Menyelamatkan
Uang Rakyat
Paulinus Yan Olla MSF ; Rohaniwan;
Lulusan Program Doktoral Universitas Pontificio Istituto di Spiritualità
Teresianum, Roma
|
KOMPAS,
18 Oktober 2012
Konflik antara Polri dan KPK yang semakin
meruncing dan wacana penerapan hukuman mati bagi koruptor menunjukkan adanya
kemelut sekaligus kegeraman dalam pemberantasan korupsi.
Rakyat tidak rela KPK dibuat mandul. Para
ulama pun terpaksa membidik ranah politik praktis karena seruan profetisnya
menghentikan korupsi seakan suara di padang gurun. Italia yang tak mengenal
hukuman mati dalam sistem peradilannya menyatakan tekad melawan korupsi
melalui penerapan hukum secara ketat dan kontrol publik terhadap penggunaan
uang rakyat. Dua bulan terakhir, Italia diguncang skandal keuangan di
beberapa wilayah, seperti Lazio, Piemonte, Campania, dan Emilia-Romagna. Uang
rakyat ternyata salah dikelola dan dikorupsi untuk berbagai kepentingan
parpol ataupun pribadi pejabat publik.
Bupati Lazio Renata Polverini menyesali
skandal di wilayahnya sebagai tragedi politik. Ia meminta maaf kepada rakyat
miskin yang tak mampu membiayai hidup sampai akhir bulan, tetapi harus
menyaksikan politisi dan pejabat publik bergelimang kemewahan dari hasil
pajak. Uang rakyat dibelanjakan untuk membeli yacht, vila, mobil, liburan
mewah, dan berbagai kemewahan lain. Kendati tak terlibat korupsi, Polverini
mengundurkan diri demi tanggung jawab sebagai pemimpin.
Upaya pemiskinan koruptor ditegakkan. Salah
satu pemimpin partai di Lazio, Franco Fiorito, yang menilap uang rakyat
1.350.000 euro diproses dan ditahan di penjara Regina Coeli. Tujuh rekening
bank di Italia dan empat di Spanyol atas nama dirinya dibekukan. Villa mewah
dan berbagai jenis mobil disita. Sudah lazim di Italia, negara menggunakan
rumah dan bangunan mewah yang disita dari mafia atau koruptor untuk
kepentingan publik. Rumah sitaan diubah jadi sekolah publik, rumah untuk
perawatan orang lanjut usia atau museum seni. Segala barang yang berasal dari
uang rakyat diambil alih pemerintah dan digunakan untuk kepentingan publik.
Pemerintah Italia berusaha pula
mengendalikan korupsi dan pemborosan di wilayah-wilayah (baca: otonomi
daerah) karena otonomi yang diberlakukan sejak 2001 jadi sarang raibnya uang
rakyat. Melalui ”peraturan daerah” yang ditetapkan pemerintah 4 Oktober 2012,
semua wilayah otonom diwajibkan memotong anggaran untuk bidang-bidang yang
oleh pemerintah pusat dianggap pemborosan, mengurangi jumlah kursi di
parlemen daerah dari 1.396 jadi 790, dan mengurangi gaji anggota parlemen
daerah. Pejabat daerah pun wajib mengumumkan kekayaannya seperti di pusat.
Kontrol dan hukuman dilakukan dengan
mewajibkan pemda dan parpol mengumumkan pengelolaan keuangannya di internet
agar diketahui penggunaannya. Juga menugaskan satu tim pengawas nasional
(mirip gabungan KPK, BPK, dan tim audit) yang berhak memeriksa anggaran daerah
dan mengintervensi setiap saat jika dicurigai ada korupsi. Kepala daerah yang
lalai menerapkan aturan yang ditetapkan dihukum tak dapat mencalonkan diri
sebagai pejabat publik/politis selama 10 tahun.
Sebatas Wacana dan Ide
Di Indonesia, penerimaan pajak 2012
ditargetkan Rp 1.011,73 triliun dan 2013 naik jadi Rp 1.178,98 triliun.
Temuan BPK tentang pemborosan dan kerugian keuangan negara senilai Rp 12,44
triliun selama Januari-Juni 2012 tak dapat dibiarkan terus berlangsung. Uang
rakyat akan menguap jika proyeksi penerimaan pajak itu tidak diiringi kontrol
efektif penggunaannya.
Ide memiskinkan dan menghukum berat
koruptor telah lama jadi wacana, tetapi realisasinya jauh panggang dari api.
Biaya eksplisit korupsi 2001 hingga 2009 Rp 73,01 triliun. Namun, total nilai
hukuman finansial yang dijatuhkan hanya Rp 5,32 triliun. Selisih Rp 67,75
triliun dibayar dari pajak. Pelaksanaan UU Tindak Pidana Korupsi memiskinkan
koruptor gurem dan kecil, tetapi justru menguntungkan koruptor besar dan
kakap.
Di negeri ini tak kurang wacana dan ide
cemerlang soal menghancurkan korupsi dan menyelamatkan uang rakyat. Kini
dinantikan ketegasan menerapkan hukum dan kemauan politik mengakhiri usaha
pelanggengan korupsi melalui rekayasa hukum. KPK perlu diperkuat agar efektif
jadi ujung tombak perang melawan korupsi dan penyalahgunaan uang rakyat.
Pengambil kebijakan publik tak perlu menunggu para ulama terus menyerukan
hukuman mati dan rakyat meluapkan kegeraman dalam kekacauan dan kekerasan
massal. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar