IMF dan
Inequality
Firmanzah ; Staf Khusus Presiden Bidang
Ekonomi dan Pembangunan
|
SINDO,
15 Oktober 2012
Dalam
opening speech pembukaan pertemuan tahunan IMF-Bank Dunia Ke-64 di Tokyo,
9–14 Oktober 2012, ada tiga isu yang diangkat oleh Direktur Pelaksana IMF
Chirstine Lagarde yaitu isu tentang penyelesaian krisis ekonomi
global,penataan sistem keuangan dunia (global financial system), dan isu
tentang ketimpangan atau kesenjangan (inequality).
Isu terakhir tentang inequality cu-kup mengagetkan dan merefleksikan perubahan mendasar bagaimana IMF memandang perekonomian global.Kenyataan bahwa sistem ekonomi global yang berasumsi sektor keuangan adalah segala-galanya telah menemukan jalan buntu pada saat ini. Selain itu, semangat mengagungkan prinsip maksimisasi menjadikan ekonomi dunia rentan terhadap krisis, penipuan (fraud) dan bencana sosial serta lingkungan hidup. Di tengah-tengah pelemahan global menjelang berakhirnya 2012, IMF mengoreksi pertumbuhan dunia tahun ini hanya sekitar 3,3%.Optimisme tahun depan tecermin pada proyeksi peningkatan pertumbuhan ekonomi global sedikit membaik menjadi 3,6%. Hal ini seiring dengan membaiknya perekonomian Amerika Serikat serta harapan pemimpin zona Eropa bersepakat tentang penyelesaian krisis regional.Dunia membutuhkan pertumbuhan ekonomi (economic growth) yang tinggi. Namun, pertanyaannya apakah hanya cukup pertumbuhan saja? Pertumbuhan seperti apa yang dibutuhkan agar pertumbuhan bisa berkelanjutan? Pemulihan dan Inequality Sikap IMF tentang persoalan kesenjangan dan ketimpangan (inequality) relatif terlambat dibandingkan dengan sejumlah forum dan lembaga multilateral lainnya. Sejumlah forum seperti G-20, APEC dan KTT Rio+20 telah menyuarakan kegelisahan pemimpin dunia terkait dengan persoalan kesenjangan dan ketimpangan baik ekonomi, sosial dan politik. Namun, sebagai lembaga yang selama ini dicap sebagai pendukung utama globalisasi sistem keuangan dunia, posisi IMF atas persoalan inequality merupakan transformasi paradigma di luar kebiasaan. Seruam IMF kepada pemimpin dunia agar bersamasama menciptakan pertumbuhan ekonomi yang lebih berkualitas. Hal ini ditujukan agar proses recovery dari krisis ekonomi yang terjadi juga mendapatkan dukungan dari setiap lapisan masyarakat. Pertumbuhan yang berkualitas juga diyakini akan mengurangi risiko gejolak sosial dan meningkatkan stabilitas sosialpolitik. Berkualitasnya pertumbuhan ekonomi dibutuhkan baik oleh negara maju, berkembang terlebih lagi bagi negara miskin. Sejumlah penelitian menunjukkan negara maju lebih memiliki ketahanan untuk meredam isu inequality dibandingkan dengan negara berkembang dan miskin. Hal ini dikarenakan, sistem hukum dan aturan kelembagaan di negara maju lebih baik dibandingkan kelompok negara berkembang dan miskin. Sehingga, negara berkembang dan miskin lebih rentan terhadap isu inequality dibandingkan dengan negara maju. Namun, beberapa waktu lalu gelombang demonstrasi Occupy Wall Street (OWS) yang terjadi di Amerika Serikat dan merembet ke sejumlah negara di Eropa menunjukkan negara maju juga rentan terhadap isu inequality. Perasaan inequality dapat dengan mudah menjadi masalah ketidakadilan (injustice). Otoritas di negara Amerika Serikat dan Eropa dipersepsikan lebih berpihak pada pemilik modal besar dibandingkan dengan masyarakat bawah. Hal ini membuat program pengetatan belanja publik (austerity) di sejumlah negara Eropa mendapatkan tantangan besar. Akibatnya proses pemulihan ekonomi yang terjadi di zona Eropa menjadi lebih lama,rumit dan kompleks dari perkiraan semula.Di sejumlah negara seperti Yunani dan Spanyol, program austerity berpotensi menciptakan destabilitas sosial bahkan masuk ke ranah politik. Sepertinya hal inilah yang mendasari mengapa IMF dalam pertemuan tahunan kali ini juga mengangkat isu tentang inequality. Resep dan rekomendasi yang dibuat oleh IMF dan Uni Eropa atas penyelesaian krisis Eropa menemukan jalan terjal ketika penolakan besar-besaran oleh masyarakat di masingmasing negara. Program penghematan untuk menjaga kesehatan dan konsolidasi fiskal menjadi persoalan politik.Bahkan Yunani sempat melakukan referendum untuk mengatasi ketegangan sosial-politik yang terjadi. Belajar dari pengalaman ini, tidaklah mengherankan ketika IMF kali ini menyerukan pentingnya pertumbuhan berkualitas. Pertumbuhan yang tidak hanya dinikmati oleh kelompok tertentu (lapisan elite dan menengah) tetapi melibatkan segenap elemen masyarakat. Growth with Equity Esensi dari hal ini adalah bagaimana dunia memiliki rumusan tentang pertumbuhan berkualitas.Pertumbuhan ekonomi yang tidak hanya disumbangkan oleh sektor jasa keuangan, padat modal dan padat teknologi saja tetapi juga pertumbuhan yang mampu menciptakan lapangan kerja. Dengan semakin terbukanya lapangan kerja maka pengangguran juga akan semakin berkurang. Emansipasi dan partisipasi setiap lapisan masyarakat dalam aktivitas ekonomi dituntut semakin besar. Sehingga mengurangi rasa ditinggalkan dan terpinggirkan dari denyut perekonomian suatu negara. Sejumlah rumusan terkait pertumbuhan berkualitas telah dilakukan oleh banyak pihak. Beberapa program seperti financial-inclusion, microfinance, pola kemitraan perusahaan besar-menengah-kecil,corporate social responsibility (CSR) dan affirmative-action untuk mengangkat kelompok yang terpinggirkan merupakan beberapa contoh kebijakan yang dapat digunakan. Selain isu kesenjangan antarkelompok masyarakat, kesenjangan kewilayahan (regional disparity) juga menjadi perhatian bersama.Di tingkat global, meskipun terdapat sejumlah pencapaian yang sangat berarti,namun masih terdapat gap antara negara maju, berkembang dan miskin dalam hal pendapatan/kapita, penguasaan teknologi hijau (green technology),ketersediaan infrastruktur dan kesejahteraan. IMF menyerukan globalcooperation untuk mewujudkan tatanan ekonomi dunia yang lebih stabil dan lebih merata. Kenyataan beberapa negara seperti China, India,Brasil dan Indonesia mampu menjadi penopang pertumbuhan ekonomi dunia.Pertumbuhan ekonomi di negara tersebut tidak hanya ditopang oleh perusahaan- perusahaan besartetapijuga peran UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) menjadi semakin penting. Pelibatan kelompok usaha ini dalam sistem ekonomi yang lebih besar dan kompleks ternyata tidak hanya mampu menciptakan pertumbuhan yang tinggi tetapi juga berkelanjutan. Indonesia saat ini juga dianggap sebagai negara yang relatif berhasil menerapkan growth with equity. Kebijakan seperti kredit usaha rakyat (KUR) dan program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM) berhasil membawa pembangunan ekonomi dirasakan dan dikontribusikan oleh masyarakat di tingkat paling bawah. Program KUR membuka aksesterhadappermodalanbagi mereka yang non-bankable dan mampu mengangkat 10% dari total debitur naik kelas. Intensifikasi dan ekstensifikasi program kewirausahaan muda juga penting bagi ekonomi negara berkembang.Program-program ini yang membuat setiap pertumbuhan ekonomi berkorelasi positif terhadap penciptaan dan penyerapan tenaga kerja. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar