Kamis, 18 Oktober 2012

Penanganan Perkara dalam Diri Polisi

Penanganan Perkara dalam Diri Polisi
Jamal Wiwoho ;  Dosen Program Doktoral Ilmu Hukum
dan Pembantu Rektor II Universitas Sebelas Maret Surakarta
SUARA KARYA, 17 Oktober 2012


Pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang didampingi dengan beberapa menteri dan disampaikan dalam rangka " melerai" pertikaian antara Polri dengan KPK akhirnya dapat menurunkan panasnya suhu pertikaian kedua lembaga penegakan hukum tersebut. Salah satu isi atau poin penting pada pidato tersebut adalah sikap dan komitmen Presiden berkaitan dengan penanganan kasus Komisaris Polisi Novel Baswedan. Presiden pada intinya menyatakan bahwa keinginan Polri untuk melakukan proses hukum terhadap Novel Baswedan tidak tepat, baik dari segi waktu maupun cara penangannya.
Pidato Presiden SBY tersebut dapat dimaknai dalam 2 hal. Yang pertama, soal waktu penanganannya dan yang kedua, dalam kaitanya dengan cara penanganannya.
Jika dikaitkan dengan waktu penangananya, ada beberapa pertanyaan besar yang menyeruak ke permukaan, misalnya, soal tempores delicti (waktu terjadinya perkara) yang konon terjadi pada tahun 2004. Kala itu Kompol Novel sebagai Kasatreskrim di Polda Bengkulu diduga turut serta atau dapat diduga melakukan pembunuhan terhadap pencuri sarang burung walet di Bengkulu.
Pertanyaan besar yang dapat diajukan adalah mengapa masalah dugaan tindak pidana sejak tahun 2004 sampai dengan Oktober 2012 tidak pernah menyeruak (lagi) di Polda Bengkulu dengan penanganan yang tuntas? Dan, bagaimana mungkin seorang anggota polisi yang tengah atau masih tersandung perkara pidana dapat direkomendasikan oleh Kapolri atau Kapolda untuk ditugaskan dan ditempatkan pada sebuah lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Jika ini terjadi, maka ada hal yang ganjil dalam pola rekrutmennya.
Sisi lain yang berkaitan dengan waktu yang tidak tepat dari isi pidato Presiden tersebut, mengapa Polda Bengkulu baru mengungkap masalah yang menimpa Kompol Novel tersebut bersamaan dengan penanganan perkara dugaan korupsi dalam pengadaan alat simulator SIM di mana KPK telah menetapkan Irjen Pol Djoko Susilo sebagai tersangka dan Novel sebagai Ketua Tim Penyidik atas kasus simulator SIM tersebut.
Kiranya semua orang akan menduga-duga bahwa dengan posisi strategis yang diemban oleh Kompol Novel Baswedan maka dia akan mengungkap dan menguak semua hal yang berkaitan dengan kasus simulator tersebut atau bahkan akan menyeret jenderal-jenderal lain.
Hal yang berkaitan dengan cara penanganan, kiranya publik mengetahui bahwa memata-matai dengan memfoto-foto rumah kediamanan Novel dan pengepungan KPK pada malam tanggal 5 Oktober lalu terasa sangat aneh dan janggal. Bagaimana mungkin petugas dari Polda Bengkulu dan Polri berniat untuk menjemput paksa Kompol Novel yang sedang dan masih bekerja di gedung KPK?
Kiranya dapat dipertanyakan bagaiamana petugas dari Polda Bengkulu masuk dan bergabung dengan Polri? Dapat dipastikan bahwa ada koordinasi yang baik antara kedua lembaga vertikal tersebut. Cara-cara pengepungan dan menjemput paksa seperti tersebut, jauh dari kaidah dan tata cara yang ditentukan dalam KUHAP.
Tim Independen
Pasca pidato Presiden SBY rupanya ketegangan antara KPK dan Polri telah mereda. Namun, satu pesan SBY yang belum ada perkembangan adalah bagaimana nasib Kasus Kompol Novel tersebut. Apakah berhenti atau dibekukan atau tetap jalan terus sebagai realisasi atas adanya asas persamaan di dalam hukum dan pemerintahan.
Jika menilik dari isi pidato Presiden, maka patut diduga ada dan tidak ada kasus yang telah melilit Kompol Novel tersebut. Kasus ini akan menimbulkan spekulasi maju kena dan mundur pun kena. Artinya, jika tetap diajukan maka akan lebih tepat untuk mengetahui secara tuntas kasus itu, utamanya benarkah kasus itu ada? Jika ya, mengapa dari tahun 2004 sampai 2012 kasus itu belum terungkap? Mengapa pada tahun-tahun itu tidak ada yang mengusik? Mengapa penyilidikan dan penangkapan atas diri Novel bertepatan dengan kasus yang menimpa salah satu anggota korps kepolisian? Benarkah kasus itu murni pidana yang belum dituntaskan dari tahun 2004? Apakah kasus Novel dilanjutkan karena untuk menggerogoti KPK? Apakah ada maksud-maksud lain atas rencana penangkapan Novel tersebut?
Banyaknya pertanyaan publik atas kasus Novel tersebut, maka perlu dibentuk sebuah tim independen untuk mengetahui, menyelidiki, dan menuntaskan kasus Novel tersebut. Hasil kajian tim independen tersebut kiranya dapat digunakan sebagai acuan untuk merekomendasikan bahwa jika cukup bukti yang sah maka kasus itu harus diungkap dan diselesaikan secara tuntas ke pengadilan dalam rangka penegakan hukum dan dalam rangka merealisasikan asas bahwa setiap orang sama kedudukannya dalam hukum.
Namun, jika hasil dari independensi itu ternyata tidak dapat membuktikan adanya kasus pidana tersebut, maka harus dilakukan penelusuran lebih lanjut tentang siapa orang yang membuat skenario kasus Novel. Apa motifnya dan bagaimana penyelesaian atas pembuat skenario tersebut?
Dengan demikian, dalam kasus Kompol Novel tersebut dapat digunakan sebagai pembelajaran dalam penanganan perkara pidana yang melibatkan anggota korpsnya sendiri. Semoga segera menemukan titik terang atas pembenaran kasus itu.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar