Bom
Diskon Jakarta Great Sale
Tulus
Abadi ; Anggota Pengurus Harian YLKI
KORAN TEMPO, 04 Juli 2012
Bom! Siapa pun akan ngeri mendengar istilah
itu. Apalagi jika bom tersebut disalahgunakan oleh kelompok ekstremis tertentu
untuk menyerang masyarakat sipil-- yang kerap terjadi di negeri ini. Namun,
lain halnya jika bom itu adalah "bom diskon" yang diberikan oleh
pelaku usaha (produsen) kepada konsumennya. Konsumen pasti akan menyambut
dengan sukacita. Inilah yang akan terjadi dalam rangka Hari Ulang Tahun (HUT)
Kota Jakarta yang ke-485.
Sektor pelaku usaha, khususnya yang terwadahi
oleh Asosiasi Pusat Plasa dan Pusat Belanja Indonesia (APPBI) plus Asosiasi
Produsen Retailer Indonesia (Aprindo) dalam rangka HUT Jakarta, mereka akan
menyelenggarakan "Jakarta Great
Sale" (JGS). Wujud konkret JGS adalah pemberian diskon besar-besaran
di berbagai pusat belanja di Jakarta. JGS juga akan "mengebom" area
Jakarta Fair, terhitung sejak 14 Juni sampai 14 Juli 2012. Jakarta Fair, yang menurut Presiden Yudhoyono merupakan pameran
terbesar se-ASEAN, diperkirakan akan menangguk transaksi perdagangan sebesar Rp
4 triliun!
Sekarang, bagaimana konsumen (warga Jakarta)
menyikapi "bom diskon" ini? Perilaku konsumen Indonesia yang umumnya
sangat sensitif terhadap harga, dan bahkan cenderung konsumtif, jelas merupakan
ceruk pasar yang amat menggiurkan bagi pelaku pasar. Inilah modal utama bagi
pelaku pasar untuk menjebak konsumen dengan iming-iming diskon harga, yang tak
lebih merupakan marketing gimmick belaka (antara marketing gimmick
dan penipuan sejatinya beda-beda tipis). Karena itu, idealnya konsumen
menyikapi secara kritis (waspada) "bom diskon" tersebut.
Mengapa? Praktek diskon di berbagai pusat
belanja dan supermarket di Jakarta sebenarnya bukan barang baru. Saban hari
supermaket di Jakarta khususnya bagian fashion--melakukan bom diskon
yang membuat konsumen ngiler. Trik diskon yang ditawarkan sangat variatif: 20
persen, 30 persen, 50 persen, hingga 70 persen. Jadi, diskon yang ditawarkan
pada Jakarta Great Sale dan atau
Jakarta Fair bukanlah barang baru.
Sikap waspada konsumen terhadap fenomena bom
diskon menjadi sangat penting, karena; pertama, seperti apa trik diskon itu
diberikan? Lazim terjadi, pemberian diskon dilakukan dengan cara menaikkan
harga terlebih dulu. Sebagai contoh, seharusnya harga barang itu cuma Rp 50
ribu, tetapi dinaikkan dulu menjadi, misalnya, Rp 75-100 ribu, baru didiskon.
Kalau ini yang terjadi, diskon menjadi tak ada artinya. Bahkan sangat mungkin
harganya lebih mahal dari harga pasar.
Kedua, diskon harus dicermati dari sisi
kualitas. Sangat boleh jadi barang yang diberi diskon itu jenis barang yang
kualitasnya rendah. Atau, kalau untuk fashion, barang yang dikenai
diskon biasanya dari sisi model sudah ketinggalan zaman (out of date),
afkiran, dan atau cacat tersembunyi. Boleh jadi konsumen tidak mempersoalkan
model terbaru atau sudah kuno; tetapi bagaimana kalau di balik barang itu
terdapat cacat tersembunyi? Tentu konsumen menjadi sangat dirugikan di kemudian
hari.
Peran Pemerintah
Dari sisi ekonomi, Jakarta Great Sale tentu sangat positif. Sektor riil akan bergerak
secara signifikan, khususnya industri garmen, makanan, dan minuman. Tetapi,
khususnya bagi pelaku usaha, jangan sampai momen yang amat positif dan
bergengsi ini justru menjadi ajang untuk menelikung hak-hak konsumen. Berikan
informasi yang jelas, jernih, dan jujur kepada konsumen saat membeli produknya.
Konsumen pun hendaknya jangan hanya tergiur soal diskon. Pertimbangkan dengan
matang dan berdasarkan kebutuhan konsumen. Plus, sikap kritis dan waspada
menjadi jurus ampuh untuk menghindari pengelabuan oleh pelaku usaha nakal.
Pemerintah pun seharusnya tidak berpangku
tangan, tetapi mestinya meningkatkan pengawasannya. Sebab, meningkatnya potensi
transaksi antara konsumen dan pelaku usaha selama momen Jakarta Great Sale juga akan meningkatkan potensi sengketa
(pelanggaran hak) antara konsumen dan pihak produsen. Potensi tindakan curang
pun akan makin terbuka lebar. Misalnya soal pemberian diskon dengan cara
menaikkan harga terlebih dulu.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen, tindakan semacam ini dilarang keras. Bahkan bisa
dikategorikan sebagai tindakan pidana. Dengan momen semacam ini, seharusnya
pemerintah (Kementerian Perdagangan dan Industri) meningkatkan pengawasan. Jika
ditemukan pelanggaran, jangan ragu memberikan hukuman bagi pelaku usaha nakal,
baik secara perdata maupun administratif, dan atau bahkan pidana. Janganlah
momen Jakarta Great Sale yang sangat
positif ini justru dirusak oleh perilaku serakah pelaku usaha yang hanya ingin
mengeruk keuntungan semata dengan cara memasung dan merampas hak-hak konsumen. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar