Jumat, 29 Juli 2022

 

KTT Tiga Negara yang Saling Berbeda

Ikhwanul Kiram Mashuri :   Penulis kolom “Resonansi” Republika

REPUBLIKA, 24 Juli 2022

 

 

                                                           

Inilah riil politik. Tiga presiden bisa mengesampingkan sejenak segala perbedaan untuk sebuah kepentingan. Tiga presiden itu — Presiden Rusia Vladimir Putin, Presiden Iran Ebrahim Raisi, dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan — pada 19 Juli 2022, bertemu dalam sebuah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT).

 

KTT ini menyedot perhatian dunia, mengingat dua hari sebelumnya digelar KTT di Jeddah, Arab Saudi, mempertemukan Presiden Amerika Serikat dengan pemimpin negara Dewan Kerja Sama Teluk, yaitu Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA), Bahrain, Oman, Kuwait, dan Qatar, plus Mesir, Yordania, dan Irak.

 

Sesuai tema "KTT untuk Keamanan dan Pembangunan", pertemuan di Jeddah membahas keamanan di Timur Tengah. Biden menyatakan, kenjungannya ke Timur Tengah kali ini untuk mengembalikan peran sentral AS.

 

Selama ini, katanya, kekosongan itu diisi Rusia, Cina, dan Iran yang menjadi seteru Gedung Putih. Militer Rusia dan Iran ada di beberapa negara Arab. Biden berhasil meyakinkan peserta KTT Jeddah, musuh Arab kini bukan Israel tetapi Iran.

 

Biden dan peserta KTT sepakat mencegah Iran mempunyai senjata nuklir. Banyak pengamat mengaitkan KTT Teheran dengan KTT Jeddah. Mereka menyatakan, KTT Teheran respons atas KTT Jeddah.

 

Agenda KTT Teheran diisi tiga pertemuan utama. Pertama, antara Presiden Iran dan Presiden Turki. Kedua, pertemuan bilateral Presiden Rusia dengan Presiden Turki. Ketiga, KTT tripartit Astana. Ini yang ketujuh sejak 2017, membicarakan penyelesaian soal Suriah.

 

Ketiga pemimpin negara bersepakat bertemu setiap enam bulan sekali pada tingkat pejabat tinggi. Ketiga negara ini penjamin gencatan senjata di Suriah, dengan posisi geografi relatif berdekatan dan punya posisi penting pada geopolitik regional dan internasional. Tak jarang kepentingan mereka bersinggungan, misalnya di Suriah, Kaukasus Selatan, Irak, dan Libya.

 

Singkat kata, ketiga negara mempunyai hubungan unik. Satu sisi atas dasar kepentingan bersama, di sisi lain pada persaingan dan kepentingan saling bertentangan. Turki misalnya, ia anggota NATO dan menandatangani Deklarasi KTT NATO di Madrid pada Juni 2022.

 

Di antara isi deklarasi, kecaman keras atas invasi Rusia dan mendukung Ukraina. Namun, Turki bermitra dengan Rusia. Misalnya terkait ketahanan pangan dunia.

 

Jumat lalu, Turki bersama PBB, Rusia, dan Ukraina menandatangani Perjanjian Istanbul, yang memungkinkan Ukraina mengekspor gandung lewat Laut Hitam untuk mencegah bahaya kelaparan sejumlah negara.

 

Suriah, aspek penting lain dari hubungan tiga negara. Rusia dan Iran pendukung utama rezim Presiden Bashar al-Assad. Kalau bukan peran kedua negara ini, Assad mungkin telah tumbang. Turki menentang Assad.

 

Namun, pada KTT Astana pada 2017, ketiga negara bersepakat tentang "zona deeskalasi", yang memungkinkan perang di Suriah dihentikan.

 

Ketiga negara, seperti tertera dalam pernyataan akhir KTT Teheran, sepakat melanjutkan kerja sama ‘mengenyahkan teroris’ di Suriah. Namun, di sini muncul perbedaan.

 

Erdogan menyatakan akan terus melancarkan operasi militer terhadap wilayah di utara Suriah yang dikendalikan Pasukan Demokrat Suriah, yang tulang punggungnya kelompok Kurdi. Wilayah ini berbatasan dengan Turki.

 

Erdogan menganggap Pasukan Demokrat Suriah teroris. Namun, Raisi dan Putin menolak operasi militer Turki. Mereka menyatakan, serangan militer justru membahayakan banyak pihak, termasuk rezim Assad.

 

Pemimpin Rusia dan Iran menyarankan Erdogan merundingkan masalah Kurdi dengan presiden Suriah. Rusia, dan Iran, juga bersaing sengit mendapatkan pengaruh lebih besar di Suriah. Dua negara itu memilki kelompok dan formasi bersenjata mereka sendiri dalam rezim.

 

Sejak invasi Rusia ke Ukraina, kehadiran Iran di Suriah kian terlihat. Menlu Iran Amir Abdollahian mengunjungi Damaskus empat kali sejak menjadi menteri pada Agustus 2021.

 

Perbedaan lain, Turki berhubungan erat dengan Saudi, UEA, Mesir, bahkan Israel yang menganggap Iran sumber ancaman. Juni lalu, dinas keamanan Turki menangkap beberapa anggota sel yang diduga bagian dari rencana pembunuhan oleh Iran terhadap warga Israel di Istanbul.

 

Israel secara terbuka berterima kasih kepada Turki atas perannya dalam mencegah plot tersebut.

 

Beberapa hari kemudian, Menlu Iran Abdollahian berada di Ankara, menyampaikan pesan persahabatan selama konferensi pers. Turki, Rusia, dan Iran juga berbeda sikap terhadap Barat tetapi sepakat soal pembentukan tatanan dunia baru.

 

Perdagangan mata uang nasional, satu isu yang mereka tekankan dalam beberapa kesempatan. Rusia dan Iran menyatakan kesetian mereka satu sama lain dan tolong menolong di berbagai bidang terutama ekonomi dan militer.

 

Hebatnya, itu disampaikan di depan Presiden Turki, anggota NATO, yang menjatuhkan sanksi pada Rusia dan Iran. Sikap Turki yang berhubungan erat dengan Rusia dan Iran mendapat kritik dari sesama anggota NATO.

 

Erdogan selalu punya jawaban bahwa diplomasi butuh pembicaraan dengan semua pihak. Politik adalah kepentingan. Tak ada kawan atau lawan abadi. Segala perbedaan bisa dikesampingkan demi sebuah kepentingan. Ini yang dilakukan Erdogan, Putin, dan Raisi. ●

 

Sumber :   https://www.republika.id/posts/30238/ktt-tiga-negara-yang-saling-berbeda

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar