Penanganan
Perkara dalam Diri Polisi
Jamal Wiwoho ; Dosen Program Doktoral Ilmu
Hukum
dan Pembantu Rektor II Universitas Sebelas Maret Surakarta |
SUARA
KARYA, 17 Oktober 2012
Pidato Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono (SBY), yang didampingi dengan beberapa menteri dan
disampaikan dalam rangka " melerai" pertikaian antara Polri dengan
KPK akhirnya dapat menurunkan panasnya suhu pertikaian kedua lembaga
penegakan hukum tersebut. Salah satu isi atau poin penting pada pidato
tersebut adalah sikap dan komitmen Presiden berkaitan dengan penanganan kasus
Komisaris Polisi Novel Baswedan. Presiden pada intinya menyatakan bahwa
keinginan Polri untuk melakukan proses hukum terhadap Novel Baswedan tidak
tepat, baik dari segi waktu maupun cara penangannya.
Pidato Presiden SBY
tersebut dapat dimaknai dalam 2 hal. Yang pertama, soal waktu penanganannya
dan yang kedua, dalam kaitanya dengan cara penanganannya.
Jika dikaitkan dengan
waktu penangananya, ada beberapa pertanyaan besar yang menyeruak ke
permukaan, misalnya, soal tempores delicti (waktu terjadinya perkara) yang
konon terjadi pada tahun 2004. Kala itu Kompol Novel sebagai Kasatreskrim di
Polda Bengkulu diduga turut serta atau dapat diduga melakukan pembunuhan terhadap
pencuri sarang burung walet di Bengkulu.
Pertanyaan besar yang
dapat diajukan adalah mengapa masalah dugaan tindak pidana sejak tahun 2004
sampai dengan Oktober 2012 tidak pernah menyeruak (lagi) di Polda Bengkulu
dengan penanganan yang tuntas? Dan, bagaimana mungkin seorang anggota polisi
yang tengah atau masih tersandung perkara pidana dapat direkomendasikan oleh
Kapolri atau Kapolda untuk ditugaskan dan ditempatkan pada sebuah lembaga
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Jika ini terjadi, maka ada hal yang
ganjil dalam pola rekrutmennya.
Sisi lain yang
berkaitan dengan waktu yang tidak tepat dari isi pidato Presiden tersebut,
mengapa Polda Bengkulu baru mengungkap masalah yang menimpa Kompol Novel
tersebut bersamaan dengan penanganan perkara dugaan korupsi dalam pengadaan
alat simulator SIM di mana KPK telah menetapkan Irjen Pol Djoko Susilo
sebagai tersangka dan Novel sebagai Ketua Tim Penyidik atas kasus simulator
SIM tersebut.
Kiranya semua orang
akan menduga-duga bahwa dengan posisi strategis yang diemban oleh Kompol
Novel Baswedan maka dia akan mengungkap dan menguak semua hal yang berkaitan
dengan kasus simulator tersebut atau bahkan akan menyeret jenderal-jenderal
lain.
Hal yang berkaitan
dengan cara penanganan, kiranya publik mengetahui bahwa memata-matai dengan
memfoto-foto rumah kediamanan Novel dan pengepungan KPK pada malam tanggal 5
Oktober lalu terasa sangat aneh dan janggal. Bagaimana mungkin petugas dari
Polda Bengkulu dan Polri berniat untuk menjemput paksa Kompol Novel yang sedang
dan masih bekerja di gedung KPK?
Kiranya dapat
dipertanyakan bagaiamana petugas dari Polda Bengkulu masuk dan bergabung
dengan Polri? Dapat dipastikan bahwa ada koordinasi yang baik antara kedua
lembaga vertikal tersebut. Cara-cara pengepungan dan menjemput paksa seperti
tersebut, jauh dari kaidah dan tata cara yang ditentukan dalam KUHAP.
Tim Independen
Pasca pidato Presiden
SBY rupanya ketegangan antara KPK dan Polri telah mereda. Namun, satu pesan
SBY yang belum ada perkembangan adalah bagaimana nasib Kasus Kompol Novel
tersebut. Apakah berhenti atau dibekukan atau tetap jalan terus sebagai
realisasi atas adanya asas persamaan di dalam hukum dan pemerintahan.
Jika menilik dari isi
pidato Presiden, maka patut diduga ada dan tidak ada kasus yang telah melilit
Kompol Novel tersebut. Kasus ini akan menimbulkan spekulasi maju kena dan
mundur pun kena. Artinya, jika tetap diajukan maka akan lebih tepat untuk
mengetahui secara tuntas kasus itu, utamanya benarkah kasus itu ada? Jika ya,
mengapa dari tahun 2004 sampai 2012 kasus itu belum terungkap? Mengapa pada
tahun-tahun itu tidak ada yang mengusik? Mengapa penyilidikan dan penangkapan
atas diri Novel bertepatan dengan kasus yang menimpa salah satu anggota korps
kepolisian? Benarkah kasus itu murni pidana yang belum dituntaskan dari tahun
2004? Apakah kasus Novel dilanjutkan karena untuk menggerogoti KPK? Apakah
ada maksud-maksud lain atas rencana penangkapan Novel tersebut?
Banyaknya pertanyaan
publik atas kasus Novel tersebut, maka perlu dibentuk sebuah tim independen
untuk mengetahui, menyelidiki, dan menuntaskan kasus Novel tersebut. Hasil
kajian tim independen tersebut kiranya dapat digunakan sebagai acuan untuk
merekomendasikan bahwa jika cukup bukti yang sah maka kasus itu harus
diungkap dan diselesaikan secara tuntas ke pengadilan dalam rangka penegakan
hukum dan dalam rangka merealisasikan asas bahwa setiap orang sama
kedudukannya dalam hukum.
Namun, jika hasil dari
independensi itu ternyata tidak dapat membuktikan adanya kasus pidana tersebut,
maka harus dilakukan penelusuran lebih lanjut tentang siapa orang yang
membuat skenario kasus Novel. Apa motifnya dan bagaimana penyelesaian atas
pembuat skenario tersebut?
Dengan demikian, dalam
kasus Kompol Novel tersebut dapat digunakan sebagai pembelajaran dalam
penanganan perkara pidana yang melibatkan anggota korpsnya sendiri. Semoga
segera menemukan titik terang atas pembenaran kasus itu. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar