Jumat, 05 Oktober 2012

Remunerasi Prajurit TNI


Remunerasi Prajurit TNI
Abraham FanggidaE ;  Widyaiswara Utama,
Bekerja pada Kementerian Sosial RI di Jakarta
SUARA KARYA, 05 Oktober 2012


Betapa penting man behind the gun di dalam organisasi pertahanan seperti Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang mengaitkan tugas pokok dan fungsi selalu menggunakan persenjataan berteknologi pada umumnya canggih. Siapa yang mengawaki alat utama sistem persenjataan (alutsista) modern berteknologi mutakhir yang dimiliki TNI? Mereka adalah prajurit TNI,sebagai prajurit dengan profesionalisme tinggi.

Prajurit TNI profesional harus menjadi perhatian, di samping kelengkapan alutsista. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2012 belanja alutsista dialokasikan sebesar Rp 64 triliun. Pada RAPBN 2013, alokasi alutsista itu mencapai Rp 77, 7 triliun. Jumlah itu dilaporkan masih belum mencukupi dilihat keberadaan NKRI dengan memadai.

Negara kita merupakan negara paling kaya dalam sumber daya alam, baik di darat dan di laut dibanding dengan negara lain di dunia. Upaya preventif menjaga pencurian SDA antara lain harus didukung oleh sistem pertahanan atau militer yang kuat.

Kita belum mampu menjaga SDA dengan baik. Setiap tahun negara mengalami kerugian mencapai triliunan rupiah karena hasil laut dicuri nelayan asing, termasuk pasir besi, bijih timah menjadi sasaran pencurian.

Tidak heran, periode 2010-2014, pemerintah serius memberi perhatian terhadap TNI. Periode itu, alokasi dana APBN untuk alutsista TNI sebesar Rp 150 triliun dan ternyata memberi efek bagi peningkatan TNI. Alutsista TNI itu meliputi pesawat canggih Sukhoi 35 BM, tank Leopard 2A6 yang akan datang pada bulan Nopember 2012. TNI mampu membeli kapal perang siluman KRI Klewang 625, namun sayang kapal berteknologi canggih tersebut ludes terbakar pada September ini.

Man behind the gun amat penting agar seluruh alutsista modern dan digital yang berharga amat mahal diawaki oleh prajurit TNI yang profesional, berkualitas dan memiliki tanggungjawab besar. Implikasinya, kesejahteraan prajurit TNI dengan keluarga seharusnya dinomorsatukan.

Prajurit dengan perut kenyang, makanan bergizi, menyehatkan psikis dan fisik. Perlu peningkatakan kesejahteraannya, dan ini terlacak pada Perpres RI Nomor 72 tahun 2010 yang diterbitkan pada 15 Desember 2010, memuat tentang tunjangan kinerja/remunerasi bagi setiap prajurit TNI.

Prajurit TNI juga selalu berada paling depan dan paling dahulu ketika bencana alam mengguncang sejumlah tempat di Indonesia. Upaya penanggulangan bencana baik bencana alam maupun sosial, berbagai kecelakaan berat seperti kecelakaan pesawat komersial Sukhoi di Jawa Barat bisa ditangani cepat.

Namun, belakangan ternyata tunjangan kinerja yang dikuatkan melalui Perpres tersebut hanya bagaikan "angin surga" bagi prajurit TNI, khususnya tamtama, bintara dan perwira pertama. Besarnya tunjangan kinerja dibayarkan berdasarkan pada grade, dan kenyataannya dengan grade nampak begitu mencolok perbedaan gaji seorang tamtama pangkat prajurit dua, dengan seorang jenderal.

Seorang Tamtama berpangkat prajurit dua (prada) Grade-2 menerima tunjangan kinerja sebesar Rp 924 ribu tiap bulan. Perwira pertama pun menerima tunjangan kinerja relatif kecil, misalnya seorang Letnan Kolonel hanya menerima Rp 2, 6 juta tiap bulan. Letnan Dua (perwira muda) menerima Rp 1,6 juta. Bandingkan dengan seorang jenderal/laksamana/ marsekal penyandang bintang empat atau Grade-19 (tertinggi) memperoleh bayaran sebesar Rp 29,220 juta tiap bulan.

Memang harus dimaklumi, keuangan negara belum cukup kuat memberikan gaji secara lebih adil bagi prajurit TNI, sehingga tidak akan terlihat amat timpang. Karena itu, disarankan agar pemerintah memperbaiki/meninjau kembali besaran remunerasi bagi prajurit TNI.

Pertama, setiap prajurit diharuskan menjadi prajurit profesional, otomatis prajurit yang berkualitas dan bertanggungjawab. Kedua, kita mampu membeli alutsista dengan harga amat mahal, dan persenjataan canggih tersebut harus memperoleh perawatan dari prajurit yang tercukupi kesejahteraan dirinya beserta keluarga di rumah. Ketiga, kesejahteraan yang baik berdampak bagi terjaminnya tindakan etis dan moral dari prajurit di tengah tugas formal, maupun ketika berada bersama masyarakat.

Kita miris mendengar celotehan dari ASN mungkin juga prajurit berpangkat rendah seperti ini. "Anak buah ditindas, pimpinan di atas. Anak buah sengsara, pimpinan tertawa. Anak buah menangis, pimpinan meringis".

Tanpa kinerja yang baik dan profesional dari prajurit dengan pangkat rendah, sulit bagi TNI mencapai profesionalisme TNI. Maka, berikan kesejahteraan yang lebih baik, hilangkan kesenjangan yang terlalu melebar dan mendalam antara tamtama, bintara dan perwira TNI.

Kita menginginkan postur TNI yang profesional dan kuat, dan disegani/dihormati bahkan militer bangsa lain yang belajar dan berlatih bersama prajurit TNI menghormati profesionalitas prajurit TNI. Tanpa kesejahteraan prajurit yang lebih adil, akan mengganggu Sapta Marga dan Sumpah Prajurit sebagai nilai utama untuk pencapaian prajurit TNI profesional.

Tentu, kita tidak ingin prajurit berada di belakang berbagai kegiatan ilegal dan melanggar hukum seperti yang dengan terpaksa dilakukan sejumlah oknum prajurit, melanggar Sapta Marga dan Sumpah Prajurit. Mungkin alasannya mendasar karena 'tuntutan perut'.

Pemerintah wajib memperbaiki kesejahteraan prajurit TNI agar setiap prajurit mampu mengemban tugas menjaga kedaulatan dan keutuhan NKRI, dengan menjaga kepantasan pemberian gaji/tunjangan bagi prajurit dalam tingkatan kepangkatan apapun yang disandang agar profesionalisme TNI yang diidamkan berjalan mulus. 

Dirgahayu TNI ke 67● 

1 komentar:

  1. top....betul sekali tulisan diatas...smoga pemerintah menyempatkan membaca tulisan ini....dan merealisasikan dengan memberikan kesejahteraan bagi anggota TNI ....semangat terus untuk TNI,jayalah slalu di darat, laut dan udara

    BalasHapus