Jumat, 20 Juli 2012

Politik Energi Menjelang Lebaran

Politik Energi Menjelang Lebaran
Dewi Aryani ; Anggota Komisi 7 DPR RI Fraksi PDI Perjuangan
SINDO, 19 Juli 2012


Seolah sudah menjadi sebuah tradisi bagi republik ini bahwa menjelang Ramadan dan Lebaran, masyarakat semakin disibukkan oleh kegiatan untuk mempersiapkan momen tersebut. 

Hal ini pada akhirnya akan meningkatkan aktivitas ekonomi secara agregatif dan menimbulkan peningkatan permintaan atas berbagai bahan kebutuhan pokok. Aktivitas distribusi barang dan jasa juga ikut meningkat dan mengakibatkan mobilitas transportasi dan logistik menjadi makin tinggi. Akibatnya permintaan terhadap bahan bakar minyak (BBM) pun semakin meningkat. Pertamina memprediksi, permintaan BBM di masyarakat pada Ramadan dan Lebaran ini akan meningkat 10%.

Hal ini sebenarnya sudah menjadi hal yang lumrah dan dapat diprediksi. Sayangnya, eksternalitas dari kondisi ini, yaitu kenaikan harga BBM dan bahan-bahan pokok lainnya, masih seringkali terjadi dan belum dapat dihindari. Parahnya, pemerintah tidak melihat fenomena ini sebagai bagian dari strategi rutin yang harusnya sudah sistematis. Kenaikan berbagai harga bahan pokok ini menciptakan sebuah kegelisahan sendiri di masyarakat.

Alih-alih mempersiapkan diri menghadapi bulan suci, masyarakat justru lebih suka menimbun berbagai barang kebutuhan pokok yang pada akhirnya hal ini seringkali disalahgunakan oleh para spekulan untuk menaikkan harga bahan-bahan pokok tersebut menjadi lebih tinggi.Akibatnya, kondisi ekonomi rakyat, khususnya rakyat menengah ke bawah yang sebelumnya sudah sulit,menjadi lebih sulit karena daya beli yang semakin rendah. Kenaikan harga BBM menjelang puasa ini berdampak luas.

Pada level mikro,distribusi berbagai barang dan jasa yang pasti disokong oleh ketersediaan bahan bakar menjadi lebih costly mengingat harga BBM yang juga naik. Secara makro, kenaikan berbagai harga bahan kebutuhan pokok ini akan memancing kenaikan inflasi akibat bertambahnya uang yang beredar di masyarakat. Dalam skala yang lebih luas, perekonomian menjadi tidak stabil. Terdapat beberapa hal yang menyebabkan kenaikan harga BBM ini menjelang Ramadan dan Lebaran. Pertama, kenaikan permintaan dari masyarakat yang direspons oleh para agen untuk menimbun stok BBM yang ada.

Para agen ini biasanya baru menjual ke masyarakat ketika harga mulai merangkak naik. Kedua, kenaikan permintaan PLN atas BBM untuk sektor listrik seiring dengan peningkatan permintaan energi menjelang Ramadan. Ketiga, tradisi mudik Lebaran meningkatkan permintaan pengusaha transportasi atas BBM karena tingginya jumlah permintaan perjalanan oleh masyarakat. Isu kelangkaan BBM menjelang puasa dan Lebaran seringkali digulirkan ke masyarakat oleh berbagai pihak.Padahal sebenarnya isu utama pada kemampuan dan keseriusan pemerintah untuk mengelola supplydan demand energi dari hulu sampai ke hilir dengan seksama.

Persoalan kenaikan BBM ini padahal terjadi hampir setiap tahun, namun mengapa hal ini selalu terulang dan pemerintah terkesan cenderung menganggap hal tersebut sebagai sebuah kewajaran. Begitu harga di masyarakat mulai merangkak naik, pemerintah baru melakukan operasi pasar. Operasi pasar pun memiliki banyak kelemahan, salah satunya tidak dapat mengurai permasalahan sampai ke akarnya. Belakangan ini pemerintah mengklaim bahwa stok untuk energi, khususnya BBM dan listrik, serta bahan makanan selama Ramadan dan Lebaran sudah terpenuhi.

Presiden menyebutkan bahwa rapat terbatas antara dirinya dan anggota kabinet seringkali dilakukan untuk menghindari kelangkaan bahan kebutuhan pokok. Seolah terjadi kesesatan dalam berpikir, pemerintah hanya menganggap persoalan energi sebagai persoalan sederhana yang dapat diatasi oleh tindakan mendadak dan buru-buru pemerintah.Padahal jelas, lebih dari itu semua, energi adalah persoalan yang kompleks.

Energi memengaruhi dan dipengaruhi oleh berbagai hal seperti yang dikemukakan oleh Demirbas, “Energy affects all aspects of modern life.The demand for energy is increasing at an exponential rate due to the significant growth of the world population”. Seperti yang dikemukakan oleh Demirbas, energi memengaruhi seluruh aspek dalam kehidupan modern ini. Karena itu, ketika daya jangkau terhadap energi menjadi menurun oleh sebab apa pun, banyak aspek dalam kehidupan pun akan ikut terganggu.

Brenda Shaffer pernah menyebutkan, “Modern life – from the production of goods and the means of travel and entertainment to the methods of wagging war – is heavily dependent on access to energy”. Tanpa akses terhadap energi, kehidupan akan sulit berjalan secara baik karena kelumpuhan yang akan terjadi pada berbagai sektor kehidupan seperti ekonomi, sosial, dan politik.

Fenomena kenaikan harga BBM yang terjadi selama Ramadan dan Lebaran ini mungkin dapat mencerminkan hal tersebut. Akibat tidak berjalannya sistem pengawasan oleh pemerintah terhadap sistem energi di hulu dan hilir, stok energi yang sejatinya ada dan mencukupi menjadi langka dan sulit diakses oleh masyarakat. Karena itu, tidak salah ketika ada yang mengatakan bahwa apa yang dilakukan pemerintah saat ini untuk menanggulangi kenaikan harga BBM, kelangkaan BBM, dan isu lain terkait energi belum cukup serius dan menyeluruh.

Rapat terbatas dan operasi pasar tidak akan mampu menyelesaikan masalah ini. Pemerintah perlu melakukan suatu hal yang berani dan tegas. Sistem pengelolaan energi Indonesia harus kembali ditata secara rapi. Kelembagaan energi harus kembali difungsikan sesuai dengan aturan yang sudah ditetapkan. Dalam fenomena kenaikan harga BBM menjelang Ramadan dan Lebaran ini, peran Pertamina dan BPH Migas sebagai lembaga yang mengatur distribusi minyak dan gas kepada masyarakat sebenarnya cukup signifikan.

Jika sampai terjadi penimbunan secara besar-besaran oleh beberapa pihak dengan tujuan untuk mencari keuntungan, BPH Migas-lah yang paling bertanggung jawab. Lebih daripada itu semua, pemerintah harus menata kembali berbagai kebijakan energi yang ada. Pada akhirnya, persoalan kenaikan dan kelangkaan energi yang terjadi di Indonesia dan di berbagai belahan bumi yang lain pada era modern ini sebenarnya tidak terlepas dari ketidakefektifan kebijakan yang ada untuk menciptakan ketahanan energi dan mengurai permasalahan energi.

Karena itu, politik energi sebagai sebuah mekanisme dalam menciptakan kebijakan energi harus menjadi sebuah hal yang sakral dan tidak dianggap mainmain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar