Jumat, 29 Juli 2022

 

Setelah Kominfo Memaksa PSE Privat Mendaftarkan Aplikasinya

Putu Setia :  Wartawan, Sastrawan

KORAN TEMPO, 24 Juli 2022

 

 

                                                           

Ini era digital. Punya handphone bukan sesuatu yang mewah. Termasuk bagi penduduk yang selama ini tercatat di kelurahan sebagai orang miskin. Seorang anggota staf kelurahan menuturkan banyak diprotes kenapa kiriman raskin—beras untuk orang miskin—seret belakangan ini. Bagaimana mereka memprotes? Lewat WhatsApp.

 

Orang miskin memprotes lewat WhatsApp? Kriteria orang miskin versi Badan Pusat Statistik adalah orang yang penghasilannya sebulan kurang dari Rp 401.220. Ini secara nasional. Untuk setiap daerah beda lagi. Seseorang tergolong miskin di Jakarta jika penghasilannya sebulan kurang dari Rp 593.108. Di Kementerian Sosial sudah tak ada sebutan orang miskin. Bantuan yang diberikan untuk golongan bawah ini diberi label Program Keluarga Harapan. Tapi istilah yang hidup di masyarakat tetap saja orang miskin, meski sudah punya handphone.

 

Pemerintah seperti mendorong setiap orang punya handphone karena di sana tersimpan berbagai aplikasi. Istilah orang desa adalah “serba digital”. Beli minyak goreng harus menunjukkan aplikasi PeduliLindungi. Apalagi nanti membeli Pertalite juga perlu aplikasi. Kegandrungan serba digital ini masuk pula ke hal-hal remeh. Beli bubur ayam yang cuma Rp 6.000 bisa membayar dengan dompet digital, semacam Gopay. Itu dilakukan sambil bercanda. Luar biasa majunya desa kita. Membuka rekening bank tak perlu lagi ke kantor cabang yang jauh. Agen BRI—salah satu contoh—hampir ada di setiap desa, yang bisa membantu.

 

Lalu maraklah penipuan lewat “serba digital” ini. Banyak orang yang menyimpan data pribadi, termasuk data perbankan, di hape-nya. Mereka mudah dibujuk dengan tipu muslihat untuk membocorkan data itu saat mendapat pesan dari orang yang mengaku sebagai petugas bank. Mereka baru sadar ditipu ketika saldonya di bank terkuras. Kasihan mereka, meski secara nominal tidak begitu besar. Tapi orang-orang lugu seperti itu layak dilindungi.

 

Siapa yang harus melindungi mereka? Pernah ada ketentuan, setiap pembelian SIM card untuk telepon seluler, pengaktifannya hanya bisa dilakukan setelah melakukan registrasi sesuai dengan KTP. Jika hal tersebut masih berlaku, penipu sesungguhnya mudah dilacak karena nomor hape-nya jelas. Tinggal membuka data kependudukan. Sayang, ketentuan itu ambyar. Orang mudah gonta-ganti nomor telepon seluler dan menyerahkan pengaktifannya kepada penjual pulsa. Entah bagaimana caranya dan data siapa yang dipakai.

 

Apakah Kementerian Komunikasi dan Informatika tak tertarik melindungi masyarakat yang gandrung serba digital ini? Kembalikan sistem registrasi itu, bahkan lebih diperketat. Begitu pula pengelola bank. Tidak adakah aplikasi yang canggih sehingga pemilik rekening penerima transfer dari penipuan mudah diusut?

 

Di tengah kegandrungan orang melakukan transaksi digital, upaya melindungi masyarakat dari penipuan tak kalah pentingnya dengan upaya Kementerian Kominfo memaksa para penyelenggara sistem elektronik (PSE) mendaftarkan aplikasinya. Seharusnya para provider telepon seluler juga diwajibkan mendaftarkan dengan benar siapa pembeli SIM card-nya. Dengan begitu, penipuan lewat pesan ataupun suara bisa langsung dilacak lewat nomor telepon yang digunakan.

 

Akan lebih hebat lagi kerja Kementerian Kominfo jika tak berhenti hanya pada pendaftaran aplikasi. Seharusnya dibarengi dengan ketentuan agar pemakai aplikasi mendaftarkan akun dengan nama yang sesuai dengan KTP agar tak ada lagi apa yang disebut dengan akun abal-abal. Orang yang mengumbar caci maki dan fitnah keji, juga penyebar hoaks, akan mudah ketahuan kalau semua akun sudah terdata siapa pemiliknya yang sejati. Apakah kita tidak cemas atas keadaan saat ini, di mana merebak caci maki di media sosial hanya karena sembarang orang bisa membuat akun dengan menyembunyikan identitasnya?

 

Mumpung sistem daftar-mendaftar di dunia digital sedang dimulai, sebaiknya semua hal harus didata dengan cermat. ●

 

Sumber :  https://koran.tempo.co/read/cari-angin/475280/setelah-kominfo-memaksa-pse-privat-mendaftarkan-aplikasinya

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar