Jumat, 05 Oktober 2012

Mau Dibawa ke Mana Senkaku/Diaoyu?


Mau Dibawa ke Mana Senkaku/Diaoyu?
Dahono Fitrianto ;  Wartawan Kompas
KOMPAS, 05 Oktober 2012


Selama hampir sebulan terakhir, dunia dibuat waswas melihat perkembangan situasi di Laut China Timur, tempat berada kepulauan yang dinamakan Senkaku oleh Jepang, tetapi China menyebutnya Diaoyu. Kasatmata, tidak ada yang istimewa dari kepulauan itu.

Hanya ada lima pulau kecil dan dua karang tak berpenghuni. Kabarnya, pulau-pulau itu hanya berisi kawanan kambing, burung laut, dan sejenis tikus tanah.

Namun, tiga raksasa ekonomi Asia, yakni China, Jepang, dan Taiwan, memperebutkan kepulauan tersebut. Konon, di bawah kepulauan itu tersimpan cadangan minyak dan gas dalam jumlah besar. Perairan di sekitarnya pun kaya dengan sumber daya perikanan. Kepulauan itu juga terletak di jalur pelayaran strategis.

Ketegangan memuncak setelah 11 September lalu pemerintah pusat Jepang membeli tiga dari lima pulau utama di kawasan tersebut. China dan Taiwan pun marah besar.
China dan Taiwan mengirim kapal-kapal patroli mereka ke perairan sengketa tersebut. Hingga Rabu (3/10), kapal-kapal pengawas kelautan China masih terlihat di perairan sengketa dan mengabaikan perintah Penjaga Pantai Jepang untuk meninggalkan wilayah itu.

Meski kapal-kapal tersebut dioperasikan oleh dinas sipil negara masing-masing, bukan berarti mereka tak dilengkapi persenjataan memadai. Kapal-kapal Penjaga Pantai Jepang, misalnya, dilengkapi meriam kaliber 40 milimeter.

Sementara pihak Penjaga Pantai Taiwan menegaskan, personel yang mereka kirim adalah anggota pasukan elite bersenjata lengkap.

Kekuatan Keras

Kehadiran simbol-simbol kekuatan keras ini di lapangan memicu kekhawatiran terjadinya kesalahpahaman dan miskalkulasi yang bisa berujung pada eskalasi, korban jiwa, dan konflik terbuka.

Berbagai retorika bernuansa nasionalisme yang berkembang di dalam negeri masing-masing juga menyeramkan. Akhir bulan lalu, harian Beijing Evening News yang dikelola Pemerintah China menyebutkan diplomasi dengan Jepang hanya buang-buang energi. Menurut koran itu, China sebaiknya langsung menyajikan ”hidangan utama” dengan menjatuhkan bom atom di Jepang.

Semua itu memicu kekhawatiran pecahnya perang berskala besar di kawasan Asia Timur. Meski telah menyatakan tak memihak siapa pun, Menteri Pertahanan Amerika Serikat Leon Panetta menegaskan, seluruh wilayah Jepang berada di bawah perlindungan AS jika diserang oleh pihak lain.

Majalah The Economist edisi 22 September 2012 menyebutkan, kebangkitan China di Asia saat ini mengingatkan pada kebangkitan imperium Jerman lebih dari seratus tahun silam. Waktu itu, tak ada satu negara pun di Eropa yang secara ekonomi berminat mengobarkan perang.

Namun, Jerman berpendapat, dunia saat itu terlalu lambat mengakomodasi pertumbuhannya. Ditambah munculnya hasrat irasional, yakni nasionalisme membabi buta, pecahlah dua perang dunia.

Meski demikian, majalah itu cepat-cepat menyebut semua itu sebagai hiperbol. Masih banyak para optimis yang mengatakan ketegangan antara Jepang dan China akhir-akhir ini lebih disebabkan memanasnya suhu politik dalam negeri masing-masing yang sifatnya sementara.

Lebih dari itu, Asia saat ini disebut lebih peduli soal uang daripada perang. Khususnya China dan Jepang, kekuatan ekonomi terbesar kedua dan ketiga di dunia, yang tahun lalu mencatat nilai perdagangan antarnegara lebih dari 340 miliar dollar AS (Rp 3,26 kuadriliun).

Mungkinkah salah satu atau kedua pihak mengorbankan semua itu di tengah kondisi ekonomi global yang sedang gonjang-ganjing ini? Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Christine Lagarde, Rabu, memperingatkan bahwa Jepang dan China ”terlalu penting” bagi dunia untuk terjebak dalam konflik berkepanjangan.

Saat Eropa masih terpuruk dalam krisis keuangan dan AS belum pulih benar dari ”luka-luka” Resesi Besar-nya, hanya dua negara itulah yang diharapkan masih bisa menjadi mesin penggerak ekonomi dunia.

Dampak Ekonomi

Nyatanya, dalam tiga pekan terakhir, justru sektor ekonomilah yang langsung terkena dampak nyata. Tak satu peluru pun ditembakkan dari kapal-kapal patroli Jepang, China, ataupun Taiwan, tetapi pabrik-pabrik dan toko-toko milik pengusaha Jepang di China diserang, bahkan dibakar, para demonstran.

Sentimen anti-Jepang membuat konsumen China takut membeli mobil-mobil Jepang. Alhasil, produsen otomotif utama Jepang, seperti Toyota, Nissan, Mazda, dan Suzuki, mengurangi produksi mereka di China.

Otoritas China pun dikabarkan memperketat pemeriksaan pabean barang-barang impor dari Jepang yang menyebabkan gangguan arus barang. Para pebisnis Jepang pun dihambat mendapatkan visa untuk masuk ke China.

Kini, para produsen benda-benda berteknologi canggih di Jepang juga sedang harap-harap cemas, apakah China akan kembali menggunakan ”kartu truf”-nya, yakni keran ekspor mineral logam tanah jarang (LTJ). Tahun 2010, saat ketegangan seputar Senkaku/Diaoyu memuncak akibat penahanan nakhoda kapal nelayan China oleh aparat Jepang, China menghentikan sementara ekspor LTJ-nya ke Jepang.

LTJ terdiri atas 17 unsur kimia yang dibutuhkan dalam pembuatan berbagai barang teknologi canggih, mulai dari alat pemutar musik digital, baterai mobil hibrida, turbin pembangkit listrik tenaga angin, sampai laser pemandu peluru kendali. Asal tahu saja, China menguasai 95 persen pasar mineral ini di dunia.

Menurut situs Rare Earth Investing News, hingga saat ini belum terlihat ada gangguan impor LTJ Jepang dari China. Namun, pihak Jepang telah berjaga-jaga dengan mencari sumber LTJ di luar China.

Sebuah badan pemerintah Jepang dan rumah dagang Sojitz dikabarkan telah menyepakati pemberian pinjaman sebesar 225 juta dollar AS kepada perusahaan pertambangan LTJ asal Australia, Lynas Corporation.

Pinjaman itu diberikan dengan jaminan pasokan minimum 8.500 ton LTJ per tahun untuk Jepang selama 10 tahun mendatang.

Tak pelak lagi, apa pun ”perang” yang dipilih China ataupun Jepang, yang dirugikan tidak hanya rakyat kedua negara itu, tetapi juga seluruh dunia. Dalam kalimat Lagarde, dunia tak akan mampu menanggung dampak konflik kedua negara.

Jadi, mau dibawa ke mana sengketa Senkaku/Diaoyu ini? ● 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar