Minggu, 01 Juli 2012

Mengakrabkan Polisi dengan Masyarakat

Mengakrabkan Polisi dengan Masyarakat
Marwan Mas ; Guru Besar Ilmu Hukum Universitas 45, Makassar
SINDO, 30 Juni 2012


Tugas utama Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) secara tegas diatur dalam Pasal 30 ayat (4) UUD 1945, yaitu menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas), melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum.

Setidaknya,kehadiran polisi di tengah kehidupan masyarakat akan menciptakan perasaan aman sehingga diterima dengan baik.Implementasi dari tugas menjaga kamtibmas dan penegakan hukum tidak boleh disandarkan pada monopoli penafsiran polisi karena bisa berbias arah. Dalam realitasnya, posisi polisi sebagai aparat penegak hukum berada pada ujung tombak.

Malah, Satjipto Rahardjo menyebutnya sebagai “pelaksana hukum jalanan” lantaran hampir semua pelaksanaan tugas polisi dapat dilihat secara telanjang mata oleh publik.Saat melakukan razia, menangkap orang, melakukan patroli, penjagaan, dan pengawalan selalu dapat diamati publik secara kasatmata. Berbeda dengan kejaksaan, pengadilan, dan pengacara yang disebut “pelaksana hukum gedongan”; karena secara umum, bidang tugasnya berada dalam ruang gedung yang tidak sepenuhnya dapat diakses publik secara bebas.

 Selaku pelaksana hukum jalanan,polisi dapat dengan mudah dikontrol oleh masyarakat yang berguna untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang. Mata masyarakat yang jauh lebih tajam dari mata anggota polisi, bisa membangkitkan motivasi polisi untuk berperilaku terpuji dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya karena merasa selalu diawasi.

Harapan Masyarakat

Mungkin banyak orang yang membayangkan sosok polisi sebagai superman yang mampu mengatasi segala persoalan masyarakat tanpa kesulitan.Bayangan demikian kadang membuat kecewa oleh kenyataan yang tidak sesuai dengan harapan. Perasaan kecewa disertai kejengkelan disebabkan harapan masyarakat tidak dipenuhi. Menghadapi kenyataan ini, sering kali diwarnai oleh emosi tanpa mendahulukan akal sehat dan rasionalitas.

Padahal, polisi juga manusia biasa seperti kebanyakan orang yang bisa berbuat salah. Harapan masyarakat seperti itu bukan tanpa dasar.Di negara mana pun, polisi selalu ditempatkan sebagai institusi sosial yang senantiasa berhubungan dengan masyarakat.Wajar bila begitu besar harapan agar polisi lebih sabar dan persuasif dalam menyelesaikan setiap persoalan masyarakat, baik pada saat memberikan pelayanan, terlebih saat menegakkan hukum.

Polisi mesti lebih banyak belajar tentang bagaimana mengakrabkan diri dengan masyarakat agar tidak dijauhi, termasuk menahan diri dari godaan finansial yang selama ini banyak merusak tatanan di tubuh kepolisian kita. Dalam penegakan hukum yang penuh dengan upaya paksa, tentu bukan suatu tugas yang mudah. Di dalamnya terkait dengan kristalisasi kepentingan negara yang cenderung homogen, sehingga kepentingan masyarakat kadang tidak terakomodasi lantaran mendahulukan kepentingan negara.

Itulah yang memaksa polisi untuk mengikuti aturan main. Begitu pula dalam tugas perlindungan dan pelayanan yang kadang tidak sejalan dengan kepentingan penegakan hukum, karena kepentingan masyarakat lebih banyak bersifat heterogen yang membuat polisi harus menentukan pilihan. Di sinilah parameter kebijakan polisi yang berbentuk “diskresi”, diuji kelayakannya dalam memadukan dua kepentingan yang berbeda.

Sayangnya, penilaian terhadap “kebenaran” kadang lebih banyak unsur subjektifnya antara penafsiran negara dengan penafsiran masyarakat. Memadukan keduanya, bukan pekerjaan gampang karena pada saat polisi menjalankan tugas pelayanan, umumnya kepentingan negara tidak terlecehkan. Itulah konsekuensi dari hukum yang ditegakkan polisi sebagai produk negara yang cenderung diakomodasi berdasarkan kepentingan politik negara.

Saat polisi gagal menegakkan hukum, dipastikan akan memengaruhi bidang tugas pelayanan dan perlindungan karena masyarakat telanjur tidak percaya pada kinerja polisi. Maka itu, hukum yang akan diterapkan polisi yang melulu bersumber dari atas tanpa memperhatikan kondisi masyarakat, pada akhirnya akan mendistorsi kepentingan masyarakat yang mengharapkan polisi berlaku adil dan mengayomi. Kinerja polisi dalam menjaga kamtibmas dan penegakan hukum akan dijadikan indikator bahwa negara mampu menciptakan rasa aman bagi masyarakat.

Polisi Santun

Beberapa waktu lalu ada suguhan menarik di dunia maya, ada polisi yang lagi joget lewat video yang diunggah ke internet. Publik menyaksikan sisi lain dari kehidupan polisi yang selama ini sering dipersepsikan sebagai sosok yang kurang santun.Malah,para demonstran sering melihat polisi sebagai “momok menakutkan” karena selalu disemprot gas air mata, dipentungi, bahkan ditembak dengan peluru karet.

Bagi kalangan sopir, polisi juga kadang dicap tukang peras dan suka mencari-cari kesalahan pengguna jalan. Sisi yang menarik dari video polisi joget adalah tampilan polisi yang secara tidak langsung memberi kesan positif. Kalau tidak dikatakan mendongkrak “citra polisi” yang selama ini terpuruk di mata publik, setidaknya publik tahu bahwa tidak semua polisi berpenampilan keras dan suka menyakiti hati rakyat.

Melalui tampilan yang bersahabat, polisi hadir dengan wajah yang santun agar lebih akrab dengan masyarakat. Tetapi menjadi polisi di tengah peradaban yang terus berubah, tentu tidak selalu menimbulkan respek lantaran masyarakat sering apriori dan curiga pada iktikad baik polisi. Maka itu, E Adlow dalam bukunya Police and People (1984) menyebut “polisi hanyalah cermin dari masyarakat yang memantulkan wajah masyarakat itu seadanya. Bila masyarakatnya baik maka baiklah polisinya.

Begitu pula tingkat kesantunan polisi akan dipengaruhi oleh tingkat kekerasan para penjahat terhadap polisi. Dapatkah polisi santun di tengah masyarakatnya yang kurang ajar?” Begitu besar harapan masyarakat terhadap polisi, sehingga memasuki usia 66 tahun sepantasnya polisi semakin membaik.

Kita prihatin pada semakin terganggunya rasa aman masyarakat di ruang publik, meski bukan hal baru. Kegelisahan masyarakat sudah dikeluhkan sejak lama. Polisi tidak boleh panas-panas tahi ayam, cepat bertindak jika ada kasus, tetapi lebih cepat diam setelah tidak lagi disorot publik. Dirgahayu Polisi Indonesia!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar