Bangkitnya
Bank Syariah
Ecky Awal Mucharram ; Anggota Komisi XI
DPR RI
|
REPUBLIKA,
12 Oktober 2012
Laju pertumbuhan perbankan
syariah di tingkat global tak diragukan lagi. Aset lembaga keuangan syariah
di dunia diper kirakan mencapai 250 miliar dolar AS, tumbuh rata-rata lebih
dari 15 persen per tahun. Di Indonesia, volume usaha perbankan syariah selama
lima tahun terakhir rata-rata tumbuh 40 persen per tahun.
Perbankan syariah di
Tanah Air mempunyai prospek pertumbuhan yang sangat besar. Bahkan ke depan,
Indonesia berpeluang menjadi platform
pusat ekonomi syariah di Asia maupun dunia. Total aset industri perbankan
dengan prinsip syariah mencapai Rp 152,3 triliun per Maret 2012.
Pengembangan keuangan
dan perbankan syariah ke depan semakin kokoh dengan hadirnya payung hukum
yang semakin kuat. Payung hukum tersebut, antara lain UU No 19 Tahun 2008
tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) yang memberikan ruang penerbitan
sukuk bagi pemerintah secara luas. UU No 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah yang menjamin kepastian hukum bagi stakeholder dan sekaligus memberi
keyakinan masyarakat untuk menggunakan perbankan syariah.
Namun sayangnya,
pertumbuhan industri keuangan syariah Indonesia yang telah berjalan saat ini
pangsa pasarnya masih kecil, yakni di bawah tiga persen.
Kendati demikian, pangsa yang masih kecil tersebut menunjukkan masih besarnya potensi yang bisa digarap.
Coba bandingkan dengan
salah satu negara yang menjadi pionir penerapan ekonomi syariah di dunia,
yaitu Malaysia. Harus diakui bahwa pertumbuhan instrumen ekonomi syariah di
negeri jiran tersebut sangat luar biasa. Sebagai contoh, total aset perbankan
syariah Malaysia hingga Juli 2011 lalu telah mencapai angka 123 miliar dolar
AS (hampir Rp 1.100 triliun).
Mengapa Bisa?
Kendati sudah terdapat
UU Perbankan Syariah, hasil pada sektor moneter belum memuaskan. Di satu
sisi, moneter keuangan syariah mengalami pertumbuhan tinggi, tapi saat ini
pangsanya masih relatif kecil serta pelaku ekonomi pun mayoritas belum
menggunakan jasa keuangan syariah. Dibutuhkan keterlibatan dari semua pelaku
sektor moneter dan riil serta pemerintah.
Di lain pihak,
pemerintah telah memberi sejumlah regulasi untuk mendorong ekonomi syariah,
seperti UU Perbankan Syariah, tetapi peran pemerintah yang paling terlihat
baru sebatas pada penerbitan sukuk. Perlu ruang dan peran lain yang harus
diberikan agar perbankan syariah bisa tumbuh seperti Malaysia.
Salah satu peran ke
depan yang diharapkan mampu menumbuhkan peran perbankan syariah adalah agar
dana APBN bisa ditaruh di bank syariah. Hal lainnya juga diharapkan
pemerintah dapat mendorong perusahaan BUMN untuk menggunakan pembiayaan atau
menempatkan dananya di bank syariah.
Dana APBN bermitra
dengan bank syariah saat ini hanya baru dalam penyaluran Kredit Usaha Rakyat
(KUR) oleh salah satu bank syariah, sementara dana yang disalurkan ke pelaku
usaha kecil dan menengah itu milik bank syariah. Di KUR pemerintah hanya
memberi penjaminan 70 persen melalui APBN.
Penerimaan APBN berupa
penerimaan setoran pajak maupun penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sejauh
ini memang menggunakan rekening di bank konvensional. Demikian juga,
penyaluran atau pengeluarannya. Apa pun alasannya, hal tersebut menunjukkan
kekurang berpihakan pemerintah dalam konteks ‘APBN’ kepada bank syariah.
Di sisi lain, bank
syariah harus memperbaiki kualitas pelayanan, seper ti kemudahan transaksi,
jaringan layanan, dan layanan lainnya agar bisa meyakinkan pemerintah untuk
menerima, menempatkan, dan menyalurkan da na APBN di bank syariah. Untuk
mendapatkan porsi sebagai bank penyalur dana APBN, dibutuhkan payung hukum
dan dukungan kebijakkan dari pemerintah sebagai landasan operasional.
Sudah saatnya bank
syariah bangkit untuk memberikan kontribusi na sionalnya. Tinggal bagaimana
agar pemerintah memberikan payung hukum yang jelas, diberikan ruang dan
regulasi khusus bagi bank syariah dengan kebijakan yang kuat dari pemerintah.
Seiring dengan itu, perlu dijalankan proses edukasi publik yang bersifat
kontinu, sebagai bank syariah mendapatkan dukungan dari masyarakat Indonesia
yang berpenduduk Muslim paling banyak.
Lalu, pengembangan
sektor keuangan dan perbankan syariah ke depan semakin kokoh jika masyarakat
menggunakan produk dan jasa perbankan syariah. Dengan adanya program legis
lasi nasional, beberapa undang-undang diharapkan dapat mendukung keuangan
syariah.
Pemerintah dan DPR
telah sepakat untuk membahas RUU tentang Perubahan Atas UU No 13 Tahun 2008
tentang Penyelenggaran Ibadah Haji dan RUU tentang Pengelolaan Keuangan Haji.
Pembahasan RUU ini perlu dipandang penting bagi pengembangan keuangan syariah
mengingat besarnya potensi dana yang berputar dalam aktivitas ritual haji
setiap tahun. Dalam UU ini, nantinya diharapkan ada klausul yang tegas dalam
penempatan dana haji di perbankan syariah dan penggunaan asuransi syariah
untuk jamaah haji. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar