Selasa, 26 Juli 2022

 

Tren Harga Tiket Mahal Destinasi Wisata

Dewa Gde Satrya : Dosen Hotel & Tourism Business, School of Tourism, Universitas Ciputra Surabaya

KOMPAS, 21 Juli 2022

 

                                                

 

 Rencana pemerintah menaikkan harga tiket wisata ke Taman Nasional Komodo berdekatan dengan rencana kenaikan harga tiket ke Candi Borobudur yang ditunda.

 

Dua kebijakan ini menunjukkan kerinduan pengelola—yang mewakili khalayak pencinta pariwisata berkelanjutan dan konservasi—akan tetap lestarinya mutu destinasi.

 

Mulai 1 Agustus 2022, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Balai Taman Nasional Komodo (TNK) akan menetapkan harga tiket masuk wisatawan ke kawasan konservasi TNK, menjadi Rp 3,75 juta per orang untuk periode satu tahun. Keputusan itu berdasarkan kajian para ahli.

 

Koordinator Pelaksana Program Penguatan Fungsi TNK Carolina Noge menyatakan, biaya tersebut menurut rencana diterapkan secara kolektif tersistem, Rp 15 juta per empat orang per tahun. Kuota kunjungan ke TNK akan dibatasi 219.000-292.000 orang per tahun.

 

Hitungan harga tiket itu diambil dari pertimbangan biaya konservasi sebesar Rp 2.900.000 hingga Rp 5.887.000 akibat hilangnya nilai jasa ekosistem karena lonjakan angka kunjungan wisatawan ke TNK. Setiap wisatawan yang masuk dianggap membawa pengaruh, baik terhadap satwa, keanekaragaman hayati, maupun seluruh ekosistem di kawasan itu (Kompas.com, 27/6/2022).

 

Menaikkan harga tiket dan membatasi pengunjung

 

Salah satu cara untuk menjaga mutu destinasi adalah mengatur atau mengelola kunjungan wisatawan dengan mengenakan tiket mahal.

 

Penetapan harga tiket yang tinggi merupakan implementasi konsep demarketing yang diposisikan sebagai alat potensial untuk mengembangkan pariwisata dan meningkatkan keberlanjutannya secara keseluruhan, terutama sebagai akibat dari overtourism (Hall & Wood, 2021). Overtourism terjadi ketika permintaan melebihi tingkat di mana bisnis pariwisata mampu memenuhi permintaan wisatawan.

 

Demarketing dilakukan melalui penerapan harga, tiket berjangka waktu, dan perubahan strategi promosi untuk secara permanen atau sementara waktu, guna mencegah semua atau segmen pelanggan tertentu. Destinasi wisata berbasis konservasi, seperti TNK dan taman nasional lainnya di Indonesia, harus memprioritaskan daya dukung dan konservasi.

 

Pariwisata merupakan bonus dari lestarinya alam yang dijaga melalui konservasi. Abernethy (2001) menyatakan, daya dukung diartikan sebagai konsep ekologis yang mengungkapkan hubungan antara populasi dan alam di mana ia bergantung untuk kelangsungan hidup.

 

Kebijakan kenaikan harga tiket masuk ke TNK diyakini merupakan regulasi dan standar yang tepat untuk menentukan ambang batas atau daya dukung. Jika melampaui ambang batas lingkungan alam dan penerimaan lingkungan sosial, walaupun memberi manfaat secara ekonomis, harus dilakukan pengendalian wisatawan.

 

TNK pada tahun-tahun sebelumnya menargetkan maksimal turis masuk ke kawasan itu sebanyak 600 orang per hari atau 219.000 orang per tahun.

 

Kenaikan secara tajam jumlah kunjungan wisatawan mancanegara terjadi pada tahun-tahun awal setelah penetapan TNK sebagai tujuh keajaiban baru. Menyertai prestasi TNK, sebuah grup hotel sudah membuka hotel di kawasan Labuan Bajo, dan saat ini Labuan Bajo telah ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN).

 

Mengancam kelestarian

 

Lonjakan jumlah kunjungan wisatawan semakin dipandang sebagai ancaman bagi kelestarian destinasi karena belum meratanya kesadaran dan pengetahuan lingkungan di kalangan wisatawan yang berwisata ke destinasi wisata alam. Bali telah mengalami hal ini.

 

Tahun 2021 Bali masih bertengger di puncak tertinggi Traveler Choice Award versi Trip Advisor. Tahun ini, Bali tersingkir dari top ten destination choice wisatawan dunia, dikalahkan oleh London, pemenang tahun 2020 yang pernah tersingkir tahun 2021.

 

Sampah menjadi salah satu isu yang harus ditangani, mulai dari kebiasaan membuang sampah di 390 sungai yang bermuara ke laut sebanyak 33.000 ton tahun 2019 (berdasarkan survei Bali Partnership), sampai dengan sampah yang mengotori jalanan Pulau Dewata.

 

Yang memprihatinkan, sebagian besar sampah merupakan sampah plastik yang sulit terurai. Program aksi ini mendesak dilakukan di tataran pemerintah dengan kolaborasi multi-stakeholder, mengingat adanya ancaman keberlanjutan dan kelestarian di destinasi wisata yang diakibatkan masalah sampah.

 

Pada 2018, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia mencatat banyaknya sampah laut di 18 lokasi di seluruh Indonesia dengan jumlah 0,27 juta ton sampai 0,59 juta ton per tahun.

 

Di tataran lima destinasi superprioritas, sampah menjadi beban yang berat (Kemenko Marves, 2022): Borobudur 680 ton per hari, Toba 85 ton per hari, Labuan Bajo 18 ton per hari, Mandalika 216 ton per hari, Likupang 112 ton per hari. Kawasan Denpasar dan Badung ada sebanyak 1,287 ton sampah per hari.

 

Khusus di Denpasar, sedang dilakukan pembangunan tiga tempat pengolahan sampah terpadu (TPST): Biaung-Kesiman Kertalangu, Padangsambian Kaja, dan Tahura eks TPA Suwung.

 

Pariwisata yang bertanggung jawab

 

Relevansi dan urgensi konservasi bagi pariwisata di Tanah Air paralel dengan tren dan isu kepariwisataan global, di mana prinsip dan praktik responsible tourism sebagai bagian dari gelombang new tourism menjadi market leader, jadi salah satu pertimbangan penting manakala seseorang melakukan perjalanan wisata ke suatu daerah atau negara.

 

Dengan kata lain, berkah yang dimiliki bangsa Indonesia melalui pelaksanaan konservasi alam yang secara khusus dilakukan di taman nasional yang eksotik, unik, dan tiada duanya di dunia ini perlu dikelola sedemikian rupa untuk kepentingan pariwisata yang bertanggung jawab di satu sisi, dan di sisi lain juga berarti mengedepankan prinsip serta praktik konservasi di dalamnya.

 

Wisata alam membutuhkan biaya, tenaga, dan konsistensi dalam perawatan untuk mempertahankan lanskap, menjaga keaslian dan nuansa saujana yang tiada duanya. Udara bersih, ketenangan, suara alam, sentuhan alami melalui interaksi alam dengan pancaindera, meniscayakan kesiapan batin yang hening untuk secara sadar membawa dan membiarkan diri bersentuhan dengan semua unsur alam.

 

Sementara itu, ekowisata yang menjadi esensi dari bonus konservasi di TNK adalah kegiatan bermutu yang memerlukan ketekunan dan kesetiaan yang purna untuk menjaga dan mengembangkan unsur abiotic, biotic, dan culture yang asli, tiada duanya, endemik, rentan mengalami kepunahan. Hanya dengan keterbukaan batin dan cakrawala berpikir yang mendalamlah, wisatawan dapat menikmati buah-buah kegiatan konservasi yang rumit dan hebat ini.

 

Belajar dari pengalaman kenaikan harga tiket ke Candi Borobudur yang tertunda, diperlukan komunikasi yang tepat dari pihak pengelola kepada khalayak akan niat dan tujuan strategis di balik rencana menaikkan harga masuk ke kawasan TNK ini. Saatnya menggugah empati warga dan wisatawan akan adanya ancaman yang nyata dan serius akan keberlanjutan satwa dan ekosistem TNK yang membutuhkan keterlibatan positif dari pengunjung (wisatawan).

 

Melalui komunikasi yang menggugah empati wisatawan, kenaikan tarif akan menjadi sarana untuk memantik dukungan pada gerakan konservasi yang menyelamatkan ekosistem dan pariwisata berkelanjutan di TNK.

 

Sumber :   https://www.kompas.id/baca/opini/2022/07/20/tren-harga-tiket-mahal-destinasi-wisata

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar