Senin, 25 Juli 2022

 

Merdeka Belajar dan Kualitas Pendidikan Tinggi

Mukhamad Najib :  Atase Pendidikan KBRI Canberra dan Guru Besar Manajemen IPB University

JAWA POS, 19 Juli 2022

 

 

                                                           

DALAM Sustainable Development Goals (SDGs) nomor 4 pada tahun 2030 disebutkan, negara harus menjamin kualitas pendidikan inklusif dan merata untuk semua. Sementara target pemerintah dalam SDGs ke-4 memastikan kesetaraan akses terhadap pendidikan tinggi, teknis, dan kejuruan yang berkualitas. Pertanyaannya, sudahkah kualitas pendidikan merata di Indonesia? Sudahkah kesetaraan akses pendidikan berkualitas dirasakan seluruh mahasiswa? Jika belum, bagaimana solusinya?

 

Statistik pendidikan tinggi (2020) menunjukkan, terdapat 4.593 perguruan tinggi di Indonesia. Angka ini didominasi perguruan tinggi swasta (PTS) sebesar 66,27 persen. Sementara perguruan tinggi negeri (PTN) hanya 2,66 persen. Sisanya perguruan tinggi agama dan perguruan tinggi kedinasan di bawah kementerian dan lembaga negara. Berkaitan dengan kualitas, hanya 4 perguruan tinggi yang terakreditasi unggul, 50 baik sekali, 464 dalam kategori baik, dan sisanya terakreditasi C atau B.

 

Sangat sedikitnya perguruan tinggi terakreditasi unggul dan baik sekali menggambarkan kesenjangan kualitas pendidikan antar perguruan tinggi. Hal itu menjadi persoalan mengingat belajar di perguruan tinggi berkualitas merupakan hak setiap mahasiswa. Kebijakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) menjadi solusi yang ditawarkan pemerintah. Pertanyaannya, dapatkah MBKM mendorong pemerataan akses pendidikan berkualitas?

 

Kebijakan MBKM

 

Sejak awal tahun 2020 pemerintah meluncurkan kebijakan MBKM. Kebijakan tersebut diklaim sebagai kerangka untuk menyiapkan mahasiswa menjadi sarjana tangguh, relevan dengan zaman, dan siap menjadi pemimpin dengan semangat kebangsaan yang tinggi. MBKM memberi hak mahasiswa untuk belajar di luar program studinya. Dengan program itu, mahasiswa memiliki kesempatan satu semester atau setara 20 SKS untuk belajar di luar program studinya.

 

Melalui MBKM mahasiswa di suatu perguruan tinggi bisa merasakan pembelajaran di perguruan tinggi lain. Pemerintah bahkan memfasilitasi mahasiswa yang ingin belajar di kampus top dunia selama satu semester. Pada tahun 2021 sebanyak 700 mahasiswa belajar di 38 kampus terbaik dunia di 18 negara. Pada tahun 2022 jumlah tersebut ditingkatkan dan melibatkan juga mahasiswa vokasi. Mereka dapat kuliah dan praktik kerja di perguruan tinggi luar negeri dan industri mitranya.

 

MBKM merupakan kebijakan strategis dan bersifat antisipatif terhadap masa depan yang penuh ketidakpastian. Pendidikan yang memerdekakan, menurut Freire (1968), tidak hanya membekali siswa untuk bisa beradaptasi, tapi juga berintegrasi dengan perubahan. Lebih dari sekadar menyelaraskan diri, berintegrasi adalah kemampuan menciptakan pilihan-pilihan baru yang lebih baik. Dengan kemampuan adaptasi, manusia survive. Dengan kemampuan berintegrasi, manusia akan mampu menciptakan pilihan masa depan yang sesuai dengan keinginannya.

 

MBKM dan Pemerataan Kualitas

 

Saat ini kualitas 4.593 kampus sangat beragam. Tentu tidak mudah memperbaiki ribuan kampus dalam waktu singkat. Sementara hak mahasiswa atas pendidikan berkualitas tetap harus dipenuhi segera. Dalam konteks ini, MBKM dapat menjadi jembatan. MBKM memungkinkan mahasiswa dari kampus berakreditasi rendah belajar di kampus berakreditasi tinggi. Sehingga mahasiswa dari kampus berakreditasi rendah tetap dapat menikmati akses pendidikan berkualitas.

 

MBKM dapat menjadi terobosan dalam mempercepat pemerataan kualitas pendidikan. Mahasiswa dari kampus berakreditasi rendah, ketika selesai mengikuti MBKM, akan membawa pengetahuan dan pengalaman baru. Hal tersebut bermanfaat untuk perbaikan di kampus asalnya. Adanya program dosen berkegiatan di kampus lain dalam payung MBKM juga memungkinkan terjadinya perbaikan kualitas perguruan tinggi berakreditasi rendah.

 

Dosen dari kampus berakreditasi rendah dapat magang di kampus berakreditasi tinggi. Mereka bisa belajar tata kelola kampus, pengembangan keilmuan, dan metode pembelajaran. Hal itu dapat menjadi bekal dosen untuk melakukan perubahan di kampus asal. Demikian pula sebaliknya, dosen dari kampus berakreditasi tinggi diberi insentif lebih jika berkegiatan di kampus di bawahnya. Keberadaan mereka bermanfaat dalam proses transfer pengetahuan dan pengalaman. Sehingga menginspirasi dan menstimulasi dosen dan pimpinan di kampus berakreditasi rendah untuk berbenah.

 

Beberapa Tantangan

 

Meski secara umum MBKM tampak memberikan harapan, ada beberapa tantangan dalam implementasinya. Pertama, keengganan kampus ranking tinggi bermitra dengan kampus di bawahnya. Kampus dengan akreditasi/ranking yang baik umumnya hanya mau melakukan perjanjian MBKM dengan kampus yang tingkatannya sama. Hal itu menyebabkan proses afirmasi terhadap kampus berakreditasi/ranking rendah tidak terjadi.

 

Guna memberikan akses yang setara bagi mahasiswa dan meningkatkan pemerataan kualitas, kampus berakreditasi/ranking tinggi haruslah mau berbagi. Kualitas pendidikan bagi semua anak bangsa harus menjadi misi semua perguruan tinggi, termasuk yang sudah unggul. Mereka jangan hanya ”mengamankan” ranking mereka, tapi juga harus mau membantu kampus berakreditasi rendah dalam meningkatkan kualitasnya. Itulah semangat gotong royong yang harus dihidupkan demi kemajuan pendidikan nasional.

 

Kedua, tidak adanya dana bagi mahasiswa untuk MBKM. Tidak semua mahasiswa dapat mengikuti MBKM di kampus yang kebetulan berada di luar kota karena kendala biaya. Mahasiswa luar Jawa yang kebetulan orang tuanya tidak mampu tentu akan sulit mengikuti MBKM di kampus yang ada di Jawa. Padahal, disadari, kampus berkualitas banyak terkumpul di Pulau Jawa. Saat ini pemerintah memiliki beasiswa mobilitas internasional. Untuk suksesnya MBKM, perlu juga beasiswa mobilitas untuk mobilitas dalam negeri.

 

Selain itu, industri perlu didorong untuk terlibat dalam program MBKM. Penyediaan beasiswa oleh industri sesungguhnya bukanlah biaya, melainkan investasi bagi masa depan bangsa dan tentu juga investasi bagi masa depan industri sendiri. Dengan MBKM akan lahir sumber daya manusia unggul yang dibutuhkan untuk memajukan industri. Sehingga pada akhirnya manfaat MBKM akan kembali lagi kepada industri.

 

Ketiga, kampus kurang mendukung. MBKM mendorong dosen berkegiatan di luar, bahkan mendorong magang di kampus top 100 dunia. Namun, ada kampus yang melihat mobilitas dosen sebagai beban karena dianggap meninggalkan pekerjaan utama. Dalam hal ini, perubahan cara pandang pimpinan kampus diperlukan. Kualitas kampus sesungguhnya tidak hanya terletak pada fasilitas fisik, tapi juga sumber daya manusianya. Bahkan, investasi pada dosen jauh lebih strategis dalam mendongkrak kualitas. Mobilitas dosen untuk berkegiatan di lembaga top dunia haruslah dipandang sebagai investasi. Oleh karenanya perlu difasilitasi, bukan malah ”dimusuhi”.

 

Sumber :   https://www.jawapos.com/opini/19/07/2022/merdeka-belajar-dan-kualitas-pendidikan-tinggi/

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar