Mewaspadai
Keamanan Makanan dan Minuman
Sucipto ; Dosen dan Peneliti Teknologi Industri Pertanian (TIP)
Universitas Brawijaya, Kandidat Doktor TIP IPB
MEDIA
INDONESIA, 19 Juli 2012
ADA
kecenderungan peredaran makanan dan minuman yang tidak memenuhi ketentuan
meningkat mulai awal puasa hingga Lebaran. Sayang, banyak produsen dan konsumen
kurang peduli. Konsumen sering terkecoh oleh harga murah, kemasan, dan penataan
menarik, hingga melupakan kualitas, higienitas, dan keamanannya. Apa yang perlu
dicermati agar makanan dan minuman yang kita beli bermanfaat dan aman bagi
orang-orang tercinta?
Badan
Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) menunjukkan selama 2011 produk makanan
rusak 1.335, kedaluwarsa 26.185, tanpa izin edar 42.547, dan tidak memenuhi
ketentuan label 757 jenis produk. Diperkirakan, pada 2012 itu naik 10% (Media Indonesia, 17 Juli 2012).
Pengalaman
masa lalu menunjukkan gugatan Badan POM kepada penjual pangan bermasalah lebih
sering tidak membuahkan hasil. Kasusnya banyak dipetieskan. Padahal, sesuai
dengan Pasal 8 UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, pelaku
usaha bisa dipidanakan dengan ancaman hukuman lima tahun. Inikah ketegasan
aparat kita?
Kondisi tersebut menuntut konsumen secara mandiri mampu mengenali keamanan
produk, m terutama makanan dan minut man atau parsel, saat puasa hingga
Lebaran.
Memilih
parsel makanan dan minuman ketika sudah dikemas dalam paket tidak mudah.
Beberapa kiat berikut diharapkan dapat membantu kita untuk lebih waspada.
Pertama,
menyesuaikan hadiah pilihan. Penerima hadiah sangat menghargai kita jika
memperoleh produk yang diperlukan saat itu meski nilainya tidak tinggi. Di
situlah perlunya kita mengenali kondisi penerima. Akan lebih bermakna jika
parsel ditujukan bagi orang yang sangat membutuhkan, memenuhi standar keamanan
pangan, dan ketentuan lain.
Kedua,
membeli di tempat tepercaya. Parsel dijajakan di banyak tempat. Namun, tempat
tertutup, aerasi, dan penyinaran yang baik akan menjaga kualitas dan
keamanannya. Selayaknya menghindari membeli makanan dan minuman di pinggir
jalan yang terekspos oleh panas atau debu.
Ketiga,
hindari produk yang masa kedaluwarsanya sudah dekat meski harganya murah.
Demikian juga produk bermasa kedaluwarsa sangat lama jika dibandingkan dengan
tanggal produksi. Itu indikasi menggunakan pengawet berlebih. Waspadai produk
impor tak berizin dalam paket parsel. Sebelum diedarkan, produk perlu terdaftar
dalam bentuk MD, ML, atau P-IRT, dan punya izin edar dari Badan POM. Itu
bermanfaat untuk menjaga keamanan produk bagi konsumen. Label bahasa Indonesia
selain menjadi prasyarat, juga agar mudah dikenali konsumen. Meski sulit, kita
perlu meneliti tiap produk dalam parsel yang sudah tertata rapi.
Keempat,
mencermati tiap jenis produk pada paket parsel. Pilih produk yang berwarna
tidak mencolok. Kemasan cacat menjadi indikasi adanya bakteri patogen dan
pembusuk, serta oksidasi udara luar. Warna pudar menunjukkan produk terlalu
lama disimpan. Produk dengan bintik-bintik hitam kecil seperti jamur perlu
dihindari.
Kelima,
jangan segan mengomplain penjual atau mengadukan kepada yang berwenang. Kita
mesti sadar bahwa keamanan produk merupakan hak konsumen. Kalau diam, kita
hakikatnya membi arkan konsumen lain menjadi korban. Mengobral kata maaf kepada
kondisi tersebut kurang pada tempatnya. Edukasi produsen dan konsumen sangat
dibutuhkan.
Keenam,
mengetahui indikasi kerusakan bahan pangan kemasan kaleng. Penggembungan
penutup kaleng (swells) tidak dapat
diabaikan. Itu akibat gas yang dihasilkan bakteri Clostridium botulinum dan berbahaya bagi kesehatan.
Interaksi
logam kaleng dengan bahan pangan merupakan penyebab pemucatan warna kaleng
bagian atas. Pengaratan atau lubang kecil pada kaleng juga mungkin terjadi.
Produk rusak juga ditandai dengan warna pucat dan hancur, medium pangan keruh,
serta ada penyimpangan rasa menjadi sangat asam (flat sour) ketika produk dibuka.
Upaya Sistematis
Kita tak berharap upaya menjaga keamanan produk makanan
dan minuman hanya
dilakukan per individu. Perlu upaya sistematis dari pemerintah, produsen, dan
masyarakat. Karena itu, pengawasan parsel tiap Lebaran oleh pemerintah sangat
didukung. Dibutuhkan tindakan dan sanksi yang tegas, bukan sekadar retorika.
Sosialisasi tanda-tanda kerusakan pangan perlu menjadi gerakan terencana dan
kontinu. Hal itu dapat dilakukan melalui berbagai pertemuan ibu-ibu.
Jika perlu, pemerintah dapat mengatur agar
penjual parsel mencantumkan daftar produk dan tanggal kedaluwarsa pada kemasan
paket parsel. Aturan tersebut memudahkan pembeli meneliti tiap jenis produk.
Jika daftar produk itu dibuat indah, selain menciptakan kepercayaan konsumen,
juga menjadi daya tarik tersendiri. Jarak waktu minimal kedaluwarsa produk
pascahari raya perlu ditentukan untuk tiap golongan produk. Hal ini akan
mencegah produsen parsel nakal mempertaruhkan keamanan dan kesehatan konsumen.
Sinergi para pihak sangat diperlukan untuk meningkatkan keamanan pangan
nasional. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar