Kontroversi
Transgenik
Tejo Wahyu Jatmiko ; Koordinator Aliansi untuk Desa Sejahtera
Fokus di Pangan,
Pedesaan, dan ”Biosafety”
|
KOMPAS,
02 Oktober 2012
Komisi Keamanan Hayati Produk Rekayasa
Genetik baru saja meloloskan jagung transgenik RR NK 603 dan Bt Mon 89034
sebagai produk yang aman pakan. Sebelumnya, Februari 2011, Badan Pengawas Obat
dan Makanan bahkan sudah menyatakan kedua produk di atas aman pangan.
Di tengah ingar-bingar situasi politik
Indonesia, kedua proses itu jauh dari pengamatan publik. Kontroversi transgenik
selalu terjadi antara yang mengatakan aman dan tidak aman, baik untuk kesehatan
ternak dan manusia maupun terhadap lingkungan.
Lolosnya jagung transgenik untuk pakan bahkan
pangan menjadi ironi ketika Profesor Gilles-Eric Seralini dari Universitas
Caen, Perancis, memublikasikan hasil penelitiannya. Dalam penelitian pertama
terhadap dampak jangka panjang pestisida Roundup
dan jagung transgenik RR NK 603, ternyata berkembang tumor payudara pada
mencit-mencit percobaan betina serta kerusakan pada ginjal dan hati pada
mencit-mencit jantan. Pada percobaan tersebut, mencit-mencit diberi pakan
jagung transgenik dan pada minumannya dilarutkan pestisida Roundup pada level
yang diizinkan untuk air minum.
Lima belas tahun lalu Dr Mae Wan Ho, ahli
genetika yang kritis terhadap perkembangan rekayasa genetika, sudah
mengingatkan dampak ini dalam tulisannya, ”The
Unholy Alliance” (The Ecologist, 1997).
”Masyarakat dunia tidak siap sama sekali
menghadapi dunia rekayasa genetik yang dikuasai oleh perusahaan multinasional
raksasa nirwajah. Mereka akan mengontrol seluruh aspek kehidupan mulai dari
makanan sampai bayi yang akan dilahirkan,” ungkapnya.
Mae Wan juga mengingatkan bahwa yang membuat
teknologi transgenik ini berbahaya adalah aliansi dua kekuatan raksasa, yakni
ilmu dan bisnis. Aliansi ini bisa terjadi karena pengembangan rekayasa genetika
selalu terkait dengan industri, yang langsung maupun tidak, akan membatasi
integritas dan independensi para ilmuwan. Lebih gawat lagi kalau aliansi
didukung kebijakan pemerintah korup yang ingin melanggengkan kekuasaan.
Kekhawatiran Mae Wan terbukti, kampanye agresif
dari korporasi multinasional pemilik benih transgenik membuat luasan tanaman
transgenik dunia semakin (diklaim) luas, demikian juga produk yang dihasilkan
dan dipasarkan. Masyarakat dunia seperti dipaksa, seolah tidak ada pilihan
selain transgenik.
Dua
Prinsip
Ada dua prinsip yang terus dilupakan dalam
komersialisasi produk transgenik. Kedua prinsip itu diadopsi di Rio de Janeiro
pada KTT Bumi tahun 1992, yakni Prinsip Kehati-hatian dan Partisipasi Publik.
Keduanya menjadi semangat aturan internasional tentang keamanan hayati produk
transgenik yang dikenal sebagai Protokol Cartagena.
Bunyi dari prinsip 15 Rio itu adalah, ”Dalam upaya melindungi lingkungan pendekatan
kehati-hatian dapat diterapkan secara luas oleh negara sesuai dengan
kapasitasnya. Ketika terdapat ancaman serius atau kerusakan yang tidak dapat
dipulihkan, ketidakcukupan kepastian ilmiah tidak boleh dijadikan alasan untuk
menunda tindakan pencegahan perusakan lingkungan”. Prinsip ini memosisikan
kedaulatan ada pada negara untuk mengatakan menerima atau menolak produk
transgenik.
Dengan potensi risiko yang harus ditanggung
oleh masyarakat dan lingkungan, keputusan yang paling murni adalah melibatkan
masyarakat secara penuh, mulai dari perencanaan sampai pengawasan. Partisipasi
publik adalah prinsip yang tidak bisa ditawar dalam komersialisasi produk
rekayasa genetika.
September ini Komisi Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik (KKH PRG) menyatakan
jagung RR dan Bt lolos kajian keamanan pakan. Komisi memutuskan aman pakan
setelah tim teknis melakukan pengkajian dokumen yang disertakan oleh
perusahaan. Dengan demikian, produk tersebut tinggal menunggu uji keamanan
lingkungan sebelum dipasarkan ke petani seluruh Indonesia.
Keberatan atas lolosnya jagung transgenik RR
dan Bt adalah proses pengkajian yang hanya berdasarkan dokumen dari pengusul.
Keputusan ini sangat dangkal, melanggar prinsip kehati-hatian, dan tidak ada
ruang partisipasi publik. Secara logika sederhana, sangatlah aneh menerima dan
memercayai begitu saja suatu dokumen dari pihak yang berkepentingan. Bias
distorsi dan korupsi informasi menjadi sangat mungkin.
Namun, yang paling memprihatinkan adalah tak
adanya partisipasi publik. Keputusan KKH PRG, yang disampaikan melalui situs di
internet, seolah-olah sudah memenuhi syarat partisipasi (token participation), padahal luput dari perhatian publik.
Tidak
Aman
Publikasi hasil uji Profesor Seralini yang
sudah diterbitkan jurnal Food and
Chemical Toxicology 2012, mengingatkan kita semua untuk menaati kembali
prinsip kehati-hatian dan partisipasi publik.
Penelitian yang berlangsung sepanjang daur
hidup mencit tersebut menunjukkan bahwa 50 persen mencit jantan dan 70 persen
betina mati lebih cepat dibandingkan kontrol. Seperti disebutkan sebelumnya,
50-80 persen mencit betina menderita tumor payudara, bahkan mencapai tiga tumor
per ekor.
Penelitian ini sebenarnya merupakan lanjutan
dari hasil kajian Seralini dan kawan-kawan tahun 2009 terhadap laporan Monsanto
yang digunakan sebagai rujukan kajian aman pakan dan pangan. Seralini
mendapatkan dokumen Monsanto lewat gugatan di pengadilan.
Hasil kajian terhadap dokumen Monsanto
menunjukkan, mencit yang selama 90 hari diberi pakan jagung RR berdampak
terhadap ginjal dan hati, jantung, kelenjar adrenalin, serta sistem aliran
darah. Sebelum dibuka oleh Seralini, data dan fakta ini selalu disembunyikan.
Oleh karena itu, apa
yang dilakukan KKH PRG dengan merekomendasikan aman pakan pada kedua produk
transgenik di atas merupakan pelanggaran serius. Prinsip kehati-hatian yang
harus diterapkan dalam pengujian keamanan pakan, pangan, dan lingkungan telah
diabaikan.
Saatnya
Kita Berdaulat
Pengalaman pahit dari lolosnya uji keamanan
pakan dan pangan jagung transgenik RR dan Bt ini harus menjadi pembelajaran
kita semua. Kita tidak boleh lengah dan percaya begitu saja kepada perusahaan
pengusul. Sebagai perusahaan, niatnya pasti dilandasi upaya segera mendapatkan
untung besar.
Pemerintah Indonesia harus kembali menerapkan
prinsip kehati-hatian dan partisipasi publik murni. Ini yang terjemahan
operasionalnya adalah pencegahan dan antisipasi. Pencegahan terdiri dari sistem
pengujian dan pengelolaan risiko yang mencakup pemberitahuan terdahulu,
prosedur pemberian izin, pelabelan dan kelembagaan yang independen. Sementara
antisipasi berupa pengembangan sistem tanggap darurat, penerapan tanggung jawab
mutlak dan pembuktian terbalik serta penerapan sanksi administrasi, perdata dan
pidana. Semua ini harus melibatkan masyarakat dalam membangun kedaulatan pangan
kita.
Saat penataan perangkat tersebut sedang dalam
proses, maka kita harus berani mengatakan
penghentian sementara proses perizinan dan pelepasan produk transgenik ke
lingkungan. Demi masyarakat dan lingkungan kita. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar