Kamis, 05 Juli 2012

Kado untuk Polisi


Kado untuk Polisi
Untung S Rajab ; Kepala Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya
KORAN TEMPO, 04 Juli 2012


Hari Bhayangkara, yang baru saja dirayakan 1 Juli kemarin, merupakan momentum yang tepat untuk koreksi diri dan mengevaluasi diri. Organisasi Kepolisian RI (Polri) didesain sebagai organisasi pelayanan publik, bukan organisasi berorientasi profit, sehingga diharapkan polisi menghasilkan jasa pelayanan kepada publik. Artinya, tidak memikirkan keuntungan secara materi. Sesuai dengan filosofi perundang-undangan yang mengatur tentang Polri serta doktrin dan aturan etika profesi, setiap anggota kepolisian harus puas apabila dia dapat melayani masyarakat dengan ikhlas, jujur, dan sabar.

Ternyata, di dalam praksis, masyarakat belum semuanya puas atas jasa pelayanan polisi, terlepas dari masih banyaknya anggota kepolisian yang memberikan pelayanan secara tidak profesional dan proporsional. Karena tugasnya, memang tindakan polisi sering-sering melanggar hak asasi manusia. Mengapa hal itu dilakukan? Memang karena kewenangan yang diberikan oleh undang-undang justru melanggar hak asasi manusia. 

Hal ini mengakibatkan masyarakat tidak menyukai polisi. Seperti halnya kewenangan menangkap orang, menahan orang, memeriksa orang, membubarkan hajat keramaian yang tidak memiliki izin. Belum lagi ditambah anggota kepolisian yang bekerja dengan melakukan tindakan yang tidak simpatik. Seperti halnya membentak seseorang, melakukan kekerasan, berbuat asusila, bahkan sampai pada pemerasan.

Mengapa hal ini bisa terjadi? Polisi adalah bagian dari masyarakat, sebagai anggota masyarakat, dan hidup di tengah-tengah masyarakat. Dengan demikian, polisi dan masyarakat adalah satu bagian yang tidak bisa dipisahkan. Bagaimana polisinya, bergantung pada bagaimana masyarakat setempat, atau sebaliknya. Keduanya saling mempengaruhi. Di sisi lain, peran media massa sangat berpengaruh terhadap opini publik.

Upaya memperbaiki polisi harus dipertimbangkan dari berbagai aspek. Mulai rekrutmen untuk memilih seorang anggota masyarakat menjadi anggota kepolisian, hingga perekrutan yang memenuhi beberapa kriteria persyaratan, dari kondisi fisik yang sehat, kemampuan intelektual yang memadai, hingga kondisi kejiwaan yang diukur melalui ujian psikologi. Setelah itu, mereka mesti mengikuti pendidikan dan latihan yang mengubah seseorang menjadi anggota kepolisian, yang disebut pendidikan dasar, yang adalah mengubah mindset berupa ilmu dan pengetahuan yang dibutuhkan sebagai anggota kepolisian, keterampilan, dan moral attitude sebagai pelayan bukan penguasa. Di samping itu, dilakukan pendidikan pengembangan dan pelatihan keterampilan sesuai dengan tingkat kepangkatan. Hal ini perlu untuk mengevaluasi muatan materi pendidikan dan latihan yang disesuaikan dengan perubahan masyarakat.

Masalah strategi dan teknis operasional kepolisian harus selalu dievaluasi, disesuaikan dengan tuntutan masyarakat yang selalu berkembang. Kita harus mempertimbangkan tindakan-tindakan kepolisian dengan menghargai hak asasi manusia, etika moral, sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku di suatu masyarakat. Di bidang anggaran, sebagai lembaga pelayan publik diperlukan anggaran yang cukup memadai, baik di bidang pembinaan maupun di bidang operasional. Belum lagi jaminan "kesejahteraan" bagi anggota kepolisian.

Tugas-tugas kepolisian adalah menangani segala aspek kehidupan masyarakat, sehingga sehari selama 24 jam diperlukan keberadaannya di tengah–tengah masyarakat. Secara kuantitas, idealnya seorang polisi melayani 600 penduduk. Kenyataannya, anggota kepolisian saat ini berjumlah sekitar 280 ribu personel di seluruh Indonesia, yang harus melayani seluruh penduduk Indonesia. Maka, secara kuantitas masih diperlukan sekitar 180 ribu personel polisi. Dengan tidak mempertimbangkan sarana kantor, sarana perumahan, dan sarana operasional, kiranya kita dapat menyimpulkan bahwa pelayanan polisi masih jauh dari apa yang diharapkan oleh masyarakat.

Karena tuntutan masyarakat yang demikian tinggi, polisi telah mereformasi dirinya, baik di bidang struktural, di bidang instrumental, maupun di bidang budaya. Sebagai catatan niat mereformasi dirinya, pengawasan ke dalam telah dilakukan. Sejauh ini polisi telah menindak anggotanya dalam hal sanksi administrasi sampai sanksi pidana. Tindakan ke dalam yang dilakukan telah ditunjukkan dengan menindak para jenderal sekalipun sampai ke bawahannya, yang semua itu dilakukan secara transparan. Kritik kepada polisi, baik dari masyarakat maupun dari dalam tubuh polisi, berupa otokritik hendaknya dijadikan sebagai pertimbangan untuk menyempurnakan layanan polisi terhadap masyarakat.

Dengan memahami kondisi riil kepolisian yang telah dituntut memberikan pelayanan prima kepada masyarakat, diperlukan kebijakan pemerintah yang tepat dan dorongan dari masyarakat untuk membangun polisi sesuai dengan harapan masyarakat. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar