Jumat, 20 Juli 2012

Mewaspadai Keamanan Makanan dan Minuman


Mewaspadai Keamanan Makanan dan Minuman
Sucipto ; Dosen dan Peneliti Teknologi Industri Pertanian (TIP)
Universitas Brawijaya, Kandidat Doktor TIP IPB
MEDIA INDONESIA, 19 Juli 2012

ADA kecenderungan peredaran makanan dan minuman yang tidak memenuhi ketentuan meningkat mulai awal puasa hingga Lebaran. Sayang, banyak produsen dan konsumen kurang peduli. Konsumen sering terkecoh oleh harga murah, kemasan, dan penataan menarik, hingga melupakan kualitas, higienitas, dan keamanannya. Apa yang perlu dicermati agar makanan dan minuman yang kita beli bermanfaat dan aman bagi orang-orang tercinta?

Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) menunjukkan selama 2011 produk makanan rusak 1.335, kedaluwarsa 26.185, tanpa izin edar 42.547, dan tidak memenuhi ketentuan label 757 jenis produk. Diperkirakan, pada 2012 itu naik 10% (Media Indonesia, 17 Juli 2012).

Pengalaman masa lalu menunjukkan gugatan Badan POM kepada penjual pangan bermasalah lebih sering tidak membuahkan hasil. Kasusnya banyak dipetieskan. Padahal, sesuai dengan Pasal 8 UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, pelaku usaha bisa dipidanakan dengan ancaman hukuman lima tahun. Inikah ketegasan aparat kita?

Kondisi tersebut menuntut konsumen secara mandiri mampu mengenali keamanan produk, m terutama makanan dan minut man atau parsel, saat puasa hingga Lebaran.
Memilih parsel makanan dan minuman ketika sudah dikemas dalam paket tidak mudah. Beberapa kiat berikut diharapkan dapat membantu kita untuk lebih waspada.

Pertama, menyesuaikan hadiah pilihan. Penerima hadiah sangat menghargai kita jika memperoleh produk yang diperlukan saat itu meski nilainya tidak tinggi. Di situlah perlunya kita mengenali kondisi penerima. Akan lebih bermakna jika parsel ditujukan bagi orang yang sangat membutuhkan, memenuhi standar keamanan pangan, dan ketentuan lain.

Kedua, membeli di tempat tepercaya. Parsel dijajakan di banyak tempat. Namun, tempat tertutup, aerasi, dan penyinaran yang baik akan menjaga kualitas dan keamanannya. Selayaknya menghindari membeli makanan dan minuman di pinggir jalan yang terekspos oleh panas atau debu.

Ketiga, hindari produk yang masa kedaluwarsanya sudah dekat meski harganya murah. Demikian juga produk bermasa kedaluwarsa sangat lama jika dibandingkan dengan tanggal produksi. Itu indikasi menggunakan pengawet berlebih. Waspadai produk impor tak berizin dalam paket parsel. Sebelum diedarkan, produk perlu terdaftar dalam bentuk MD, ML, atau P-IRT, dan punya izin edar dari Badan POM. Itu bermanfaat untuk menjaga keamanan produk bagi konsumen. Label bahasa Indonesia selain menjadi prasyarat, juga agar mudah dikenali konsumen. Meski sulit, kita perlu meneliti tiap produk dalam parsel yang sudah tertata rapi.

Keempat, mencermati tiap jenis produk pada paket parsel. Pilih produk yang berwarna tidak mencolok. Kemasan cacat menjadi indikasi adanya bakteri patogen dan pembusuk, serta oksidasi udara luar. Warna pudar menunjukkan produk terlalu lama disimpan. Produk dengan bintik-bintik hitam kecil seperti jamur perlu dihindari.

Kelima, jangan segan mengomplain penjual atau mengadukan kepada yang berwenang. Kita mesti sadar bahwa keamanan produk merupakan hak konsumen. Kalau diam, kita hakikatnya membi arkan konsumen lain menjadi korban. Mengobral kata maaf kepada kondisi tersebut kurang pada tempatnya. Edukasi produsen dan konsumen sangat dibutuhkan.

Keenam, mengetahui indikasi kerusakan bahan pangan kemasan kaleng. Penggembungan penutup kaleng (swells) tidak dapat diabaikan. Itu akibat gas yang dihasilkan bakteri Clostridium botulinum dan berbahaya bagi kesehatan.
Interaksi logam kaleng dengan bahan pangan merupakan penyebab pemucatan warna kaleng bagian atas. Pengaratan atau lubang kecil pada kaleng juga mungkin terjadi. Produk rusak juga ditandai dengan warna pucat dan hancur, medium pangan keruh, serta ada penyimpangan rasa menjadi sangat asam (flat sour) ketika produk dibuka.

Upaya Sistematis

Kita tak berharap upaya menjaga keamanan produk makanan dan minuman hanya 
dilakukan per individu. Perlu upaya sistematis dari pemerintah, produsen, dan masyarakat. Karena itu, pengawasan parsel tiap Lebaran oleh pemerintah sangat didukung. Dibutuhkan tindakan dan sanksi yang tegas, bukan sekadar retorika. Sosialisasi tanda-tanda kerusakan pangan perlu menjadi gerakan terencana dan kontinu. Hal itu dapat dilakukan melalui berbagai pertemuan ibu-ibu.

Jika perlu, pemerintah dapat mengatur agar penjual parsel mencantumkan daftar produk dan tanggal kedaluwarsa pada kemasan paket parsel. Aturan tersebut memudahkan pembeli meneliti tiap jenis produk. Jika daftar produk itu dibuat indah, selain menciptakan kepercayaan konsumen, juga menjadi daya tarik tersendiri. Jarak waktu minimal kedaluwarsa produk pascahari raya perlu ditentukan untuk tiap golongan produk. Hal ini akan mencegah produsen parsel nakal mempertaruhkan keamanan dan kesehatan konsumen. Sinergi para pihak sangat diperlukan untuk meningkatkan keamanan pangan nasional. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar