Selasa, 10 Juli 2012

Kapitalisme dan Jeratan Kemiskinan


Kapitalisme dan Jeratan Kemiskinan
Herman ; Peneliti pada Lembaga Pengkajian Perbankan dan Ekonomi Syariah (LKPES) UMJ
SUARA KARYA, 09 Juli 2012

Kapitalisme adalah sistem sosial yang didasarkan pada pengakuan hak-hak individu. Dalam ranah ekonomi, kapitalisme memisahkan intervensi negara dengan perekonomian, seperti halnya ada sekuler yang memisahkan agama dengan negara.

Kapitalisme menekankan peran kapital (modal), yakni kekayaan dalam segala jenisnya, termasuk barang-barang yang digunakan dalam berbagai produksi. Kapitalisme sebagai sistem sosial yang menyeluruh, lebih dari sekedar sistem perekonomian. Ia mengaitkan perkembangan kapitalisme sebagai bagian dari gerakan individualisme.

Dalam perjalanannya, kapitalisme telah memberikan efek buruk bagi perekonomian dan kesenjangan sosial yang semakin menganga, terjadinya gap (jurang pemisah) antara si kaya dan si miskin. Itu semua merupakan dampak dari kejamnya kapitalisme yang terjadi di beberapa negara berkembang termasuk Indonesia.

Indonesia merupakan negara demokrasi, sementara menurut Karl Marx negara demokrasi adalah negara kapitalis, karena negara dikontrol oleh logika ekonomi kapitalis yang mendiktekan bahwa kebanyakan keputusan politik harus menguntungkan kepentingan kapitalis. Dalam hal ini yang diuntungkan adalah para pemilik modal (kapitalis atau bisa pula disebut investor).Sedangkan rakyat kecil berada dalam bingkai kemiskinan.

Sudah banyak perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia seperti Freeport yang mengekploitasi hasil bumi di Papua dan Exxon Mobil di Aceh, tetapi tidak memperhatikan kesejahteraan rakyat di sekitarnya. Bahkan, pemerintah cenderung berpihak pada mereka ketika terjadi sengketa lahan antara pihak perusahan dan masyarakat sekitar. Keberpihakan kepolisian pada perusahaan asing di Indonesia seperti dalam tragedi Mesuji maupun Bima baru-baru ini merupakan bukti nyata bahwa republik ini penganut kapitalisme, salah satu cirinya adalah berpindahnya peran pemerintah yang semula melayani rakyat menjadi pelayan pemilik modal (investor).

Menurut AM Saefuddin (2011), istilah kapitalisme lebih luas lagi, meliputi cara produksi, kerangka sosio-ekonomi, dan mentalitas yang kapitalistis. Kesemua ini hanyalah merupakan tiga segi dari gejala yang sama.

Kapitalisme telah dimulai saat zaman feodalisme Eropa, dimana perekonomian dimonopoli oleh kaum bangsawan dan tuan tanah, perkembangan awalnya sekitar abad 16, saat-saat Eropa sedang giat meningkatkan perbankan komersil. Teori ini berkembang saat revolusi industri di Inggris, modal dan keuntungan dalam setiap transaksi sangat diperhitungkan.
Kapitalisme yang dianut dalam revolusi industri ini merupakan satu revolusi budaya yang bersifat fundamental dalam perkembangan masyarakat Eropa. Kapitalisme berkembang secara cepat, dikarenakan bebas dari tekanan agama maupun negara. Perkembangan kapitalis pasca revolusi Industri meningkat, seiring berdirinya perusahaan-perusahaan besar di Eropa.

Eksistensi kapitalisme sekarang menuai banyak gugatan dari ekonom sendiri termasuk di negara asalnya. Karena, dianya memiliki efek buruk sangat berbahaya bagi keberlangsungan ekonomi suatu bangsa. Di antara dampak yang ditimbulkan kapitalisme, meningkatnya kemiskinan, merusak budaya lokal, dan akan membentuk manusia menjadi konsumtif. Kapitalisme membuat negara miskin semakin miskin karena terbelit utang terutama dari International Moneter Fund (IMF). Pada akhirnya, kapitalisme membuat negara miskin dan berkembang sulit bersaing dengan negara-negara tergolong maju.

Mengacu pada Susenas September 2011 Badan Pusat Statistik, per Januari 2012, mengungkapkan, prosentase penduduk miskin menurut pulau berada di Pulau Maluku dan Papua, yaitu sebesar 25,25 persen dan terkecil di Kalimantan, sebesar 6,88 persen. Jika dilihat dari jumlah penduduk, sebagian besar penduduk miskin berada di Pulau Jawa (16,74 juta orang) dan terkecil di Pulau Kalimantan (0,97 juta orang). Kalau diperhatikan jumlah kemiskinan di republik ini bukan berkurang, tetapi justru terus bertambah. Disadari atau tidak, semua itu merupakan buah pahit dari kapitalisme yang terus merajalela.

Sehingga kapitalisme yang terlanjur diagung-agungkan itu menjadi digugat. Ada beberapa faktor gugatan itu mencuat. Pertama, tujuan kapitalisme yang bukan sekadar memenuhi kebutuhan dasar manusia, tetapi juga untuk memuaskan nafsu manusia yang tidak pernah puas. Nafsu manusia yang tidak dilandasi dengan moralitas dan keimanan menjadikan seseorang serakah dan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya. Kedua, sistem kapitalisme digerakkan secara dominan oleh ekonomi berbasis sektor keuangan yang penuh spekulatif, bukan digerakkan ke sektor riil yang produktif.

Dalam proses pembangunan ekonomi di Indonesia rakyat sering kali mengalami kemiskinan, kelaparan bahkan kekerasan. Semua ini terjadi akibat pembangunan ekonomi yang tidak berpihak pada rakyat. Kekayaan yang dimiliki Indonesia mulai pertanian yang subur, laut yang melimpah dan kekayaan hutan hanya untuk kepentingan para kapital dan investor asing.

Awan Santosa (2009), mengatakan bahwa demokrasi ekonomi tidak bisa diraih dengan cara menjalankan demokrasi liberal, tetapi demokrasi ekonomi dapat dicapai dengan cara membangun gerakan sosial yang kokoh. Gerakan sosial memaknai demokrasi sebagai proses mendaulatkan rakyat bukan untuk memarjinalkan rakyat melalui pendaulatan kekuatan modal.

Inilah yang menjadi sumber malapetaka Indonesia saat ini. Tatkala Indonesia mengadopsi sistem kapitalisme maka bukanlah kesejahteraan yang di peroleh malainkan kemiskinan, kelaparan, pengangguran menjadi hal biasa di tengah-tengah masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar