Jumat, 12 Oktober 2012

KPK-Polri Harus “Out of The Box”


KPK-Polri Harus “Out of The Box”
Joko Wahyono ;  Peneliti di Center for Indonesian Political Studies
(CIPS) Yogyakarta
SINAR HARAPAN, 10 Oktober 2012



Silang sengkarut ketegangan hubungan KPK-Polri yang belakangan banyak disorot oleh media massa kini telah menemukan titik reda. Setelah beberapa hari dinilai absen, presiden hadir menangkap aspirasi dan memenuhi ekspektasi publik secara cerdas dan proporsional.

Meski agak terlambat, kehadiran presiden sebagai penengah dan problem solver bagi pertikaian antardua lembaga penegak hukum tersebut patut kita apresiasi. Pemerintah benar-benar mendengar dan menjalankan amanah rakyat dalam jihad melawan korupsi.
Hal ini sekaligus menepis dugaan sebagian kalangan yang sebelumnya apriori terhadap pemerintah yang sulit menangkap masukan terkait dinamika yang terjadi di masyarakat dan di kalangan aktivis antikorupsi.

Kehadiran pemerintah di tengah perseteruan KPK-Polri kali ini bukan dalam arti simbolik atau karikatif yang hanya berpidato normatif semata. Bukan pula untuk memihak atau memenangkan salah satu lembaga penegak hukum tersebut.

Melainkan memastikan agar KPK-Polri bekerja secara profesional dan pemerintah berperan aktif memfasilitasi agar sistem dan mekanisme pemberantasan korupsi berjalan sesuai harapan publik.

Seperti jamak diketahui, dua lembaga ini adalah pilar penting yang kehadirannya tidak mungkin dinafikkan sebagai tumpuan rakyat untuk memberantas korupsi.
Perseteruan KPK-Polri adalah kontra produktif dan merugikan bagi upaya memburu rayap dan tikus di negara ini. Untuk itu, pemerintah menetapkan beberapa poin solusi agar perseteruan tersebut berakhir.

Poin Penting

Pertama, penanganan kasus korupsi simulator SIM diserahkan kepada KPK. Hal ini senada dengan tuntutan publik yang mengkhawatirkan akan terjadi benturan kepentingan (conflict of interest) jika kasus korupsi yang melibatkan personil Polri ditangani oleh Polri sendiri.

Dualisme penyidikan harus dihentikan. Ini merepresentasikan kepatuhan pemerintah terhadap hukum dan mengakhiri perdebatan penafsiran UU No 30/2002 tentang KPK.
Pasalnya, UU KPK bersifat lex specialis sehingga jelas dalam hal penyidikan secara bersamaan oleh kepolisian dan/atau kejaksaan dan KPK, penyidikan yang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan tersebut dihentikan (Pasal 50 Ayat 4).

Kedua, penyidik KPK dari unsur Polri harus dikembalikan. Penarikan penyidik oleh Polri merupakan pelemahan kinerja KPK. Sumber daya (penyidik) defisit dan KPK mengalami darurat energi di tengah perang melawan korupsi.

Ketiga, Polri harus menghentikan “akrobat hukum” yang penuh kejanggalan dan menghentikan proses hukum terhadap personel kepolisian. Penangkapan penyidik KPK Kompol Novel Baswedan yang diduga melakukan kekerasan dalam kasus pencurian sarang burung walet mengundang tanda tanya.

Apalagi, hal itu terjadi beberapa saat seusai pemeriksaan tersangka Irjen Pol Djoko Susilo di KPK terkait kasus korupsi simulator SIM.

Lebih lagi, kasus yang ditimpakan kepada mantan Kasat Serse Polda Bengkulu itu terjadi pada 2004. Wajar jika muncul kecurigaan Polri hanya mencari alasan untuk menghambat laju penyidikan kasus simulator SIM tersebut. Inilah kriminalisasi penyidik KPK.

Untuk itu, keempat, pemerintah meminta agar Polri melakukan investigasi terhadap inisiatif Polda Bengkulu yang hendak menangkap Novel. Setiap penangkapan seseorang yang terlibat kasus hukum harus sesuai dengan SOP.

Ada surat panggilan pertama, kedua, dan seterusnya, baru dapat dilakukan penangkapan. Jika hasil investigasi dinyatakan benar dan memiliki dasar yang kuat (bukan rekayasa), proses hukum baru dapat dilakukan setelah ia selesai menjalankan tugas sebagai penyidik KPK.

Inilah beberapa poin penting dari pemerintah untuk meredam ketegangan KPK-Polri demi mengembalikan kepercayaan publik terhadap upaya pemberantasan korupsi di negeri ini.

Lepaskan Ego Sektoral

Kini, KPK-Polri harus berpikir “out of the box”. Sebagai institusi serumpun dalam penegakan hukum, mereka harus keluar dari pola pikir yang selama ini dipakai, yakni ego sektoral.

Upaya pelepasan ego sektoral merupakan keniscayaan, karena hanya akan membawa lembaga penegak hukum menjadi agresif, ingin berkuasa, dan menjadi superior.

Perjuangan ke arah superioritas ini tercermin dari adanya upaya untuk memperkuat kewenangan lembaga sendiri sembari mengikis kewenangan lembaga lain.

Imbauan pemerintah harus menjadi pemantik bagi KPK-Polri untuk menyingkirkan egocentric righteousness, yakni merasa lebih baik atau “superior” karena yakin benar, dan egocentric simplification, yakni mengabaikan kompleksitas masalah dengan lebih memilih pandangan yang simplistik.

Apa yang selama ini menjadi ego sektoral harus dikesampingkan dan diganti dengan hubungan saling percaya. Tentu saja pola hubungan antarlembaga penegak hukum juga harus berubah dari hubungan yang independen menjadi interdependen.

Saling membantu menjadi kata kunci, karena keberhasilan setiap subsistem penegakan hukum juga akan menjadi keberhasilan bagi subsistem lain.

Pada konsep yang lebih integratif, sifat keteraturan harus menjadi salah satu katalisator dalam mempererat hubungan antarlembaga. Yang diperlukan saat ini adalah bagaimana KPK-Polri bisa saling bersinergi untuk segera menyelesaikan berbagai kasus yang ada dengan baik. Beban untuk berbenah tidak hanya ditujukan untuk Polri saja.

Pemberantasan korupsi oleh KPK saat ini belum maksimal. KPK masih tebang pilih dalam menangani kasus korupsi. Mandeknya kasus-kasus besar, seperti kasus Century dan Hambalang, bisa menjadi contoh.

Oleh karena itu, peristiwa ini menjadi momentum bagi KPK-Polri untuk memperbaiki diri. Jangan sampai besarnya dukungan masyarakat membuat mereka lalai dan mengecewakan harapan publik. Jangan sampai momentum ini dibelokkan untuk memenuhi syahwat politik para “politikus benalu” demi kepentingan pribadi dan golongan mereka sendiri.

Untuk itu komunikasi harus dibangun secara sehat demi terciptanya kerangka hubungan yang lebih baik di antara sesama penegak hukum. Mereka harus bekerja secara jujur, profesional, dan proporsional. Di sinilah sebenarnya profesionalisme KPK-Polri diuji. ● 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar