Inflasi Sinyal Buruk
Pasar Komoditas Yopie Hidayat : Reporter Majalah Tempo, Kontributor
Tempo |
MAJALAH TEMPO, 16
Juli
2022
DATA inflasi di Amerika
Serikat yang terbit pekan lalu benar-benar mengejutkan. Inflasi tahunan per
Juni 2022 melonjak luar biasa, 9,1 persen. Inflasi setinggi itu di negara
dengan perekonomian terbesar di dunia tentu mengkhawatirkan. Dampaknya bisa
sangat luas. Meski pasar menilainya
agak terlambat, sebetulnya The Federal Reserve tidaklah duduk diam ketika
melihat gelagat inflasi mulai menggelegak. Pada akhir kuartal pertama 2022,
The Fed sudah mulai mengetatkan kebijakan moneter dengan menaikkan bunga. Pada Maret 2022, bunga The
Fed naik 0,25 persen dan tak berhenti sampai di situ. The Fed bahkan makin
agresif menaikkan bunga pada Mei dan Juni, masing-masing sebesar 0,5 persen
dan 0,75 persen. Dus, sejak awal tahun bunga The Fed sudah naik tiga kali dan
total kenaikannya mencapai 1,5 persen. Fakta itulah yang membuat
pasar terperenyak melihat angka inflasi Juni. Ketika bunga sudah naik begitu
kerap, dan begitu besar, mengapa inflasi malah melonjak makin tajam? Situasi
ini sepertinya akan menyudutkan The Fed untuk mengambil keputusan yang lebih
ekstrem. Pada 26-27 Juli ini, The Fed akan kembali bersidang guna memutuskan
suku bunga. Bunga akan kembali naik, itu sudah pasti. Seberapa besar? Itulah
yang kini menjadi spekulasi seru. Maka pandangan Christopher
Waller langsung menarik perhatian pasar sedunia. Dia salah seorang anggota
Dewan Gubernur The Fed, yang semuanya berjumlah tujuh orang termasuk Ketua
The Fed Jay Powell. Waller berjanji mendukung kenaikan bunga yang lebih besar
jika berbagai data yang terbit hingga menjelang sidang nanti menunjukkan
ekonomi masih memanas. Data yang akan menjadi patokannya adalah penjualan
retail dan juga properti. Jika benar pada Juli ini
kenaikan bunga The Fed mencapai 1 persen, pasar sedunia tentu akan heboh tak
terkira. Sekarang saja, ketika kenaikan itu masih berupa spekulasi, investor
sudah mencari selamat. Investor justru menganggap dolar Amerika Serikat
sebagai tempat berlindung paling aman ketika pasar finansial sedang
bergejolak. Maka perpindahan investasi dari mata uang berbagai negara ke
dolar Amerika makin kencang. Demikian pula yang terjadi di Indonesia. Dana
investasi portofolio milik asing terus berbondong-bondong mengalir keluar. Namun rezeki Indonesia
memang masih bagus. Hingga Juni lalu, masih ada bantal empuk dari surplus
perdagangan yang mengurangi dampak buruk gejolak pasar terhadap kurs rupiah
ataupun ekonomi secara keseluruhan. Neraca perdagangan bulanan per Juni 2022
mencatat surplus US$ 5,09 miliar. Secara keseluruhan, selama
semester I 2022, ekonomi Indonesia berhasil menarik surplus dolar dari perdagangan
total senilai US$ 24,89 miliar. Dibanding surplus pada semester I tahun lalu
yang cuma US$ 11,84 miliar, rezeki nomplok tahun ini melompat lebih dari dua
kali lipat. Itu sebabnya semuanya
masih terlihat aman-aman saja di sini, meski di seluruh dunia ekonomi sedang
bergolak. Para pejabat pemerintah dengan gagah berani mengatakan ekonomi
Indonesia baik-baik saja. Namun Indonesia sebetulnya sedang menikmati rasa
aman palsu yang membuai tapi bisa menjerumuskan. Apa yang sedang terjadi di
pasar komoditas seharusnya sudah menyalakan alarm waspada bagi investor dan,
terutama, otoritas ekonomi di negeri ini. Harga-harga komoditas mulai
berjatuhan. Bahkan harga minyak, yang menggila karena invasi Rusia ke Ukraina
sudah memicu krisis energi di Eropa, kini mulai menurun. Harga acuan berbagai
komoditas ekspor utama Indonesia juga melorot. Harga acuan minyak sawit
mentah Juli, misalnya, sudah turun menjadi US$ 1.615,83 per metrik ton,
merosot hampir 5 persen dari harga Juni. Harga acuan nikel per Juli juga
turun 8,8 persen ketimbang bulan lalu menjadi US$ 27.414,47 per metrik ton. Jika ekonomi dunia melesu,
tren penurunan harga komoditas akan berlanjut. Surplus perdagangan Indonesia
bakal mengempis. Saat itulah ekonomi Indonesia baru akan merasakan dampak
buruk gejolak yang kini terjadi. Tentu saja, hanya orang bodoh yang tak
bersiap-siap ketika badai sudah di depan mata. ● Sumber : https://majalah.tempo.co/read/sinyal-pasar/166418/inflasi-sinyal-buruk-pasar-komoditas |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar