Jakarta
Oh Jakarta
Diani Citra ; Penerima
Beasiswa Fulbright;
Kandidat
PhD Columbia University Journalism School
KOMPAS,
17 Juli 2012
Sulit untuk tidak merasa
prihatin melihat cara media televisi mengemas pemberitaan belakangan ini.
Sudah berminggu-minggu
masyarakat di luar Jakarta disuapi pemberitaan yang hampir tidak berkaitan
dengan kehidupan mereka. Sejak masa kampanye Pilkada Jakarta dimulai, sebagian
besar pemberitaan seperti terpusat ke Jakarta.
Bahkan, sebagian besar
stasiun televisi melaporkan perkembangan penghitungan suara dari menit ke
menit. Maka, masyarakat Aceh atau Surabaya terpaksa menelan rincian itu setiap
kali mereka menyetel televisi.
Memang Jakarta adalah ibu
kota negara. Tentu saja peristiwa politik di Ibu Kota secara tidak langsung
juga memengaruhi kehidupan masyarakat di daerah lain. Namun, akan lebih
bermanfaat jika slot penyiaran dialokasikan untuk pemberitaan yang sesuai
kepentingan lokal.
Sistem Jaringan
Hal ini sebenarnya tidak
perlu terjadi kalau saja pertelevisian Indonesia memakai sistem berjaringan,
bukan model nasional- sentralistis. Konsekuensi negatif model
nasional-sentralistis adalah setiap stasiun televisi nasional bisa bersiaran
langsung dari Jakarta ke seluruh pelosok Indonesia tanpa hambatan. Maka, isu-
isu politik, sosial, dan budaya yang tersebar ke seluruh Indonesia sangat
terpusat pada nilai dan isu Jakarta. Isu Jakarta otomatis menjadi isu nasional.
Model ini makin bermasalah
dalam model demokrasi sekarang, apalagi bila ada daerah yang masa pemilihan
umumnya berdekatan dengan Jakarta, misalnya Lampung Barat atau Bengkulu, yang
hampir tidak terpantau. Belum lagi masyarakat Buol yang sebenarnya lebih perlu
informasi tentang korupsi yang melibatkan mantan bupatinya, tetapi dibombardir
berita polling Pilkada Jakarta.
Media massa seharusnya
berfungsi sebagai watchdog dalam
proses demokrasi. Jika ketiga bagian integral demokrasi (legislatif, yudikatif,
dan eksekutif) sudah gagal dalam proses check
and balance satu sama lain, media massa sebagai penjaga demokrasi bisa
berfungsi.
Caranya, dengan membawa
isu-isu yang mungkin luput dari benak masyarakat dan menyajikannya dengan cara
kritis dan cerdas. Berdasarkan informasi yang mereka terima, masyarakat pada
gilirannya dapat mengambil keputusan politis yang tepat.
Media Pantau Pemilu
Di negara demokrasi lain,
seperti Australia, Jepang, Kanada, dan Amerika Serikat, proses pemilihan umum
daerah dipantau dengan ketat oleh media lokal. Misalnya, pertarungan antara
Cory Booker dan Sharpe James dalam pemilihan wali kota New Jersey, AS, tahun
2002.
Pemilihan tersebut
dinyatakan sebagai salah satu pemilu terkotor dalam sejarah AS. Media lokal
melakukan tugasnya dengan memberitakan kampanye kedua kandidat. Media lokal berperan
besar mengangkat kasus-kasus korupsi serta politik kotor yang melibatkan James
sehingga ia kalah pada pemilihan wali kota tahun 2006.
Di Jepang, media lokal juga
berperan besar dalam mengangkat kasus-kasus korupsi atau penyalahgunaan
kekuasaan yang berujung pada pengunduran diri beberapa pejabat daerah.
Kalau kita bandingkan dengan
Indonesia, bahkan dalam pemilihan gubernur di provinsi luar DKI Jakarta,
kandidat yang ingin berkampanye melalui televisi harus beriklan di televisi
nasional demi khalayak di daerahnya.
Fungsi demokrasi inilah yang
tersumbat di provinsi lain selain Jakarta karena sistem penyiaran kita yang
nasional dan sentralistis. Masyarakat lokal menjadi kurang awas terhadap kasus
korupsi atau proses politis yang terjadi di daerahnya karena mereka lebih
sering dijejali pemberitaan kasus penjambretan di Jakarta daripada rapat DPRD
di wilayah mereka.
Televisi Lokal
Memang masih ada pilihan di
beberapa daerah yang memiliki televisi lokal. Namun, perbandingannya masih
tidak seimbang mengingat 10 televisi komersial nasional terbesar Indonesia
berada di Jakarta dan menyiarkan peristiwa Jakarta.
Menggantungkan tanggung
jawab jurnalisme di pundak media cetak juga bukan langkah yang bijaksana meski
banyak media cetak lokal yang memantau peristiwa politik di daerahnya. Namun,
untuk negara seperti Indonesia, dengan lebih dari 90 persen masyarakat
mengandalkan televisi dan radio sebagai sumber informasi, peran media penyiaran
belum tergantikan oleh media cetak. Maka, pemerintah bertanggung jawab besar
untuk memastikan agar media penyiaran mengakomodasi kepentingan masyarakat di
daerah. ●
Blog walking Mas bro, memang media punya peranan penting.
BalasHapus