Ayo Berhenti
Korupsi
Ustaz Yusuf Mansur ; Dai dan Pengasuh Pesantren Daarul Qur'an
|
REPUBLIKA,
10 Oktober 2012
Upaya pemberantasan korupsi selama ini tampaknya hanya terfokus
pada angka-angka, tentang nilai rupiah, kerugian keuangan negara yang dirampok
oleh para koruptor, atau keuangan negara yang berhasil diselamatkan oleh
institusi-institusi penegak hukum. Padahal, yang paling menakutkan dari
perilaku korupsi yang mewabah bak kanker ganas adalah datangnya laknat Allah.
Karena, suatu bangsa yang hidup dengan kezaliman, pengkhianatan terhadap
amanah, janji dan sumpah, pasti akan menerima laknat.
Pada
situasi masih banyaknya rakyat yang miskin di negeri ini-angka resmi pemerintah
menyebutkan, hampir 30 juta orang miskin dan 50 juta orang lagi yang mendekati
miskin-perilaku korup tentunya bukan kejahatan biasa. Bukan juga kejahatan luar biasa (extraordinary crime), melainkan
kejahatan terhadap kemanusiaan. Sehingga, hukuman mati bagi koruptor,
seperti yang pernah mengemuka belakangan ini, patut untuk didukung.
Sa'di,
penyair Muslim terkemuka dari negeri Iran yang hidup di abad ke-13 menulis
puisi yang menggetarkan, Anak Adam satu
badan satu jiwa. Tercipta dari asal yang sama. Bila satu anggota terluka, semua
merasa terluka. Kau yang tak sedih atas luka manusia, tak layak menyandang
gelar manusia.
Mereka yang berpesta pora dengan hasil merampok uang rakyat
miskin yang setiap malam menggeletar karena lapar, yang hidup dari mengais
sisa-sisa makanan di pembuangan sampah, yang berpanas terik menjadi kuli
galian, yang berkeringat jagung memikul beban puluhan kilo di pelabuhan, kata Sa'di, tak pantas menyandang gelar manusia, bukan lagi manusia.
Akan
tetapi, seperti yang tertulis pada awal tulisan ini, ada ancaman yang lebih
mengerikan dari sekadar kerugian berupa angka-angka rupiah dan dolar yang
dirampok oleh para pejabat dan kroni-kroni mereka itu. Yaitu, kengerian
dicabutnya “berkah“ dari negeri ini. Dan, bahkan yang lebih dahsyat dari itu,
ditimpakannya laknat Allah, murka Allah, malapetaka, akibat kezaliman yang
sudah merajalela.
Kerugian
jika laknat Allah terjadi, tentunya tak dapat lagi terukur dengan angka-angka.
Allah SWT mengingatkan, “Dan takutlah kamu terhadap datangnya fitnah, yang jika
itu terjadi, tidak hanya akan menimpa orang-orang yang zalim di antara kamu
saja“ (QS al-Anfal [8]: 25)
Kita
harus waspada. Pertama, karena para pejabat publik di negeri ini dilantik
dengan sumpah dan janji yang selalu membawa nama Tuhan. Secara berkelakar
kadang-kadang saya membayangkan, untunglah bukan saya yang jadi Tuhan.
Karena, kalau saya, pasti sudah saya patahkan leher para pejabat yang seenaknya
bersumpah dan berjanji atas nama Tuhan untuk tidak menerima janji ataupun hadiah,
kemudian tanpa sedikit pun ragu malah merampok setiap hari.
Untunglah Tuhan itu Maha Pengasih dan Maha Penyayang sehingga kita diberikan waktu untuk memperbaiki keadaan sampai waktu tertentu.
Untunglah Tuhan itu Maha Pengasih dan Maha Penyayang sehingga kita diberikan waktu untuk memperbaiki keadaan sampai waktu tertentu.
Kedua,
korupsi di negeri ini sudah menjadi budaya. Korupsi bukan hanya perilaku elite,
yang terbatas kepada mereka yang punya akses terhadap kekuasaan semata, tapi
sudah menjadi perilaku dan sikap mental yang entah bagaimana prosesnya terjadi,
telah mewabah sampai ke tingkat paling bawah.
Sogok-menyogok di jalanan, di kantor kelurahan, di kantor polisi, sudah menjadi
rahasia umum. Dan,
masyarakat sepertinya sudah permisif, bisa menerima budaya suap ini sebagai
sesuatu yang biasa. Ini sungguh-sungguh menyedihkan dan sekaligus
mengkhawatirkan karena mengandung potensi murka dan laknat Allah.
Ketiga,
para koruptor, dengan sedikit kamuflase “kedermawanan“, dapat secara mudah
diterima oleh masyarakat, bahkan tidak sedikit yang tetap menyandang predikat
pemimpin masyarakat. Hukuman sosial terhadap para pelaku korupsi belum terjadi.
Kita patut curiga, jangan-jangan memang masyarakat kita tidak memandang
perilaku korupsi sebagai kejahatan sehingga jika ada pejabat yang tertangkap,
hanya dianggap sebagai kesialan semata.
Fungsi dan Peran
Saya
mencoba untuk tidak terjebak pada hiruk-pikuk perseteruan KPK vs Polri yang
heboh belakangan ini. Karena, menurut saya, hal itu tidak substansial,
melainkan lebih pada efek lemahnya kepemimpinan dari kedua institusi penegak
hukum tersebut. Juga lemahnya kepemimpinan pada level yang lebih tinggi, yaitu
presiden.
Cara
presiden menyelesaikan perseteruan pada tahap awal di acara buka puasa bersama
di Mabes Polri justru menambah keruwetan. Cara terakhir dengan membiarkan
ketegangan sampai memuncak, baru kemudian turun tangan seolah-olah membela KPK,
juga bukan cara-cara yang bijak. Menurut saya, jika memang kebijakan yang
diambil presiden itu sudah menjadi sikap beliau sejak awal, penyelesaiannya
cukup hanya dengan satu panggilan telepon ke Kapolri-just a phone call-dan selesai.
Saya
justru ingin mengingatkan KPK bahwa selama ini yang mereka lakukan dengan hanya
sibuk menangkapi para koruptor yang kebetulan bernasib sial, hanyalah ibarat
berburu di kebun binatang. Tak ada hebatnya, tak ada istimewanya. Bahkan,
dengan mata ter tutup, tinggal tembakan senjata ke mana saja, pasti akan ada
yang tertembak.
Begitu
juga di negeri yang memang sarang koruptor, pernah menjadi peringkat teratas
dunia dalam korupsi. Maka, upaya menangkap satu dua koruptor yang sial, yang
bodoh, yang baru belajar, dan dengan terpaksa harus melepas sebagian besar dari
mereka karena sudah sangat terlatih, tersistem, terorganisasi dengan baik,
tampaknya, tidak menghasilkan pesan yang kuat untuk “Ayo berhenti korupsi”, melainkan “Pintar-pintar, ya kalau korupsi”.
Saya
ingin membantu KPK dan Polri dengan mengimbau semuanya, termasuk seluruh rakyat
Indonesia dari presiden sampai ketua RT, terutama diri saya sendiri. Ayo kita
berhenti korupsi, ayo kita bangun kesadaran bahwa bangsa ini tidak akan pernah
maju, tidak akan pernah jaya kalau terus-menerus korupsi.
Dan,
yang lebih penting, “ayo berhenti korupsi” supaya Allah SWT tidak sampai harus
memutuskan, menimpakan laknat, malapetaka, dan bencana atas bangsa ini. Na’uzu billaahi min dzalik. Jangan lupa semua elemen berdoa agar Indonesia
bebas korupsi dan tidak perlu laknat Allah turun. Setiap habis shalat satu kali
Fatihah khusus. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar