Sabtu, 13 Oktober 2012

Bangkitnya Bank Syariah


Bangkitnya Bank Syariah
Ecky Awal Mucharram ;  Anggota Komisi XI DPR RI
REPUBLIKA, 12 Oktober 2012



Laju pertumbuhan perbankan syariah di tingkat global tak diragukan lagi. Aset lembaga keuangan syariah di dunia diper kirakan mencapai 250 miliar dolar AS, tumbuh rata-rata lebih dari 15 persen per tahun. Di Indonesia, volume usaha perbankan syariah selama lima tahun terakhir rata-rata tumbuh 40 persen per tahun.

Perbankan syariah di Tanah Air mempunyai prospek pertumbuhan yang sangat besar. Bahkan ke depan, Indonesia berpeluang menjadi platform pusat ekonomi syariah di Asia maupun dunia. Total aset industri perbankan dengan prinsip syariah mencapai Rp 152,3 triliun per Maret 2012.

Pengembangan keuangan dan perbankan syariah ke depan semakin kokoh dengan hadirnya payung hukum yang semakin kuat. Payung hukum tersebut, antara lain UU No 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) yang memberikan ruang penerbitan sukuk bagi pemerintah secara luas. UU No 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang menjamin kepastian hukum bagi stakeholder dan sekaligus memberi keyakinan masyarakat untuk menggunakan perbankan syariah.

Namun sayangnya, pertumbuhan industri keuangan syariah Indonesia yang telah berjalan saat ini pangsa pasarnya masih kecil, yakni di bawah tiga persen.
Kendati demikian, pangsa yang masih kecil tersebut menunjukkan masih besarnya potensi yang bisa digarap.

Coba bandingkan dengan salah satu negara yang menjadi pionir penerapan ekonomi syariah di dunia, yaitu Malaysia. Harus diakui bahwa pertumbuhan instrumen ekonomi syariah di negeri jiran tersebut sangat luar biasa. Sebagai contoh, total aset perbankan syariah Malaysia hingga Juli 2011 lalu telah mencapai angka 123 miliar dolar AS (hampir Rp 1.100 triliun).

Mengapa Bisa?

Kendati sudah terdapat UU Perbankan Syariah, hasil pada sektor moneter belum memuaskan. Di satu sisi, moneter keuangan syariah mengalami pertumbuhan tinggi, tapi saat ini pangsanya masih relatif kecil serta pelaku ekonomi pun mayoritas belum menggunakan jasa keuangan syariah. Dibutuhkan keterlibatan dari semua pelaku sektor moneter dan riil serta pemerintah.

Di lain pihak, pemerintah telah memberi sejumlah regulasi untuk mendorong ekonomi syariah, seperti UU Perbankan Syariah, tetapi peran pemerintah yang paling terlihat baru sebatas pada penerbitan sukuk. Perlu ruang dan peran lain yang harus diberikan agar perbankan syariah bisa tumbuh seperti Malaysia.

Salah satu peran ke depan yang diharapkan mampu menumbuhkan peran perbankan syariah adalah agar dana APBN bisa ditaruh di bank syariah. Hal lainnya juga diharapkan pemerintah dapat mendorong perusahaan BUMN untuk menggunakan pembiayaan atau menempatkan dananya di bank syariah.

Dana APBN bermitra dengan bank syariah saat ini hanya baru dalam penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) oleh salah satu bank syariah, sementara dana yang disalurkan ke pelaku usaha kecil dan menengah itu milik bank syariah. Di KUR pemerintah hanya memberi penjaminan 70 persen melalui APBN.

Penerimaan APBN berupa penerimaan setoran pajak maupun penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sejauh ini memang menggunakan rekening di bank konvensional. Demikian juga, penyaluran atau pengeluarannya. Apa pun alasannya, hal tersebut menunjukkan kekurang berpihakan pemerintah dalam konteks ‘APBN’ kepada bank syariah.

Di sisi lain, bank syariah harus memperbaiki kualitas pelayanan, seper ti kemudahan transaksi, jaringan layanan, dan layanan lainnya agar bisa meyakinkan pemerintah untuk menerima, menempatkan, dan menyalurkan da na APBN di bank syariah. Untuk mendapatkan porsi sebagai bank penyalur dana APBN, dibutuhkan payung hukum dan dukungan kebijakkan dari pemerintah sebagai landasan operasional.

Sudah saatnya bank syariah bangkit untuk memberikan kontribusi na sionalnya. Tinggal bagaimana agar pemerintah memberikan payung hukum yang jelas, diberikan ruang dan regulasi khusus bagi bank syariah dengan kebijakan yang kuat dari pemerintah. Seiring dengan itu, perlu dijalankan proses edukasi publik yang bersifat kontinu, sebagai bank syariah mendapatkan dukungan dari masyarakat Indonesia yang berpenduduk Muslim paling banyak.

Lalu, pengembangan sektor keuangan dan perbankan syariah ke depan semakin kokoh jika masyarakat menggunakan produk dan jasa perbankan syariah. Dengan adanya program legis lasi nasional, beberapa undang-undang diharapkan dapat mendukung keuangan syariah.

Pemerintah dan DPR telah sepakat untuk membahas RUU tentang Perubahan Atas UU No 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaran Ibadah Haji dan RUU tentang Pengelolaan Keuangan Haji. Pembahasan RUU ini perlu dipandang penting bagi pengembangan keuangan syariah mengingat besarnya potensi dana yang berputar dalam aktivitas ritual haji setiap tahun. Dalam UU ini, nantinya diharapkan ada klausul yang tegas dalam penempatan dana haji di perbankan syariah dan penggunaan asuransi syariah untuk jamaah haji.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar