Memori Dua
Kejahatan Besar
Bambang Soesatyo ; Anggota
Komisi III DPR, Fraksi Partai Golkar
|
SUARA
MERDEKA, 06 Oktober 2012
"Negara dan rakyat patut bersyukur atas
pilihan sikap JK yang menolak desakan penerapan blanket guarantee"
ADA dua kejahatan besar pada akhir 2008
hingga akhir paruh pertama 2009 yang mestinya memikat perhatian penegak hukum.
Disebut kejahatan besar karena sudah resmi dilaporkan kepada pihak berwajib dan
juga DPR. Tindak pidana pertama adalah skandal Bank Century, sedangkan yang
kedua kasus restitusi pajak triliunan rupiah yang diminta Wilmar Group.
Dua kejahatan tersebut sungguh berdaya tarik.
Terutama jika mengacu penuturan mantan Ketua KPK Antasari Azhar tentang rencana
semula mem-bailout Bank Indover yang
beroperasi di Belanda. Dua kejahatan besar
ini juga menarik disimak. Pertama; kejahatan itu terjadi ketika negara bersiap
menyelenggarakan Pileg dan Pilpres 2009.
Kedua; sejumlah pejabat tinggi negara saat
itu ataupun saat ini harus dapat memberi pertanggungjawaban, baik secara
politik maupun hukum berkait dugaan penyalahgunaan wewenang yang mengakibatkan
terbukanya akses bagi pihak lain untuk mengeruk keuntungan.
Ketiga; dua kejahatan itu terjadi pada sektor
keuangan negara, berarti negara dan rakyatlah yang menanggung kerugian besar.
Keempat; para pejabat tinggi negara yang mestinya dimintai pertanggungjawaban
dalam dua kejahatan itu, saat ini masih memangku jabatan tinggi kenegaraan.
Mereka di antaranya Gubernur BI Darmin
Nasution yang sebelumnya menjabat Dirjen Pajak Kemenkeu, dan Wapres Boediono
yang sebelumnya menjabat Gubernur BI. Dugaan kejahatan dalam kasus restitusi
pajak Wilmar Group terjadi ketika Darmin menjabat Dirjen Pajak, sedangkan
skandal Century terjadi saat Boediono menjabat Gubernur BI.
Seperti pernah diungkapkan, Panja Perpajakan
Komisi III DPR pernah mendalami kasus restitusi pajak Rp 7,2 triliun yang
diminta PT Wilmar Nabati Indonesia (WNI) dan PT Multimas Nabati Asahan (MNA).
Induk dua perusahaan itu adalah Wilmar Group. Mayoritas atau 96 persen saham
dikuasai Tradesound Investment Ltd
beralamat di PO Box 71 Craigmuir Chamber
Road Town, Tortola, British Virgin Island.
Bila skandal Century mulai dirancang pada
periode akhir (Oktober-November) 2008, rencana kejahatan restitusi pajak Wilmar
tampaknya dilakukan pada periode yang sama mengingat rangkaian aksi itu dimulai
awal 2009. Pada Januari 2009, Ditjen Pajak mengumumkan bahwa WNI dan MNA adalah
wajib pajak patuh.
Bermodalkan pernyataan itu, nilai pengajuan
restitusi PPN oleh dua perusahaan itu melonjak. Tahun 2009, dari restitusi yang
diminta WNI Rp 2,232 triliun, bisa cair Rp 1,093 triliun. Adapun MNA yang
mengajukan restitusi Rp 1,162 triliun, bisa menerima Rp 484,05 miliar. Klaim
restitusi yang belum dibayarkan diajukan lagi. Sepanjang September
2009-Februari 2010, WNI mengajukan restitusi Rp 1,597 triliun, dan MNA meminta
Rp 808,5 miliar.
Kantor Pajak Pratama (KPP) Besar Dua
mengendus dugaan tindak pidana dalam restitusi ini. Pimpinan Wilmar Group
terindikasi merekayasa laporan transaksi jual beli agar mendapat restitusi. Oktober dan November 2009, Kepala KPP Besar Dua
mengusulkan penyelidikan namun inisiatif itu tidak digubris oleh Dirjen Pajak
dan Direktur Intelijen dan Penyidikan Pajak.
Tak putus asa, kasus restitusi pajak itu
dilaporkan oleh pegawai Ditjen Pajak M Isnaeni ke Komisi III, hingga
persoalannya terkuak di ruang publik. Darmin pernah
dipanggil oleh DPR terkait kasus ini, tetapi menolak hadir. Penegak hukum
memang menangani kasus ini tapi kemajuannya tak terlihat. Dirjen Pajak Fuad
Rahmany membantah anggapan tidak menindaklanjuti laporan Isnaeni.
Pengalihan
Modus
Adapun skandal Bank Century bisa dikatakan
sebagai modus kejahatan yang dialihkan. Semula adalah gagasan tentang penjaminan
penuh (blanket guarantee) bagi dana
deposan di perbankan dalam negeri. Penjaminan itu ditolak Wapres (waktu itu)
Jusuf Kalla. Seandainya diterapkan, pemerintah harus mencadangkan Rp 300
triliun guna merespons keinginan deposan manakala terjadi rush.
Kini, negara dan rakyat patut bersyukur atas
pilihan sikap JK yang menolak desakan penerapan penjaminan tersebut. Bayangkan,
kalau oknum BI dan penguasa bisa menyalahgunakan dana bailout Century yang ’’hanya’’ Rp 6,7 triliun itu, entah berapa
besar kerugian negara bila pencadangan blanket
guarantee Rp 300 triliun itu juga disalahgunakan.
Pada saat wacana tentang blanket guarantee mengemuka, gagasan tentang bailout atau menalangi bank bermasalah nyaris tak terdengar. Baru
ketika blanket guarantee ditolak dan
diganti dengan penjaminan maksimal Rp 2 miliar per nasabah pada 13 Oktober
2008, inilah diduga dimulainya ’’operasi senyap’’ dan misterius.
Anggapan yang keliru bahwa mem-bailout Century adalah langkah
penyelamatan ekonomi. Faktanya, dana talangan itu untuk menyelamatan dana jumbo
nasabah tertentu di bank itu, dengan menunggangi kondisi krisis finansial
global tahun 2008, serta menjadikan opsi kebijakan penangkal krisis sebagai
modus.
Masyarakat tentu berharap dua
kejahatan besar itu segera diproses secara hukum. Sebaliknya, sistem hukum Indonesia
semestinya tidak ragu-ragu merespons dua kejahatan besar itu. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar