yakni era dimulainya revolusi sistem dan metode pendidikan.
Poros Perekonomian
Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) telah mengantisipasi perubahan zaman tersebut dengan mengembangkan teknologi digital yang dikenal dengan terrestrial-digital multimedia broadcasting (T-DMB). Aplikasi teknologi yang pada awalnya diperkenalkan oleh Korea Selatan memungkinkan menyelenggarakan pendidikan dengan jangkauan yang lebih luas dan berbiaya lebih murah.
T-DMB adalah jaringan berbasis terestrial, dan telepon seluler bisa menerima siaran melalui sistem terestrial yang dipancarkan melalui antena pemancar dengan menara cukup tinggi. Layanan ini mensyaratkan penggunaan frekuensi sangat tinggi (very high frequency/VHF).
Teknologi ini memang memiliki kesamaan pita frekuensi sebagaimana diterima oleh televisi-televisi di rumah kita, tapi dalam konteks dunia pendidikan tinggi, materi siaran tersebut sarat dengan konten-konten perkuliahan yang dikemas secara menarik. Revolusi dalam bidang pendidikan ini mau tidak mau harus kita hadapi dengan menyusun sejumlah strategi yang jitu dan cerdas.
Bagi generasi muda Asia, kondisi itu merupakan tantangan sekaligus peluang. Kita perlu mengembangkan sebuah strategi untuk lebih mempersiapkan generasi muda Asia, di antaranya dengan mengembangkan kapasitas kampus dengan menerapkan mobile learning berbasis sistem DMB. Dengan mempersiapkan generasi muda Asia sejak dini menghadapi revolusi teknologi, kami meyakini dan optimistis bahwa ASIA, termasuk Indonesia, kembali menjadi poros perekonomian dunia. ●
terimakasih infonya
BalasHapus